matamaduranews.com-BANGKALAN-Larangan bagi sekolah SD dan SMP untuk tak memungut biaya apapun ternyata tak digubris.
Terbukti, SDN Kemayoran 1, Kelurahan Kemayoran, Bangkalan, Madura diduga melakukan penarikan biaya pembelian atribut pada siswa.
Informasi yang dihimpun Mata Madura menyebut, tarif yang dipungut pada setiap siswa baru senilai Rp 205 ribu untuk pembelian 8 poin atribut.
8 poin itu, meliputi topi Rp 20 ribu, ikat pinggang Rp 20 ribu, kaos kaki putih Rp 30 ribu 2, kaos kaki hitam Rp 30 ribu, bendera Rp 5 ribu, bendera lokasi Rp 10 ribu, nama dada Rp 10 ribu dan sampul raport Rp 80 ribu.
Kepala Bidang (Kabid) Sekolah Dasar (SD) Dinas Pendidikan (Disdik) Bangkalan, Dewi Ega saat dimintai keterangan soal pungutan itu, pihaknya tidak pernah memberikan kebijakan penjualan atribut pada sekolah.
"Kami di disdik tidak pernah mengintruksikan apapun terkait penjualan atribut, ini inisiatif sekolah," katanya, Kamis (30/9/2021).
Menurutnya dalam inisiatif yang dilakukan sekolah dalam penjualan atribut ini guna membranding sekolah guna menarik minat masyarakat.
Selain itu lanjut Ega, sekolah tidak diperbolehkan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pembelian kebutuhan pribadi siswa.
"Sekolah ini memiliki inisiatif yang memang tidak dapat dianggarkan dari dana bos, intinya itu," lanjutnya.
Tak hanya itu setiap sekolah yang melakukan penjualan pada siswa, pastinya sudah dilakukan persetujuan terlebih dahulu dengan komite dalam hal ini wali siswa.
"Sekolah ini menjual sudah ada persetujuan dari komite. Intinya kami sampaikan bahwa dari dinas tidak ada kebijakan seperti itu," paparnya.
Sementara Direktur LSM CIDe's Ahmad Annur mengatakan apapun bentuknya, satuan pendidikan dasar di bawah pemerintah dilarang memungut iuran, titik, tidak ada alasan apapun.
"Seharusnya SD sudah cukup mengelola dana BOS. Jika ada pungutan di luar itu sudah masuk dalam dugaan pungli, meskipun dengan dalih pelampiran surat kesediaan orang tua berdasarkan kesepakatan komite sekolah," paparnya.
Modus semacam itu, kata Ahmad, dianggap kepala sekolah sebagai surat sakti untuk melegalkan praktik pungutan kepada wali murid.
Padahal dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 12 huruf (a) menyebut, Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.
"Nah ini yang kadang-kadang sering disalahpahami, salah kaprah semuanya. Saya bicara saja terus terang, seringnya malah terjadi penyiasatan (oleh sekolah),†katanya.
Untuk itu, masalah kebutuhan seragam dan lain-lain, kata dia, sebaiknya diserahkan kepada wali murid. Wali murid difasilitasi untuk bermusyawarah dengan komite sekolah dan segala keputusan tidak pula menjadi kewajiban yang memberatkan.
"Kepala disdik harus memberikan surat edaran kepada semua sekolah agar tidak menarik iuran dalam bentuk apapun ke siswa," pinta Ahmad.
Untuk itu, Ahmad berpesan kepada wali murid untuk melapor pada pihak terkait jika ada pungutan dengan dalih iuran. Sebab dia khawatir budaya pungutan ini akan terus terjadi jika wali murid selalu bersikap maklum.
"Kami juga berharap kepada Dewan Pendidikan agar menghentikan peraktek seperti ini, memanggil kepala sekolah agar tidak ada lagi peraktek seperti itu," tegas Ahmad. (Syaiful)
Write your comment
Cancel Reply