matamadura.com-Hari ini dan kemarin. Ada yang WA saya. Isi wa-nya. Substansinya sama: politik dan agama.
Lebih jelasnya;
Kemarin, isi wa-nya begini: sambil mengutip hadits Nabi "bahwa seorang yang menjilat penguasa akan hilang agamanya meskipun seorang ulama".
WA hari ini, postingan Kiai Hazmi Latee di FB:
Substansi postingan Kiai Hazmi adalah perlunya konsistensi seorang ahli agama dalam menyampaikan nilai-nilai Islam secara kaffah.
Kurang lebih begitu, kalau boleh saya menyimpulkan postingan Kiai Hazmi:
Tulisan ini, tak mau merespon postingan Kiai Hazmi. Tapi lebih tertarik isi japri wa saya yang kemarin
Begini: Saya membalas di wa kemarin itu, juga sambil mengutip Hadits Nabi SAW: Ulama Su' itu lebih jahat dari Dajjal.
Kenapa Nabi SAW begitu mengkhawatirkan dibanding Dajjal?
Menurut berbagai sumber disebut, wujud Dajjal jelas. Misinya di muka bumi membuat fitnah menakutkan di akhir zaman.
Sementara ulama su',menurut Hadits Nabi SAW: lidah ulama bisa memalingkan manusia dari dunia, tapi amal perbuatan dan keadaannya mengajak manusia ke sana.
Anomali, kata kerennya. Bahasa lain, apa yang diucapkan tak sesuai denga kehidupan kesehariannya.
Untuk lebih jelas menafsiri Ulama Suu, saya kutip pernyataan Imam Al-Ghazali yang menukil dari hadits Nabi SAW:
"Siapa yang bertambah ilmunya, tapi tidak mempraktekkaannya, hanya bertambah jauh dari Allah."
Ulama Su' sederhananya, orang yang berilmu tapi berprilaku buruk.
Disebut buruk, karena ilmu yang diketahui tak diamalkan.
Menurut jumhur, dinamakan ulama su' karena si berilmu memanfaatkan ilmu yang dimiliki untuk memperbanyak harta. Bang diri dengan kedudukannya. Sombong karena banyak pengikut.
Lebih singkatnya, ilmu yang dimiliki bukan untuk kepentingan akhirat.Tapi untuk kepentingan duniawi. Mengejar dan mennikmati keindahan dunia.
Itulah Ulama Su' yang dikhawatirkan Nabi SAW dibandingkan Dajjal yang masih akan muncul di akhir zaman kelak.
Sampai di sini.
Mari jangan politisasi agama.
Jangan menafsiri agama sesuai selera individu
Karena setiap individu punya kepentingan
Makanya, itu perlunya al quran dan hadits Nabi. Keduanya sebagai petunjuk.
Kenapa para ahli tafsir dahulu, penjelasan nya banyak diajarkan di sejumlah pesantren sampai sekarang?
Itu karena ulama atau ahli tafsir dulu hanya menjelaskan apa yang dimaksud Allah dan Rasulullah.
Apa yang dimaksud hanya menjelaskan? Itulah kelebihan ahli tafsir dahulu. Beliau menafsiri al quran melalui ayat ayat lain.
Beliau memahami hadits Nabi SAW yang tak bertentangan dengan ayat ayat Allah.
Beliau sudah bermusyahadah. Mendapat ilmu yang sebelumnya tak diketahui.
Memahami ayat dan hadits bukan dengan akal tapi melalui bimbingan Ilahi.
So...
Klau mau berpolitik diisi dengan nilai agama, itu kata Kiai Hazmi- perlunya konsistensi apa yang disampaikan linier dengan apa yang dilakukan.
Jika tidak?
Maafkan. Saya tak bisa melanjutkan...
Terserah anda memahami...
Salam
Write your comment
Cancel Reply