Post Images
matamaduranews.com-Kasus Rocky Gerung akhirnya diproses. Mabes Polri memeriksa Rocky Gerung Senin 4 September 2023. Djono W Oesman menulis di situs hariandisway tentang kronologi kasus yang membelit Rocky Gerung hingga polisi memprosesnya. Berikut tulisannya: Rocky Gerung Ternyata Kurang Sakti Kesaktian Rocky Gerung sirna setelah dipanggil Mabes Polri Senin, 4 September 2023. Orang menduga ia sakti. Sebab, sebulan dipolisikan, ia belum diproses. Tapi, ia fenomenal. Ada 25 laporan polisi: dugaan penghinaan terhadap Presiden Jokowi. Jumlah laporan itu rekor Indonesia. DIPERINCI Mabes Polri, laporan polisi itu datang dari berbagai provinsi. Untuk satu tuduhan. Untuk bukti hukum yang sama, berupa ungggahan YouTube milik Refly Harun. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan mengatakan, berbagai laporan masuk kepolisian. Yakni, Bareskrim Polri 2 laporan. Polda Metro Jaya 4 laporan. Polda Sumatera Utara 3 laporan. Polda Kalimantan Timur 11 laporan. Polda Kalimantan Tengah 3 laporan. Polda DI Yogyakarta 2 laporan. Karena terpencar-pencar, akhirnya semua laporan disatukan, ditangani Bareskrim Polri. Sebab, bentuknya sama. Lalu, diproses sekitar sebulan. Mengapa begitu lama? Sebab, berdasar UU, pasal penghinaan adalah delik aduan. Hanya diproses polisi jika pihak yang dihina langsung (tanpa diwakili) melapor polisi. Padahal, Presiden Jokowi sudah tegas mengatakan, ”Itu kecil. Saya kerja aja.” Akhirnya polisi memproses. Mengumpulkan bukti, saksi, dan saksi ahli. Kalau soal bukti, sudah banyak, tersebar di medsos. Masyarakat tahu. Jumlah saksinya luar biasa. Brigjen Djuhandhani: ”Telah di-BAI (berita acara interviu) sebanyak 72 saksi dan 13 ahli. Total 85 saksi.” Bisa dibayangkan, betapa sibuknya polisi menangani kasus itu. Semua saksi di-BAI. Belum pernah ada perkara berdasar laporan polisi (LP) sebanyak 25 LP dengan 85 saksi. Cuma di kasus Rocky Gerung ini. Alhasil, perkara itu dinyatakan bukan delik aduan. Alias delik biasa. Polisi belum memerinci, bagaimana bisa delik biasa? Tapi, kalau delik aduan, sudah pasti proses segera dihentikan. Para pelapor adalah mereka yang ahli hukum. Maka, laporan dibikin sebagai ”pernyataan bohong” atau ”kebohongan publik”. Ada juga laporan polisi yang fokus pada tuduhan hate speech (ujaran kebencian). Itu diatur di Undang-Undang 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bunyinya: ”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dana atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000.” Supaya gambaran jadi jelas, berikut kutipan pernyataan Rocky Gerung yang dipublikasi di YouTube milik Rafly Harun. ”Begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, ia jadi rakyat biasa. Enggak ada yang peduli nanti. Tetapi, Jokowi ambisi. Jokowi adalah mempertahankan legasinya. Ia menawarkan IKN (Ibu Kota Nusantara), mondar-mandir ke koalisi, untuk mencari kejelasan nasibnya. Mondar-mandir ke China menawarkan IKN.” Dilanjut: ”Ia mikirin nasibnya. Bukan nasib kita. Itu bajingan yang tolol, sekaligus bajingan pengecut. Kalau ia bajingan pintar, ia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat. Ajaib, bajingan, tapi pengecut.” Terbaca seperti olok-olok anak atau remaja terhadap teman. Diksi ”bajingan” sering digunakan anak dan remaja, setidaknya anak yang belum lulus SMA, terhadap teman sebaya. Sebagai olok-olok atau bisa juga sebagai gurauan. Sesungguhnya itu tergolong penghinaan. Asli. Tapi, karena penghinaan adalah delik aduan dan Jokowi tidak mengaku, para pelapor beringsut hukum, dituduhkan sebagai kebohongan publik. Misalnya, satu di antara 25 laporan laporan polisi itu mengarah ke ”kebohongan publik”. Supaya jadi delik biasa. Dengan argumentasi hukum: Presiden Jokowi ke China bukan mondar-mandir tanpa tujuan. Melainkan dalam rangka mengemban tugas negara. Jadi, kalimat Rocky Gerung adalah kebohongan publik. Karena semua itulah, Polri perlu minta pendapat 13 orang ahli. Dari berbagai disiplin ilmu. Prosesnya pun sekitar sebulan. Barulah, Rocky Gerung dipanggil untuk dimintai keterangan ke Mabes Polri. Tapi, setelah dijadwalkan akan dimintai keterangan pada Senin, 4 September 2023, Rocky Gerung ternyata tidak hadir. Tim kuasa hukumnya menyatakan bahwa Rocky Gerung minta mundur dua hari atau minta ditunda sampai Rabu, 6 September 2023. Pihak tim kuasa hukum Rocky Gerung tidak memberikan penjelasan, mengapa kliennya tidak bisa hadir. Rocky Gerung sendiri biasanya langsung mengumumkan. Itu perkara kecil, tapi pelik. Dibilang kecil, sebenarnya juga tidak bisa. Ancaman hukuman (berdasar UU Nomor 19 Tahun 2016) enam tahun penjara. Merujuk KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), jika polisi punya dua alat bukti hukum yang kuat, seandainya dinyatakan tersangka kelak, Rocky Gerung pasti langsung ditahan. Sebab, ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Sebaliknya, perkara itu dibilang besar, juga tidak. Ini kasus biasa. Sangat-sangat sering terjadi. Biasa dilakukan banyak orang. Meledak sejak era medsos. Saking biasanya, sampai-sampai para politikus yang mengejar kekuasaan melakukan manuver promosi diri (supaya dapat kekuasaan). Mereka menyatakan bahwa Rocky Gerung Gerung sedang mengkritik pemerintah. Kebebasan berbicara alias kebebasan mengkritik dijamin hukum. Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan: ”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Lha… Rocky Gerung mengkritik, kok malah dipolisikan? Kan, cuma pemerintahan otoriter yang melarang kritik, membungkam kebebasan berbicara. Jangan lupa, kebebasan bicara dijamin UUD 1945, lho… Aturan hukum tertinggi di Indonesia. Akibatnya, masyarakat Indonesia terombang-ambing. Masyarakat kita punya tingkat lama sekolah (merujuk hasil sensus penduduk BPS tahun 2020) rata-rata 8,7 tahun. Itu sama dengan populasi Indonesia berpendidikan rata-rata putus di kelas IX SMP. Dan, pelajaran tentang UUD 1945 sudah diajarkan sejak SD. Jadi, rata-rata masyarakat paham tentang UUD 1945. Tapi, dikaitkan dengan pernyataan Rocky Gerung itu, apakah tergolong kritik atau olok-olok? Kebebasan bicara ataukah menghina? Pastinya masyarakat dengan tingkat lama sekolah 8,7 tahun sangat sulit mencerna. Sebab, itu cuma bisa diurai para pendekar hukum. Dengan tingkat lama sekolah minimal 16 tahun (dua kali lipat banding rata-rata masyarakat), sehingga mencapai gelar sarjana hukum. Atau setidaknya lama sekolah 18 tahun, mencapai master bidang hukum. Di situlah politikus yang sedang promosi diri bermain. Melakukan manuver kata-kata. Di tengah masyarakat dengan tingkat lama sekolah segitu, dengan bobot materi persoalan hukum segitu. Manuver kata-kata politikus itu, buat masyarakat rata-rata, bagaikan makan kue getuk lindri. Manis di lidah, tapi menyesak di kerongkongan. Orang Jawa bilang ”kesereten”. Manis di bibir, tapi semrawut di rongga otak. Di situlah politikus melihat kesempatan menggoreng isu. Menuai jumlah suara pilihan atau coblosan di Pemilu 2024. Supaya tidak makin ruwet, berikut ini gambaran tentang ujaran kebencian versi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dikutip dari dokumen resmi United Nations, berjudul Hate Speech versus Freedom of Speech (Mei 2019), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan sebagai berikut. ”Aparat hukum menangani ujaran kebencian tidak berarti membatasi atau melarang kebebasan berpendapat. Hal itu berarti menjaga agar ujaran kebencian tidak berkembang menjadi sesuatu yang lebih berbahaya, khususnya hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan, dan tindak kekerasan publik, yang dilarang berdasarkan hukum internasional.” Maka, saya tidak ikut-ikutan (politikus) menafsirkan, apakah pernyataan Rocky Gerung itu kritik atau ujaran kebencian? Tidak. Saya tidak menyimpulkan itu. Terserah Anda. Saya cuma memotret persoalan. (*)
Rocky Gerung Kurang Sakti Kasus Rocky Gerung Menghina Presiden

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru