SALAH satu penyakit gen Z adalah lemah di pemahaman keuangan. Literasi keuangan. Ortu sibuk mencari uang menafkahi keluarga sehingga lolos tidak memberikan pendidikan terkait hal tersebut. Atau tidak paham. Sekolah juga tidak mengajarkan itu.
Tapi, sekolah pertama di Indonesia yang mengajarkan literasi keuangan adalah SMA Negeri 4 Sidoarjo, Jatim. Sejak Rabu, 8 Maret 2017. Sudah lebih dari enam tahun. Namanya kurikulum Cha-ching.
Diawali penandatanganan MoU antara Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo yang diwakili Sekretaris Dinas Tirto Adi dan Direktur Eksekutif Yayasan Prudence Marc Fancy di aula SMAN 4 Sidoarjo, Rabu, 8 Maret 2017.
Yayasan Prudence pemegang hak Cha-ching. Dan, Sidoarjo terpilih sebagai lokasi pertama kerjasama Kurikulum Cha-ching karena lembaga Prestasi Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo sejak 2007. Untuk pengembangan bisnis dari Student Company Program setingkat SMA dan SMK.
Cha-ching sudah mendunia sejak satu dasawarsa lalu. Diajarkan ke anak setingkat SD di seluruh Amerika Serikat (AS). Diciptakan Alice Wilder, penyandang doktor psikologi pendidikan, lulusan Teachers College, Columbia University, AS, 2012.
Wilder, dalam bukunyi yang berjudul National Geographic Kids-Look & Learn: All About Me (2014), menyebutkan bahwa Cha-ching idealnya diajarkan kepada anak usia 7 sampai 12 tahun. Bekal pengetahuan agar anak tidak membayangkan ada pohon uang di dunia ini. Bahwa uang bisa didapat cuma melalui perjuangan sangat keras. Berdarah-darah. Dengan demikian, anak sejak dini otomatis sangat hormat kepada ortu.
Meski nama metode tersebut mirip bahasa Mandarin, itu asli AS. Nama tersebut diambil dari anak-anak AS saat menirukan suara mesin cash register di toko-toko. Mesin itu sekaligus laci uang. Jika laci dibuka-ditutup, bunyinya (dalam logat AS) seperti itu: terbaca cha-ching.
Inti Cha-ching ada empat.
Pertama, earn (mendapatkan) uang. Uang tidak datang begitu saja. Harus dicari dengan perjuangan sangat keras. Tidak ada pohon uang di dunia ini. Juga, mesin ATM bukan milik ortumu. Tidak ada perjuangan, tidak ada uang.
Kedua, save (menabung). Karena mendapatkan uang sulit, wajib menabung. Untuk tujuan kebutuhan jangka pendek dan panjang. Juga, untuk kondisi darurat.
Ketiga, spend (belanja). Semua orang harus belanja untuk memenuhi hidup. Dari uang yang didapat dari bekerja. Spend dibagi dua: what you need, what you want. Maka, belilah sesuatu yang jadi kebutuhan utamamu. Bukan keinginanmu. Keinginan manusia tiada batas.
Dalam Islam, diyakini: â€Seandainya manusia diberi dua lembah berisi penuh harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima tobat bagi siapa saja yang ingin bertobat.†(H.R. Bukhari No 6436)
Keempat, donate (menyumbang). Anak-anak didorong membantu orang lain yang membutuhkan. Bantuan bisa berupa uang, harta, pikiran, bahkan waktu.
Ajaran tersebut tidak populer di Indonesia. Meskipun, oleh Wilder, itu sudah dikreasi dalam film serial anak Cartoon Network. Atau, Blues Clues dan Speakaboos sejak lebih dari satu dasawarsa lalu.
Tersangka Altaf semestinya punya masa depan gemilang. Tidak banyak remaja Indonesia yang bisa masuk UI. Tapi, ia ingin sangat cepat kaya dengan pohon uang. Dengan â€want†yang tiada batas. Sayang sekali. (habis/hariandisway.id)
Write your comment
Cancel Reply