Post Images
matamaduranews.com-BANGKALAN-Empat batu nisan sederhana yang menandakan keberadaan dua makam. Makam yang satu berjenis kelamin laki-laki, dan yang satunya lagi merupakan makam pasangan atau isteri dari sosok yang dimakamkan di sebelahnya itu. Dari sebuah prasasti bertulis huruf latin, dua makam tersebut ialah tempat peristirahatan terakhir Khalifah Husain, dan Nyai Gede Tondo. Di tulisan sebelumnya, Mata Madura mengulas tentang keberadaan makam leluhur Sunan Kudus, yaitu salah satu dari tokoh Wali Sanga. Ternyata makam sang leluhur dari waliyullah bernama Sayyid Ja’far Shadiq itu berada di Pulau Madura. Tepatnya di kabupaten Bangkalan. Nah, kedua makam yang dimaksud di atas ialah makam kakek dan nenek Sunan Kudus. Lokasinya berada di Mertajasah, Bangkalan Asal Usul Sang Sunan Sunan Mertayasa bermakna Yang Dijunjung Tinggi di tempat bernama Mertayasa. Makna itu diambil dari susuhunan, yang kemudian lazim disingkat sunan. Mertayasa diduga merupakan cikal-bakal dari sebutan Mertajasah, yaitu nama sebuah desa di kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Bahasa Madura memang biasa melafalkan “ja” pada kata-kata seperti Arya (gelar kebangsawanan) menjadi Arja, jaya menjadi jhaja, layar menjadi lajar, bayar menjadi bajar, dan beberapa kata lainnya. Sehingga Mertayasa dilafalkan Mertajasa atau Mertajasah. Dan rupanya kata terakhir justru menjadi nama resmi secara administratif. Nah, Khalifah Husain yang dalam beberapa catatan silsilah dikenal dengan sebutan Sunan Mertayasa ini memang makamnya berada di Mertajasah. Di Mertajasah ini memang banyak terdapat beberapa makam tokoh-tokoh besar di Madura Barat. Seperti yang dewasa ini paling banyak diziarahi ialah makam KH Mohammad Kholil atau Syaikhona Kholil, maha guru para ulama di Jawa dan Madura sendiri. Selain itu juga ada makam leluhur Syaikhona Kholil. Lalu ada makam Kiai Mas Bagus Monconegoro, ulama asal Pajang yang hijrah ke Madura pada abad 16. Komplek makam Sunan Mertayasa ini berada di satu area dengan komplek makam Monconegoro. Bedanya, makam Kiai Monconegoro memiliki kubah dan jirat serta kijing yang identik dengan masanya. Sementara makam Sunan Mertoyoso hanya berupa nisan, tanpa kijing. Alias rata dengan tanah. Makam beliau dan isterinya hanya diberi batas berupa keramik, dan nisan yang dibungkus kain warna putih. Di catatan keraton Sumenep, Sunan Mertoyoso alias Khalifah Husain adalah putra Syaikh Wadijad. Sebagian mengatakan Syaikh Wadi Jeddah. Silsilahnya jika diurut ke atas, bersambung pada Imam Musa al-Kazhim bin Imam Ja’far Shadiq dan seterusnya sampai Sayyidina Husain, cucu Rasulullah Saw. Catatan silsilah di atas hanya mengutip catatan kuna di Sumenep. Terlepas dari versi lain yang berkembang di wilayah lain, dan muncul di masa sekarang. Sebagaimana kebiasaan pada saadah (kata jamak dari sayyid) Khalifah Husain hijrah ke Jawa dalam rangka dakwah. Sementara keberadaannya di Madura masih belum ada keterangan lengkap. Satu versi karena beliau menikah dengan putri Aria Baribin di Madura. Siapa Aria Baribin juga masih dipenuhi misteri. Sebagian mengatakan Aria Baribin adalah Adipoday, yaitu anak Panembahan Blingi di Sepudi, yang berjuluk Wirokromo. Dalam sebuah naskah memang dikatakan bahwa nama lain Adipoday adalah Aria Baribin. Leluhur para Wali di Jawa dan Madura Jika benar Khalifah Husain alias Sunan Mertoyoso adalah menantu Adipoday, maka beliau sekaligus juga menantu Raden Ayu Saini alias Pottre Koneng. Sekaligus pula merupakan saudara ipar Joko Tole, sang legenda pulau garam. Dari sumber catatan silsilah Sumenep, Khalifah Husain berputra Sunan Ngudung atau Utsmanhaji. Sunan Ngudung berputra Sunan Kudus. Sunan Kudus memiliki beberapa putra dan cucu, baik yang selanjutnya menetap di Kudus dan berketurunan di sana, maupun yang hijrah ke tempat lain dan meninggalkan warisan budaya sekaligus keturunan di tempat hijrahnya. Salah satu cucu Sunan Kudus ada yang hijrah ke Madura, tepatnya di Madura timur atau Sumenep. Beliau dikenal dengan nama Pangeran Katandur. Ulama besar yang makamnya hingga saat ini keramat dan menjadi sasaran anak panah para peziarah. Di Madura, anak cucu Pangeran Katandur banyak yang menjadi tokoh-tokoh besar di bidang agama dan pemerintahan. Di bidang pemerintahan, dinasti terakhir Keraton Sumenep merupakan keturunan sang Wali yang ahli nandur (bertani) ini. Di bidang agama, banyak pesantren-pesantren besar di Madura (Sumenep-Pamekasan, khususnya), maupun di tapal kuda yang masih merupakan keturunan Pangeran Katandur bin Panembahan Pakaos bin Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Khalifah Husain (Sunan Mertayasa). RM Farhan
Bangkalan Jejak Ulama BANGKALAN Tapal Kuda Jejak Ulama Tapal Kuda Kakek Sunan Kudus di Madura Bangkalan Makam Sunan Mertayasa

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru