matamaduranews.com-SUMENEP-Batuampar adalah saat ini merupakan salah satu desa yang terletak paling barat di Kabupaten Sumenep. Desa ini juga terletak di perbatasan antara Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Pamekasan.
Menurut sumber profil desa Batuampar, yang pertama kali memberi nama Batuampar ialah Kiai Abdullah, setelah hijrah ke sana atas perintah guru sekaligus pamannya, Kiai Raba. Alasan pemilihan nama Batuampar, karena di desa tersebut sejak dulu banyak terdapat hamparan batu, yang dalam bahasa Maduranya disebut bato ngampar.
Salah satu hamparan batu yang selanjutnya menjadi tempat bermukimnya Kiai Abdullah, ialah hamparan batu yang di bawahnya terdapat dua sumber air yang sangat besar di tempat yang berbeda. Dua sumber yang letaknya sama sama di Dusun Somalang itu sejak dahulu banyak dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar masyarakat setempat.
Hamparan batu itupun juga merupakan sumber penghasilan dari sebagian masyarakat Batuampar dengan mengolahnya menjadi batu bata. Berdasarkan fenomena banyaknya hamparan batu itulah kemudian Kiai Abdullah memberi nama Batuampar untuk tempat yang selanjutnya banyak disebut dalam sejarah di Sumenep ini.
Secara administratif Desa Batuampar terletak sekitar 2 km dari ibu kota Kecamatan Guluk-Guluk, atau kurang lebih 36 km dari Kabupaten Sumenep, dengan dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di antaranya di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Payudan Karangsokon. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Banban Kecamatan Pakong, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Palalang.
Jarak tempuh Desa Batuampar ke ibu kota kecamatan adalah ± 15 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar ± 15 menit. Sedangkan jarak tempuh ke ibu kota kabupaten adalah ± 50 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 50 menit.
Sejarah Pemerintahan Desa
Pemerintahan Desa Batuampar merupakan satu pemerintahan yang ada sejak jaman keraton. Sesuai dengan perkembangan keadaan dan kondisi masyarakat maka wilayah pemerintahan terdiri atas 5 dusun.
Meski telah memiliki nama Batuampar, namun di masa awal, yaitu sejak Kiai Abdullah dan beberapa generasi di bawahnya, belum ada belum ada sistem pemerintahan desa di sana. Berdasar riwayat dan catatan-catatan kuna di Sumenep, Batuampar merupakan salah satu kawasan atau daerah Perdikan (mardikan). Yaitu daerah yang istimewa karena bebas pajak.
Sejak Kiai Abdullah memang Batuampar sudah dihadiahkan penguasa Sumenep kepada sang kiai dan keluarganya. Sehingga Kiai Abdullah juga dikenal dengan sebutan Kiai Batuampar.
Sejak masa pemerintahan dinasti terakhir Sumenep, status Batuampar menjadi daerah perdikan. Namun belum ada pemimpin semacam kliwon atau kalebun atau kepala desa. Yang ada ialah Penghulu Mardikan.
Baru kemudian di sekitar abad 19, yaitu dibentuklah sistem pemerintahan desa di sana. Masyarakat Batuampar pun lantas mencari sosok mumpuni untuk memimpin Desa Batuampar. Namun karena di Desa Batuampar masih banyak keluarga keraton Sumenep, yang mana sejak jaman dulu sangat ta’dimi dan dimuliakan oleh masyarakat, maka tidak ada kalangan masyarakat di sana yang berani mencalonkan diri. Maka dipilihkan Raden Ario Suryoadiwinoto sebagai kepala desa pertama.
Raden Ario Suryoadiwinoto berasal dari keluarga keraton, yang bersusur galur pada Bindara Saot anak Kiai Abdullah, selaku tokoh awal dinasti terakhir Sumenep (1750-1929 M). Beliau menetap di Batuampar setelah diambil sebagai menantu oleh Penghulu Mardikan Batuampar, Kiai Ahmad Ghazali, yang nasabnya bersambung pada Kiai Ibrahim, saudara Bindara Saot yang menetap di sana.
Nah, dalam memilih calon kepala desa sejak periode pertama itu hingga beberapa periode, pemilihan hanya ada satu calon, yang notabene merupakan keturunan bangsawan keraton Sumenep yang berdomisili di sana. Sehingga sejak periode pertama yang menjadi pemimpin atau Kepala Desa Batuampar adalah keturunan “raja†yang hingga sekarang terkenal dengan sebutan Raden Bagus jika laki-laki, dan Raden Ajeng jika perempuan.
Kepemimpinan atau Kepala Desa Batuampar selama beberapa periode tetap dipimpin oleh kalangan keturunan “rajaâ€. Dalam catatan setempat, selama memimpin Batuampar, para kepala desa yang notabene keturunan raja ini memang terkenal cukup mengayomi terhadap masyarakatnya. Kepemimpinan secara estafet berdasar trah itu berlangsung tahun 2003.
Lambat laun, masyarakat Batuampar semakin maju dan berpendidikan. Sehingga mulai ada perubahan sistem. Kalangan di luar bangsawan, yang identik dengan kalangan petani, mulai ada yang berani mengincar kursi kepala desa di Batuampar.
Pada tahun 2003 diselenggarakan pemilihan Kepala Desa Batuampar yang calonnya terdiri dari 5 orang. Yakni 3 orang calon dari kalangan darah biru, dan 2 orang calon dari kalangan petani. Terjadi peristiwa yang mengejutkan. Yang menang dalam pemilihan Kepala Desa periode 2003-2008 tersebut adalah dari kalangan petani.
Namun pada tahun 2008 saat kembali diadakan pemilihan Kepala Desa, calon hanya 2 orang. Yaitu 1 orang mantan Kepala Desa (incumben, yang berasal dari kalangan petani), dan 1 orang dari kalangan darah biru. Kali ini kemenangan diraih calon dari kalangan darah biru. Desa Batuampar kembali ke ahli warisnya.
Hingga pada Pemilihan Kepala Desa periode 2014-2019, jabatan Kepala Desa Batuampar oleh masyarakat masih dipercayakan kembali kepada Kepala Desa terpilih, yang saat ini ialah H. R. B. Mohammad Farid Rafik.
RM Farhan M
Write your comment
Cancel Reply