matamaduranews.com-Malu. Marah. Dongkol. Ngambek. Nyinyir. Dan sejenis ungkapan untuk merespon kabar dua wartawan-korban kekerasan kades dan eks kades-memilih damai. Mencabut laporan di Polres Sumenep.
Apa yang dirasakan teman-teman wartawan yang lain? Sakit hati, kah? Yang dirasakan tergantung individu wartawan. Bahkan ada yang sumringah karena kejipratan uang damai. Yang kata berita-uang damai itu mencapai Rp 150 juta.
Ke manakah peran asosiasi wartawan? Ke manakah sekumpulan wartawan yang selalu bersuara solidaritas profesi hingga berpeluh kuning demo di Mapolres. Menuntut keadilan.
Saya lagi posisi ada di luar kota. Tepatnya di kepulauan. Waktu ramai-ramai uang damai korban kekerasan Rp 150 juta itu. "Awalnya Rp 150 juta. Saya negosiasi eh bukan turun. Tapi membengkak. Jadi Rp 1 miliar," ucap seorang sumber yang tak mau disebutkan namanya.
Sumber itu nyebut tak jadi damai karena permintaan selangit. Biar ketemu di pengadilan, kata si sumber.
Itu tanggal 1 April. Waktu dini hari. Sengaja saya pakai telpon menghubungi relasi meski ada di luar kota Sumenep. Bagi wartawan bukan hal sulit melacak informasi.
"Tiga pelaku sudah menjadi tersangka," kata sumber lain. Makanya, sabtu malam hari: saya nulis dengan judul: Wartawan, Kades dan Uang Mengalir Rp 11 Miliar.
Eh selang berapa jam tulisan itu. Tersiar kabar pencabutan korban penganiayaan di situs liputan7. Kasus Penganiayaan Dua Wartawan Di Sumenep Berujung Damai Dan Diduga Ada Mahar Rp 150 Juta. Begitu judulnya.
Habis sahur berita itu jadi hot isu. Grup WA kumpulan Wartawan dan Advokat di Sumenep. Begitu berisik. Tiga jam berlalu hampir seribu percakapan.
Di grup itu: uneg-uneg wartawan dan advokat dicurahkan. Tak sanggup saya membaca-nya. Ada yang menulis halus. Sedikit kasar dengan simbol. Ada yang vulgar terbuka-buka: menyamakan dua wartawan itu dengan sebutan jorok dan kotor.
Saya ingin menulis di balik pencabutan laporan dua korban kekerasan itu. Tentu dari korban. Juga ingin menulis apa yang dirasakan banyak wartawan. Termasuk mewakili advokat yang ikut mendampingi dua korban saat melapor ke Polres usai kejadian. Juga Ketua AWDI (asosiasi yang menjadi tempat bernaung korban) ingin mewawancarainya.
Tapi rencana itu gagal berantakan. Saya kena diare. Selama 4 hari berlalu. Saya mulai baikan. Setelah saya dirawat inap di RSUD Sumenep. Gegara diare 4 hari belum kelar. Tentu darah sampai 80.
Saya ngajak istri jalan-jalan ke rumah sakit. Sampai di ruang IGD. Saya bilang ke petugas mau rawat inap karena diare sudah berlangsung 4 hari. Sekalian ingin ngecek: apakah UHC program kesehatan gratis yang diluncurkan Bupati Fauzi masih berlangsung.
"Semua gratis. Kan UHC," tutur Nurul Syamsi-salah satu perawat yang sudah lama kenal. Beruntung ada Syamsi. Ruang IGD terlihat penuh pasien. Dokter dan perawat sibuk wira-wiri mengobati pasien. Saya gak lama tiduran di kasur. Tiba-tiba Nurul Syamsi nanya. "Ngapain. Eh..kenapa,".
Rupanya Syamsi bertugas pagi-siang di IGD. "Tumben gak wa. Biasanya wa dulu sebelum ke rumah sakit," ucap Syamsi sambil tersenyum. Kedua tangan sambil mempersiapkan alat tensi darah. Setelah itu, ada komando: lamgsung digerojok.
Tak sampai 15 menit satu kantong infus habis. Tensi darah kembali diperiksa oleh dokter jaga yang baru datang. "110. Normal," ucap si dokter sambil membuka alat yang menempel.
Setelah terasa normal. Saya mulai bisa menulis di wa. Juga menulis catatan ini meski agak pusing.
Didik Setiabudi-salah satu wartawan tivi nasional mengirim chat WA Ketua DPRD Sumenep, KH Hamid Ali Munir. Kata Didik-Ketua DPRD mendukung langkah wartawan untuk membongkar aliran uang Rp 11 miliar yang masuk lewat salah satu staf fraksi DPRD Sumenep.
Waktu Didik ngirim WA Ketua Hamid Ali Munir. Badan terasa lemas. Sehari lebih 10 kali diare. Saya hanya jawab: nanti saya tanya ke anggota Pansus LKPJ. Itu data dari anggota Pansus LKPJ Bupati.
Bulan Ramadlan penuh ampunan dan rahmat Allah seperti tak jauh dari hingar bingar duniawi.
Lalu, hikmah apa yang perlu dipetik? Hanya perlu saya yakini. Semua Yang Terjadi Atas Kehendak Allah. Termasuk 4 hari saya berbaring karena diare. (*)
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.
Write your comment
Cancel Reply