Post Images
Catatan: Hambali Rasidi matamaduranews.com-SETIAP event Pilkada Sumenep, PKB selalu menjadi perhatian. Baik dari lawan politik maupun bandul politik. Maklum, mayoritas warga Sumenep adalah NU. Warna politik warga NU tergantung titah kiai. Dan para kiai itu, mayoritas bergabung ke PKB. Partai yang dilahirkan dari rahim PBNU, tahun 1998. Namun, persoalan baru mulai muncul. Ketika suara besar warga NU itu tak bisa disatukan. Tak bisa satu suara memenangkan calon bupati dari PKB atau dari NU. Kenapa? Para Kiai NU itu ternyata punya pandangan politik berbeda sejak lama. Greg Barton menyebut, para ulama NU itu biasa berbeda pilihan karena pandangan politiknya yang fleksibel dan akomodatif. Greg Fealy dalam buku Ijtihad Politik Ulama; Sejarah NU 1952-1967, menyebut para elit NU selalu bersikap hati-hati, luwes, dan memilih jalan tengah menuju maslahat (kemaslahatan) dan menjauhi mafsadah (kerugian-kerusakan). Memang suara NU tidak pernah utuh untuk mendukung salah satu calon dalam kontestasi Pilkada hingga Pilpres. Walau Ketua PBNU Hasyim Muzadi ketika itu mendampingi Megawati di Pilpres 2004. Suara NU masih terbelah. Suara NU hanya bersatu saat Pemilu 1955. Suara warga NU yang tersalur dalam Partai Politik NU di Pemilu 1955 menempati urutan ke tiga. PNI (57 kursi), Masyumi (57 kursi), NU (45 kursi), PKI (39 kursi). Kursi NU di DPR, seperti dicatat Greg Fealy dalam Ijtihad Politik Ulama, melonjak dari 8 kursi menjadi 45 kursi. Naik sebesar 462 persen. Masyumi hanya naik dari 44 ke 57 kursi. Di badan Konstituante, NU berhasil menempatkan 91 wakilnya. NU bernasib lebih beruntung daripada Masyumi. Saat Pemilu Reformasi 1999, suara warga NU banyak tersalurkan ke PKB. Sebagian kecil ke PPP. Ketika pemilihan Bupati Sumenep tahun 2000. Calon Bupati PKB yang mengusung KH Ramdlan Siradj, meraih 27 suara dari 45 suara DPRD Sumenep. Padahal suara PKB waktu itu, 25 kursi. Dari mana 2 kursi? Itu limpahan suara dari anggota dewan dari PPP. Pada Pemilihan Bupati Sumenep 2005, suara Kiai NU terpecah. Termasuk pengurus PKB dan anggota dewan yang dari PKB. Mereka memilih mendukung KH Ramdlan Siradj, calon bupati non PKB. Secara terang benderang. Mereka melawan instruksi partai agar memenangkan calon bupati dari PKB. Pilkada 2010, KH Busyro Karim sebagai calon bupati dari PKB. Suara PKB kembali tercerai berai. Kendati demikian, Kiai Busyro calon bupati dari PKB masih memenangkan Pilkada Sumenep. Menghadapi Pilkada 2015, Kiai Busyro mengantisipasi suara NUPKB yang bakal terbelah. Kiai Busyro melakukan gerakan berlapis. Merangkul berbagai stakeholder. Lalu, bagaimana dengan calon bupati dari PKB di Pilkada Sumenep 2020? Semoga para Kiai dan PAC PKB tidak memilih mufaraqah. Jika calon non kader PKB yang maju di Pilkada. Sebagaiman isu yang viral di grup-grup medsos. Pesona Satelit, 11 Januari 2020.
Pilkada Sumenep 2020 Pilkada Sumenep Pilkada Sumenep Suara PKB Pilkada Sumenep

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru