Catatan: Prof Nur Syam
matamaduranews.com-Takdir Tuhan tentang kematian seseorang tentu tidak ada yang tahu. Kepastian tentang kapan seseorang harus meninggalkan dunia ini dan meneruskan perjalanannya ke alam kubur merupakan ketentuan Tuhan yang bersifat azali.
Itulah juga yang terjadi ketika salah seorang guru besar UIN Sunan Ampel yang sangat berbakat, Prof. Dr. KH. Ahmad Imam Mawardi, MA juga harus menghembuskan nafas terakhirnya, pada Ahad, 15 Agustus 2021, pukul 16.30 WIB.
Yang saya tahu beliau memang memiliki riwayat penyakit diabetes, hal ini beliau ceritakan pada saat saya bertemu di kantornya. Saya tidak tahu apakah ada penyakit lainnya.
Sebelum terjadinya Covid-19, saya sering bertemu di dalam forum-forum yang diselenggarakan oleh Kopertais Wilayah IV. Saya juga pernah beberapa kali bertamu di ruangnya, ruang Wakil Koordinator Kopertais Wil. IV di lantai dua Gedung Kopertais Wil. IV di dalam Kompleks UINSA Jalan A. Yani 117 Surabaya.
Prof. Ahmad Imam Mawardi baru saja dikukuhkan beberapa bulan yang lalu. Bersama beliau yang dikukuhkan adalah Prof. M. Fathoni Hasyim, Prof. Masruhan, Prof. Suhartini, Prof. Jauharoti Alfin, dan Prof. A. Zakki Fuad.
Inilah saat UINSA panen profesor, setelah UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga panen guru besar. Saya ingat pengukuhan tersebut pada hari Rabu, 31 Maret 2021.
Suatu peristiwa besar karena terjadi pengukuhan terhadap enam guru besar, yang SK Profesornya ditandatangani oleh Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim. Tentu sebuah kegembiraan yang sangat besar di tengah keinginan untuk menambah jumlah guru besar di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Tetapi takdir akhirnya berbicara lain, sebab satu di antara guru besar yang dikukuhkan Rektor UINSA, Prof. Masdar Hilmy, ternyata sudah ada yang dipanggil Allah SWT. Prof. Ahmad Imam Mawardi sudah mendahului kita semua.
Prof. Imam Mawardi merupakan guru besar yang memiliki talenta hebat. Tulisannya sangat bagus dan orasinya juga sangat memukau. Jarang orang yang diberi karunia Tuhan dalam dua kemampuan sekaligus.
Ada yang menulisnya bagus tetapi kemampuan orasinya terbatas, dan ada yang kemampuan orasinya hebat tetapi menulisnya terbatas.
Beliau penulis artikel yang sangat mumpuni sebagaimana terpublis di Web Pondok Pesantren Kota Alif Lam Mim, dan juga sering di share di WAG UINSA Raya. Beliau juga orator yang hebat. Kemampuannya dalam berceramah tidak terbatas pada audiences tertentu, tetapi pada semua kalangan. Bisa masyarakat awam, birokrat dan para pengusaha.
Kemampuan semacam ini juga tidak terdapat pada semua ahli dakwah. Itulah sebabnya UINSA sungguh sangat kehilangan talenta hebat Prof. Imam Mawardi, yang bisa dinyatakan sebagai sosok multitalent.
Dalam bidang akademis, kemampuan Beliau juga sangat menonjol. Karyanya banyak. Menurut Google Scholar, karya yang citasinya tinggi adalah: "Fiqih Minoritas, Fiqh Al Aqaliyyat dan Evolusi Maqashid Al Syariah dari Konsep ke Pendekatan†dengan 218 sitasi. Kemudian "Al Ahkam Al Sulthaniyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syariat Islam" dengan 97 sitasi, dan “The Political Backdrop of The Enactment of the Compilation of Islamic Laws in Indonesia†dengan citasi sebanyak 33 sitasi.
Seluruh sitasinya sebanyak 427 dengan 7 di antaranya H-Index. Secara keseluruhan karya beliau sebanyak 35 buah baik dalam bentuk jurnal maupun buku.
Yang membanggakan saya adalah karyanya dalam jurnal terindeks scopus, tidak ditulis sendirian tetapi berkolaborasi dengan penulis-penulis lain. Baik penulis dari UINSA maupun penulis dari perguruan tinggi lainnya. Tidak hanya PTKIN tetapi juga PTU.
Hal ini menggambarkan jaringannya yang luas dan persahabatannya yang lintas perguruan tinggi. Ketika saya tanya hal ini Beliau menyatakan: “Biar dosen-dosen yang lain memperoleh ID Scopus tidak hanya saya sajaâ€. Sebuah sikap yang pantas ditiru dan bisa menginspirasi dosen UINSA lainnya, bahwa tidak terdapat jiwa kesombongan akademis di dalam dirinya.
Padahal jika seandainya beliau mau, tentu bisa menulis di jurnal terindeks dengan dirinya sendiri. Tetapi hal itu tidak dilakukannya.
Saya memanggilnya dengan sebutan Cak Profesor, setelah beliau dikukuhkan sebagai guru besar pada Fakultas Syariah. Cak Imam Mawardi adalah ilmuwan yang tuntas.
Sebagai guru besar pada Fakultas Syariah, maka beliau memiliki kemampuan dan penguasaan teks-teks klasik berbahasa Arab yang sangat baik, dan juga teks-teks berbahasa Inggris.
Maklumlah beliau adalah alumni pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo, seangkatan dengan Dr. Sirajul Arifin, lalu melanjutkan pada Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel (1993) seangkatan dengan Prof. Sahid, HM., lalu melanjutkan ke Program Islamic Studies di Mc-Gill Canada (1998) dan program Doktor di IAIN Sunan Ampel (2009). Beliau pernah mengikuti mata kuliah saya, “Paradigma ilmu Sosial, Ilmu Budaya dan Agamaâ€. Kalau tidak salah beliau menulis tugas tentang Teori Konspirasinya C. W. Mills.
Sebagai catatan khusus, beliau menyelesaikan program doktoralnya dalam waktu yang sangat singkat satu tahun delapan bulan. Saya kira sebuah catatan sejarah tersendiri dan sulit untuk dipecahkan rekornya tersebut oleh para doktor lainnya. Apalagi dengan predikat cumlaude.
Beliau tidak hanya berkemampuan akademis, tetapi juga pengabdi masyarakat yang hebat. Beliau dirikan Pondok Pesantren di kota besar Surabaya. Namanya Pondok Pesantren Kota Alif Lam Mim. Sebuah pondok pesantren modern, yang menggabungkan sistem Salafiyah dengan sistem Ashriyah. Pondok pesantren modern berbasis Islam wasathiyah sebagaimana keyakinan pendirinya,
Prof. Ahmad Imam Mawardi. Pondok Pesantren ini terletak di Jl. Kebonsari Baru Selatan, Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya. Pondok ini secara khusus mengajarkan ilmu al-Qur'an. Fokusnya pada hafalan al-Qur'an, tafsir al-Qur'an, dan pemahaman ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Qur'an.
Di pondok pesantren ini juga didirikan SMPIT Alif Lam Mim Surabaya. Meskipun pendidikan umum, tetapi para siswanya diajari tentang hafalan al-Qur\'an, pengajaran kitab-kitab kuning dan pembiasaan kehidupan beragama sesuai dengan Islam wasathiyah.
Di dalam khutbahnya di Masjid Al Akbar, beliau menyatakan tentang kewajiban dakwah itu seumur hidup. Saya dengarkan ceramahnya yang berbobot dengan penguasaan dalil-dalil al-Qur'an yang mantap dan dibarengi dengan kutipan-kutipan teks-teks klasik dan pilihan kata yang tepat.
Khutbahnya sungguh membangkitkan semangat untuk menjadi seorang muslim yang baik dan sekaligus juga mampu menyiarkan Islam di dalam kehidupan. Ceramah beliau ini memberikan penegasan bahwa dakwah tidak hanya melalui ceramah, tetapi yang lebih penting adalah melalui akhlaq al-karimah.
Saya juga telusuri tulisan-tulisan beliau di web pesantrennya, yang yang membuat saya tergetar ketika membaca tulisannya dalam judul “Doktor Kematianâ€, 13 Juli 2021. Artikel ini membahas tentang ujian disertasi doktor KH. Sumarkhan, dengan judul “Kematian dalam Perspektif Imam Khusyairiâ€.
Di akhir tulisannya beliau menyatakan: “Para Pembaca yang Budiman, setujukah dengan kesimpulan terakhir itu? Ada yang ingin segera kembali kepada Allah? Mengapa tidak? Selamat menjadi Doktor Kematian Kiai Sumarkhan. Salam. AIMâ€.Â
Ternyata, 34 hari setelah beliau menulis hal tersebut, maka beliau adalah orang yang merindukan segera kembali ke hadirat Allah SWT. Prof. Imam Mawardi lahir pada 20 Agustus 1970 dan meninggal pada 15 Agustus 2021.
Selamat jalan Cak Prof. Imam, saya dan semua sahabat dan kolega panjenengan menyaksikan panjenengan orang yang sangat baik dan sangat layak menjadi penghuni surganya Allah SWT. Lahu Alfatihah…
Wallahu a’lam bi al shawab. Â
sumber: nursyamcentre.com
Write your comment
Cancel Reply