matamaduranews.com-SUMENEP-Sanksi ringan bagi pelaku penembakan yang menewaskan Herman (24), warga Desa Gadu Timur Kecamatan Ganding, Sumenep mendapat respon dari Marlaf Sucipto, seorang Advokat & Legal Research.
Menurut Marlaf, para penembak Herman, selain melanggar kode etik profesi Polri. Juga layak diduga melakukan tindak pidana.
Seperti diketahui, Herman diketahui mengidap gangguan jiwa tewas di jalanan setelah ditembak polisi.
Herman ditembak mati di jalan Perum BSA Kolor, Sumenep beberapa waktu lalu disangka sebagai seorang bandit atau begal motor.
Kasus itu menyeret empat anggota Polres Sumenep pada sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Keempat anggota Polres Sumenep yang terlibat dalam kasus penembakan itu yakni Aiptu WW, Aipda AE, Aipda ES, dan Bripka AS.
Berdasarkan sidang KKEP tertanggal 20 Mei 2022, keempat anggota Polres Sumenep itu dijatuhi sanksi tegas sesuai aturan dan Undang-Undang yang berlaku.
“Terkait penembakan Herman oleh anggota Sat Reskrim Polres Sumenep beberapa waktu lalu, anggota kami sudah disidangkan di Bid Propam Polda Jatim. Dalam persidangan itu, keempat anggota kami dinyatakan terbukti melanggar Perkap No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri,†kata Kapolres Sumenep AKBP Rahman Wijaya dalam rilis, Senin (30/5/2022).
Berikut ulasan Advokat Marlaf Sucipto:
Marlaf Sucipto
Para Penembak Herman, Selain Melanggar Kode Etik Profesi Polri, Juga Layak Diduga Melakukan Tindak Pidana
Berdasarkan rilis yang beredar, polisi yang terkonfirmasi telah melakukan penembakan terhadap Almarhum Herman; Warga Gadu Timur, Kecamatan Ganding, Sumenep, telah diputus melanggar kode etik sebagaimana Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Keputusan Majelis Etik Kepolisian Daerah (POLDA) Jatim, telah memberi sanksi meminta maaf dan demosi terhadap para pelaku. Sebab itu adalah sidang etik, ya, sudah tepat. Peradilan etik itu hanya menyangkut kode etik. Bukan yang lain.
Mereka yang terkonfirmasi menembak Herman, saya rasa tidak hanya melakukan pelanggaran etik, tapi juga layak diduga melakukan tindak pidana.
Bersambung
Berdasarkan vidio kejadian yang beredar kala itu, tindakan polisi yang terus melakukan penembakan saat Herman sudah tidak berdaya, sudah tersungkur ke tanah, menurut saya, telah memenuhi unsur Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kejahatan Terhadap Nyawa.
Unsur kesengajaan dalam merampas nyawa orang lain sebagaimana bunyi pasal tersebut, menurut saya, terpenuhi: subjek polisi yang menembak dalam keadaan sadar; subjek polisi yang menembak juga sadar jika senjata api yang digunakan dapat membuat orang meninggal dunia; kondisi korban Herman telah lemah dan tersungkur ke tanah, tapi polisi masih terus menembak Herman saat dalam kondisi tersebut.
Selain Pasal 338 KUHP, ada Pasal 359 KUHP yang mengatur soal kealpaan dan/atau kelalaian. Jadi, Polisi yang melakukan penembakan, selain diduga melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 338 KUHP tetang Kejahatan Terhadap Nyawa, juga patut diduga melakukan tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 359 KUHP tentang kealpaan. Tindakannya pun saya rasa telah memenuhi unsur pasal ini.
Jangankan dengan sengaja melepaskan tembakan yang bisa melukai dan merampas nyawa, menyetir kendaraan bermotor di jalan kemudian tanpa sengaja menabrak orang dan orang yang ditabrak meninggal dunia, yang menabrak dapat dijerat sesuai Pasal 359 KUHP sebab kealpaan dan/atau kelalaian.
Keputusan Majelis Etik Polda Jatim yang telah memberi sanksi etik kepada para penembak Almarhum Herman harus dilanjutkan dengan pemeriksaan dalam dugaan tindak pidana sebagaimana saya jelaskan tersebut.
Sebab, dalam dugaan tindak pidana sebagaimana ketentuan Pasal 338 dan Pasal 359 adalah delik umum, maka polisi langsung bisa memprosesnya tanpa memerlukan laporan terlebih dahulu sebagaimana prasyarat dalam pasal yang masuk rumpun delik aduan maupun delik aduan absolut.
Jika representasi Civil Society seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan warga Ganding terus "bersuara" sebagaimana demonstrasi Senin (30/05) lalu, maka, maka perkara ini, dalam konteks dugaan tindak pidananya, tidak menutup kemungkinan juga akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sebab, kita semua sama di depan hukum sebagaimana asas "equality before the law" dan asas universalitas di dalam hukum pidana. (*)
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.
Write your comment
Cancel Reply