Zarnuji
Oleh: Oleh: Zarnuji (Dosen FISIP Universitas Wiraraja Madura)
matamaduranews.com-TENTU tulisan ini tidak bermaksud untuk mencari persamaan karakter kepemimpinan Putin dan Kertanegara. Sebab, bukti mengenai kepemimpinan Kertanegara saat menjadi Raja Singasari sangat minim, baik bukti dalam bentuk artefaktual maupun tekstual.
Namun tak dapat dipungkiri baik Putin dan Kertanegara memiliki kesamaan dalam hal invasi. Putin yang mempunyai nama lengkap Vladimir Vladimirovich Putin sudah berkali-kali menjadi Presiden Rusia. Hal itu dapat dilihat sejak menggantikan Boris Yeltsin sebagai presiden sementara dari akhir 1999 hingga menjelang pemilu 2000. Kemudian terpilih menjadi Presiden priode 2000-2004 dan 2004-2008.
Putin harus istirahat sejenak dari kursi kepresidenannya karena telah tiga kali berturut-turut menjadi orang nomor satu di Rusia. Dmitry Medvedev yang memenangkan Pemilihan Presiden waktu itu menunjuk Putin sebagai perdana menteri. Kemudian pada Maret 2012 Putin terpilih kembali menjadi Presiden untuk periode 2012-2016, dan priode-priode selanjutnya sampai sekarang. (Baca TEMPO.CO 26/03/21).
Sedangkan Sri Maharaja Kertanegara menjadi penguasa Singasari dengan menggantikan ayahnya, Ranggawuni alias Wisnuwardhana, yang berkuasa antara 1268-1292. Kertanegara merupakan raja terakhir Kerajaan Singasari dari Wangsa Sinelir atau keturunan dari Tunggal Ametung dan Kendedes (Muljana, 1979: 110-117).
Untuk mengantisipasi kekuasan Mongol merambah hingga ke Pulau Jawa, ternyata Kertanegara terlebih dahulu menginvasi Swarnabumi atau Sumatera di barat Jawadwipa (Pulau Jawa).
Invasi ke Swarnabumi dianggap penting karena Selat Malaka di antara Pulau Sumatera dan Semenanjung Melayu itu merupakan jalur dagang dengan bangsa asing. Kalau Sumatera jatuh ke tangan Mongol, maka dipastikan akan mempersempit ruang gerak Singasari dalam menguasai Nusantara.
Begitu pun Putin, untuk mencegah negara yang tergabung dalam Blok Barat berkuasa hingga ke timur dengan NATO-nya, Putin pun langsung menginvasi Ukraina. Apalagi, Ukraina merupakan negara besar pecahan Uni Soviet yang berbatasan langsung dengan Rusia.
Kalau Ukraina menjadi sekutu NATO, tentunya akan mengancam terhadap keamanan Rusia di masa mendatang. Untuk itu, mereka menganggap, bertahan yang baik adalah dengan menyerang.
Untuk membenarkan invasi Rusia dan Singasari, keduanya juga mengeluarkan konsep yang mendukung langkah mereka.
Rusia menamakan invasi ke Ukraina sebagai operasi militer dengan target "Dimiliterisasi dan Denazifikasi" sedangkan invasi Singasari dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu dengan kerangka politik "Cakrawala Mandala Dwipantara".
Pada operasi militer tersebut, Rusia memberangkatkan ribuan tentaranya ke Ukraina dengan dilengkapi peralatan perang yang mumpuni sejak Februari 2022, sedangkan pada Ekspedisi Pamalayu, Singasari memberangkatkan pasukannya yang dipimpin Kebo Anabrang sejak 1275-1286.
Hanya saja, invasi yang dilakukan keduanya tidak melulu berjalan mulus. Kehancuran Singasari ternyata bukan karena peperangan dengan tentara Mongol, melainkan dari orang dalam, yaitu pengkhianatan Jayakatwang, ipar sekaligus besannya sendiri.
Selain itu, tentara Mongol ternyata menyerang bukan dari ujung barat Swarnabumi, seperti yang diprediksi sebelumnya, melainkan dari utara, yaitu melintasi Laut Jawa dan berlabuh di Tuban.
Tidak jauh berbeda dengan invasi Singasari, tentara Putin juga berhasil dipukul mundur oleh tentara Ukraina saat menuju Kyiv, Ibu Kota Ukraina di awal perang, termasuk juga banyaknya orang rusia yang berkhianat.
Peristiwa tersebut memaksa Putin mengubah fokus perang pada wilayah Donbass (Donetsk, Luhansk, dan Kharkiv), termasuk juga Mariupol yang berbatasan langsung dengan Rusia di wilayah timur Ukraina.
Apakah Invasi Rusia ke Ukraina membutuhkan minimal satu dekade seperti invasi Singasari?
Menurut penulis hal itu tergantung pada kekuatan dan pencapaian putin dalam perang. Selain itu, AS beserta sekutunya tak lagi menjadi "kompor" yang bisa membuat perang lebih lama lagi.
Lalu, akankah invasi Rusia dapat mengakibatkan aneksasi atau memunculkan negara baru seperti Singasari yang memunculkan Majapahit dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya?
Bisa saja terjadi, hal itu dapat dilihat dari wilayah yang sudah bergabung, seperti Krimea dan wilayah yang baru-baru ini menyatakan kesiapannya untuk bergabung dengan Rusia, yakni Kherson dan Ossetia Selatan.
Wallahu 'alam.
Write your comment
Cancel Reply