Post Images
Judul Buku: Pena di Atas Langit 2 Penulis: Tofan Mahdi Penerbit: Nuansa Grafika Jumlah Halaman: 312 halaman Peresensi: Dhimam Abror matamaduranews.com-Membaca Tofan Mahdi adalah penjelajahan luas yang merentang jauh menembus banyak dimensi. Dari sebuah desa kecil di Pasuruan, petualangan Tofan meluas sampai jauh ke berbagai antero dunia. Membaca Tofan tidak bisa hanya dilihat dari satu dimensi saja. Pengembaraannya menunjukkan fenomena multi-dimensi khas yang menjadi ciri manusia global dan manusia mondial masa kini. Dari sebuah desa kecil di Pasuruan, pada awalnya Tofan tidak ingin meninggalkan wilayahnya. Ia tetap ingin bekerja di Surabaya, supaya tetap bisa dekat dengan ibunya. Sosok ini menjadi sangat penting dalam perjalanan karir Tofan. Sosok ibu menjadi motivator sekaligus punden dan sumber kekuatan spiritual, yang menjadi inspirasi dalam perjalanan karir dan hidup Tofan. Perjalanan hidupnya berubah. Tofan menjadi manusia global karena tuntutan profesinya. Setelah menyelesaikan episode formal sebagai wartawan profesional bersama Jawa Pos, Tofan hijrah ke Jakarta untuk bergabung dengan perusahaan perkebunan perkembunan nasional. Sebuah pilihan yang awalnya tidak benar-benar ia inginkan, karena sejak awal ia ingin menjadi wartawan profesional. Ia sempat ragu. Tapi kemudian ia meyakini pilihan itu sebagai bagian dari takdir perjalanan hidupnya. Pilihan itu ternyata menjadi episode baru yang menjadi pelengkap dimensi hidupnya yang semakin kaya dan beragam. Ia menjadi seorang public relation profesional dan tetap bisa mempertahankan identitasnya sebagai seorang wartawan. Tofan adalah personifikasi khas dari munculnya fenomena network society atau masyarakat berjaringan. Sebagaimana ditengarai oleh Manuel Castells dalam The Rise of Network Society (1996), masyarakat berjaringan muncul sebagai bagian dari globalisasi dunia akibat ditemukannya teknologi informasi dan internet. Dunia yang global kemudian terhubung menjadi satu, menjadi sebuah jalinan jaringan dunia yang disimbolkan dengan w.w.w atau world-wide web. Globalisasi memungkinkan munculnya jaringan yang menghubungkan satu sudut dunia dengan sudut dunia lainnya. Tidak ada satu pun peristiwa di pojok dunia yang tidak diketahui oleh pojok dunia lainnya. Semua peristiwa yang terjadi akan diketahui secara real time, pada saat itu juga. Globalisasi memunculkan jaringan ekonomi global yang tidak terbatasi oleh batas-batas geografi negara dan bangsa. Persaingan global terjadi di semua sektor kehidupan ekonomi. Produk-produk industry dalam negeri akan langsung berhadapan dalam persaingan global dengan produk dari berbagai belahan dunia lain. Ketika Tofan memasuki episode karir profesionalnya di dunia bisnis kelapa sawit, maka dia memasuki dunia jaringan global, yang mebawanya menjadi manusia global yang melanglang buana. Bisnis sawit menjadi bisnis andalan Indonesia yang masih selalu menjadi sasaran kritik dari para aktivis lingkungan internasional. Kampanye anti-sawit masih selalu muncul untuk mendiskreditkan industri sawit Indonesia. Portofolio Tofan mengharuskannya terbang ke berbagai kota dunia untuk menjawab tantangan kampanye negatif anti-sawit yang dilontarkan aktivis lingkungan internasional. Di dalam era masyarakat berjaringan seperti sekarang, kampanye-kampanye negatif yang diluncurkan melalui jaringan internasional mempunyai dampak yang lebih merugikan. Dibutuhkan keterampilan komunikasi profesional untuk meng-counter balik kampanye-kampanye negatif itu. Jaringan Tofan yang luas di dunia media sangat membantunya dalam menjalankan tugas profesionalismenya yang baru. Pengalamannya sebagai wartawan, yang banyak melakukan liputan internasional, sangat membantunya memahami praktik masyarakat berjaringan dalam tata pergaulan internasional. Tulisan-tulisan Tofan mengenai perjalanan internasionalnya menunjukkan bahwa Tofan adalah bagian dari masyarakat berjaringan yang memanfaatkan teknologi informasi untuk memperkuat kinerja profesionalnya. Kumpulan tulisan ini diberi judul ‘’Pena di Atas Langit 2’’ menunjukkan bahwa di atas langit pun Tofan masih tetap menulis. Itu semua memungkinkan karena adanya masyarakat berjaringan. Dimensi kedua yang bisa dilihat dari kumpulan tulisan ‘’Pena di Atas Langit 2’’ ini adalah fenomena ‘’the power of identity’’ atau kekuatan identitas. Globalisasi dunia menghasilkan budaya global yang seragam. Globalisasi memungkinkan produk-produk kapitalisme global menguasai seluruh penjuru dunia dan mengancam produk-produk lokal. Semua orang di seluruh dunia memakan burger McDonald, minum Coca Cola, dan mengenakan Levi’s. Identitas global ini bisa menggerus identitas lokal jika tidak dilakukan preservasi atau penguatan untuk mencegah erosi akibat budaya global. Dialog budaya global dengan budaya lokal itu melahirkan benturan peradaban yang bisa membuat seseorang kehilangan identitas budaya. manusia global bisa menjadi manusia yang keblinger karena kemudian melupakan identitas lokal yang menjadi ciri khasnya. Beberapa tulisan Tofan menunjukkan kekuatan identitas lokal, sebagaimana diungkapkan oleh Castells dalam dwilogi ‘’The Power of Identity’’ (1997). Budaya global melahirkan masyarakat berjaringan yang bisa merusak jaringan tradisional yang menjadi kekuatan masyarakat tradisional. Budaya lokal yang tumbuh dalam masyarakat tradisional yang patembayan berangsur-angsur terkikis. Nilai-nilai agama pelan-pelan terkikis oleh budaya global, nilai-nilai tradisional, seperti penghormatan kepada orang tua, juga pelan-pelan ikut tergerus oleh budaya global. Di sinilah pentingnya identitas budaya lokal. Salah satu sumber kekuatan identitas budaya muncul dari agama. Di Indonesia, Islam menjadi agama mayoritas yang melahirkan identitas religius sekaligus identitas lokal yang kuat. Penghormatan kepada orang tua menjadi salah satu ajaran sentral dalam Islam. Penghormatan kepada orang tua akan menjadi perekat nilai-nilai keluarga. Ketika nilai-nilai keluarga sebagai unit terkecil masyarakat terjaga, maka unit yang lebih besar dalam masyarakat juga akan terjaga identitasnya. Salah satu episode dalam buku ‘’Pena di Atas Langit’’ menyajikan tulisan Tofan yang sangat menyentuh mengenai perjalanan hidup dari seorang anak singkong sampai menjadi manusia mondial. Dalam tulisan itu tergambar kedekatan Tofan dengan almarhumah ibunya. Tofan melihat sang ibu bukan sekadar sebagai motivator tapi sekaligus punden atau jimat. Fetisisme, atau penjimatan terhadap ibu yang dilakukan Tofan merupakan bagian dari kekuatan identitasnya, yang lahir dari pendidikan tradisional dan pendidikan agama. Nilai-nilai tradisional ini menjadi kekuatan bagi Tofan sehingga dia tidak keblinger ketika berhadapan dengan budaya global. Nilai-nilai tradisional yang menjadi sumber ‘’power of identity’’ bagi Tofan dia pertahankan dan bahkan dia wariskan kepada anak-anaknya. Beberapa tulisan dalam kumpulan buku ini menunjukkan bagaimana Tofan, dengan caranya sendiri, mendidik anak-anaknya untuk tetap mempertahankan identitas lokal untuk memperkuat ‘’the power of identity’’. Dimensi ketiga yang bisa dilihat dari Tofan Mahdi dari kumpulan tulisan ini adalah dimensi nasionalisme-nya yang sangat menonjol. Keterlibatannya dalam industri sawit membuatnya tumbuh menjadi seorang nasionalis yang sangat mencintai negaranya. Ia tumbuh dalam pengaruh budaya nasionalis dalam keluarganya. Semasa kuliah dia ‘’tersesat’’ dalam memilih organisasi kemahasiswaan, sehingga kemudia bergabung dengan HMI (Himpunan Mahsiswa Islam). Tofan mengakui bahwa dia tersesat ke jalan yang benar. Interaksi Tofan dengan HMI memperluas identitas budaya sosial dan politiknya. Sebagai aktifis HMI Tofan punya identitas Islam yang kuat. Tapi, lebih dari segalanya Tofan adalah seorang nasionalis. Ketika bisnis sawit nasional diusik oleh kekuatan kapitalisme global Tofan membela dengan sepenuh hati. Identitas agama dan identitas nasionalismenya yang kental, membuatnya berani menghadapi tantangan glonal itu dengan gagah. Inilah dimensi yang disebut oleh Castells sebagai ‘’The End of Millenium’’ dalam triloginya (1998). Globalisasi melahirkan dominasi negara-negara kapitalis besar. Tapi globalisasi juga melahirkan kekuatan nasionalisme baru, yang menandai akhir dari sebuah millennium. Negara-negara kapitalis besar itu pada akhirnya harus mengalah kepada negara-negara yang punya identitas nasional yang kuat. Nasionalisme dan spirit Islam yang melekat pada diri Tofan itu terlihat dalam pembelaannya yang kuat terhadap Palestina. Dalam perjalanan karir jurnalistiknya Tofan berkunjung ke Palestina dan melihat dari dekat perjuangan bangsa terjajah itu untuk merebut kemerdekaan dari Israel. Di era global yang serba terbuka sekarang ini, penjajahan yang dilakukan oleh Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, sudah kehilangan legitimasinya. Inilah era ‘’the end of millenium’’, akhir dari millennium, ketika kekuatan imperialisme dan kolonialisme global harus diakhiri, dan kemerdekaan semua bangsa diakui. Tulisan dan analisis Tofan yang sangat simpatetik terhadap perjuangan Palestina menjadi bukti keberpihakannya yang jelas terhadap fenomena ‘’the end of millennium’’ itu. Tofan Mahdi mempunyai keterampilan menulis yang fasih, sehingga tulisan-tulisannya terasa ringan tapi penuh tenaga. Tiga dimensi itu, ‘’the network society’’, ‘’the power of identity,’’ dan ‘’the end of millenium’’, tercermin semua dalam kumpulan ‘’Pena di Atas Langit 2’’ ini. Selamat membaca, dan selamat menjelajah. (kempalan)
Dhimam Abror Djuraid Pena di Atas Langit 2 Tofan Mahdi

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru