Oleh: Seddwi Fardiani, S.Pt.*)
Swasembada pangan merupakan cita-cita setiap negara. Pasalnya kedaulatan dan kemandirian bangsa akan mampu diraih dengan tercapainya swasembada pangan. Daging sapi sebagai salah satu komoditas pangan strategis menjadi salah satu fokus pencapaian tersebut. Dalam hal ini, Pemerintah memiliki target untuk mencapai swasembada daging sapi pada 2026. Hanya saja target tersebut masih jauh dari harapan lantaran impor untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok seperti daging sapi masih sangat tinggi.
Menurut anggota komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah mengatakan bahwa Indonesia nyaris tidak bisa disebut mandiri atau berdaulat secara pangan karena masih bergantung kepada impor pangan (katadata.co.id, 30/3/2021).
Pada tahun ini pemerintah berencana akan mengimpor setengah juta ekor sapi bakalan dan lebih dari 185.000 ton daging sapi. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menekan kenaikan harga daging sapi di tanah air. Naiknya harga daging sapi karena pasokan dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan. Dari data Kementerian Pertanian (Kementan) kebutuhan daging sapi di 2021 mencapai 696.956 ton. Sedangkan produksi dalam negeri tahun ini diperkirakan hanya sebesar 425.978 ton.
Menurut Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI Fadjar Sumping dalam keterangan resminya, Kamis (21/1/2021), untuk memenuhi kekurangan daging tersebut, pemerintah akan melakukan impor sapi bakalan sebanyak 502.000 ekor setara daging 112.503 ton, impor daging sapi sebesar 85.500 ton, serta impor daging sapi Brasil dan daging kerbau India dalam keadaan tertentu sebesar 100.000 ton. Dengan impor sebesar itu, stok di akhir tahun 2021 diperkirakan sebesar 58.725 ton dan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan bulan Januari 2022 (www.kompas.tv.com, 21/1/2021)
Padahal, menurut Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI Syamsul Maarif, stok daging sapi dan kerbau masih aman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kemendag bahwa kebutuhan konsumsi daging jelang Idul Fitri 2021 ini sebenarnya bisa dipenuhi dari para peternak lokal. Diperkirakan jumlah sapi peternak lokal yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia mencapai 14 juta ekor. Dari jumlah tersebut, sekitar 4,5 juta di antaranya siap dipotong untuk memenuhi peningkatan konsumsi dalam negeri. Menurut asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pujo Setio, menunjukkan bahwa pasokan sapi lokal Indonesia masih melimpah.
Hanya saja menurut Kemendag, persoalannya tidak semudah itu. Alasannya, peternakan lokal masih berbasis tradisional, yang mana visi kerjanya masih kurang ke arah komersialisasi.
Suatu hal yang lumrah, dalam sistem yang menerapkan ekonomi kapitalis, faktor komersialisasi tidak bisa dilepaskan. Pasalnya daging sapi sebagai komoditas pangan strategis akan memberikan profit yang sangat menggiurkan, terlebih bagi para importir. Ditambah lagi, kebijakan impor yang diluncurkan pemerintah dan klaim bahwa peternakan lokal masih tradisional, justru menghancurkan peternakan lokal itu sendiri.
Sebuah negara yang mencita-citakan swasembada daging 2026 harusnya tidak terlalu bergantung pada impor dan terus berupaya memberdayakan peternakan lokal. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa populasi Sapi Potong di Indonesia setiap tahunnya terjadi peningkatan dengan Provinsi Jawa Timur sebagai penghasil tertinggi. Termasuk di wilayah Madura yakni Kabupaten Sumenep tepatnya Pulau Sapudi merupakan wilayah yang turut menyumbang populasi sapi yang cukup besar. Pada Tahun 2019 populasi sapi di Kabupaten Sumenep mencapai 367.362 ekor sapi atau tertinggi di Jawa Timur (www.sumenepkab.go.id)
Potensi yang luar biasa ini harus terus ditingkatkan oleh pemerintah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang bersumber dari daging sapi tanpa harus menempuh jalur impor.
Dalam rangka mencapai swasembada daging sapi, pemerintah berupaya mempercepat peningkatan populasi sapi potong. Pemerintah melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) pada tahun 2017 dengan target 4 juta ekor akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting. Sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2016, perbaikan sistem manajemen reproduksi pada UPSUS SIWAB dilakukan melalui pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi, pelayanan IB dan kawin alam, pemenuhan semen beku dan N2 cair, pengendalian betina produktif dan pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi adalah melalui implementasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar Ke Dalam Wilayah Negara Republik.
Akan tetapi, upaya tersebut harusnya dibarengi dengan upaya peningkatan produksi ternak yang berorientasi pada kesejahteraan peternak. Kepastian pasar dengan memperoleh daya tawar pada skala usaha yang lebih rasional akan memotivasi para peternak berpartisipasi aktif dalam meningkatkan produktivitas usaha peternakan yang dimiliki.
Saat ini peternak sangat lemah dalam menentukan harga. Harga jual sapi hidup siap potong di dalam negeri jauh dari yang diharapkan para peternak. Sapi-sapi tersebut dibesarkan dengan cara yang masih tradisional. Sementara, modal yang dikeluarkan peternakan cenderung mahal. Peternak lokal akhirnya masih “wait and seeâ€. Jika harga sedang bagus, maka mereka akan menjual sapinya. Tapi jika harga sedang anjlok, maka mereka lebih memilih untuk menunda penjualan sapi tersebut.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak peternak yang kurang memiliki akses pasar, informasi pasar, permodalan dan kelembagaan yang lemah. Kondisi semacam ini kerapkali dimanfaatkan oleh para pedagang/tengkulak yang menguasai akses pasar, informasi pasar, dan permodalan yang cukup memadaI.
Karena itu, pembenahan tata niaga produk domestik menjadi hal penting dalam rangka terciptanya swasembada pangan. Pemerintah harus berupaya menekan biaya budidaya dan pembesaran sapi bahkan memberikan bantuan permodalan kepada peternak lokal, sehingga peternak mampu menghasilkan induk dan bakalan yang berkualitas dan memadai. Dengan begitu pemerintah tidak perlu menjadikan impor sebagai solusi. Disisi lain pemerintah juga harus berupaya meningkatkan posisi tawar peternak, sehingga harga jual sapi potong lokal mampu bersaing di pasaran.
Islam Menyolusi Masalah Peternakan
Pangan merupakan kebutuhan dasar warga negara yang harus dijamin ketersediaannya oleh negara. Utamanya, komoditas pangan strategis yang meliputi padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, gula dan daging sapi. Terlebih  Indonesia tengah menempuh jalan menuju lumbung pangan dunia pada tahun 2045.
Dalam Islam kebutuhan pokok, berupa sandang, papan dan pangan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
الإÙمَام٠رَاع٠وَمَسْئÙولٌ عَنْ رَعÙيَّتÙÙ‡Ù
“Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya. (HR Muslim dan Ahmad)
Untuk itu, menjadi suatu hal yang mutlak bagi negara yg menerapkan Islam secara kaffah yakni Khilafah agar tata kelola dan tata niaga peternakan dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya dengan cara yang sesuai dengan Syariat Islam.
Islam sebagai ideologi yang mengatur segala aspek kehidupan akan memosisikan sektor peternakan sebagai bagian dari tanggung jawab kepemimpinan seorang penguasa. Tersebab hal ini, segala kebutuhan penunjang produksi ternak beserta hasil ternak dari hulu hingga ke hilir, akan diberi fasilitas dengan sebaik-baiknya, sehingga kesejahteraan peternak akan diraih dan kebutuhan akan komoditas pangan strategis akan terpenuhi di dalam negeri tanpa menjadikan impor sebagai satu-satunya solusi yang akan ditempuh.
Negara juga akan mengupayakan aktivitas  inti dari peternakan yakni breeding (pembibitan), feeding (pakan) dan manajemen berjalan dengan baik sehingga diperoleh bibit sapi terbaik, pakan yang berkualitas, memadai dengan harga terjangkau serta manajemen pemeliharaan yang terbaik. Negara juga akan memfasilitasi riset-riset dalam rangka memperbaiki kualitas genetik ternak untuk memperoleh ternak-ternak yang unggul. Di samping itu, negara akan memberikan jaminan perlindungan perdagangan bagi produsen terhadap tengkulak dan kartel, juga termasuk perlindungan konsumen terhadap daging oplosan, gelonggongan maupun beragam kecurangan lainnya. Dengan begitu swasembada daging sapi bahkan seluruh komoditas strategis lainnya dapat terealisasi.
Wallahu a'lam bis shawab
*) Staf Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Kabupaten Sumenep
Write your comment
Cancel Reply