matamaduranews.com-Kabupaten Sumenep di bawah kepemimpinan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo mendapat acungan jempol dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI karena berhasil merumuskan program GETTS (Gerakan Eliminasi Tuntaskan TBC dan Stunting).
Kepala BKKBN Dr. (HC) Hasto Wardoyo, SpOG (K) menyebut, program GETTS sebagai terobosan baru di Indonesia karena menangani dua kasus kesehatan sekaligus, yaitu stunting dan TBC.
“GETTS adalah program inovatif Pemkab Sumenep, karena selain pencegahan stunting juga menyentuh penanganan TBC. Jadi apa yang dilakukan Bupati luar biasa, karena penanganan TBC juga tersentuh pelayanannya,†terang Hasto Wardoyo saat menghadiri acara peluncuran Program Keluarga Keren Bebas Stunting di Sumenep, Selasa, 18 Juli 2023.
“Ini bisa menjadi contoh untuk kepala daerah yang lain. Bupati Sumenep berhasil menurunkan angka stunting sebesar 7,4 persen. Ini luar biasa dan bisa jadi contoh," puji Hasto menambahkan.
Pujian BKKBN tak berhenti di situ saja. Melalui Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng, memberi penghargaan kepada Pemkab Sumenep atas capaian penurunan stunting di Gedung Olahraga (GOR) Untung Suropati, Kota Pasuruan, Jawa Timur, Jumat 28 Juli 2023. Penghargaan itu diberikan karena Kabupaten Sumenep dinilai sukses menurunkan angka stunting secara signifikan.
Stunting
Berdasar data hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) data Prevalensi Stunting di Kabupaten Sumenep, pada tahun 2013, terjadi penurunan 18,2 persen dari penderita stunting sebesar 52,5 persen. Dalam kurun lima tahun, pada tahun 2018, penurunan prevalensi stunting di Sumenep tersisa 34,3 persen. Setahun berikutnya, tahun 2019, prevalensi stunting di Sumenep di angka 32%.
Sejak Achmad Fauzi menjabat Bupati Sumenep awal 2021. Penderita Stunting di Kabupaten Sumenep Nomor 5 se-Jawa Timur. Penderita stunting di Sumenep tersisa 29,4% dari 60 ribu balita Sumenep. (Sumber Data: Survei Status Gizi Indonesia/SSGI 2021).
Pada angka 29,4 persen, sebanyak 17.400 balita penderita stunting di Kabupaten Sumenep tergolong kuning. Jumlah itu sudah melewati warna merah seperti di beberapa daerah lainnya di Jawa Timur. Namun, Bupati Fauzi menarget pada tahun 2024, penderita stunting di Kabupaten Sumenep tersisa 14 persen.
Atasi Stunting
Penderita stunting disebabkan berbagai faktor. Seperti, kurang asupan gizi, kesehatan ibu dan anak, fasilitas layanan kesehatan yang kurang memadai, kurangnya sanitasi dan akses air bersih, hingga isu sosial ekonomi.
Bupati Fauzi merumuskan Program GETTS untuk melakukan dua pola pencegahan dalam penurunan Stunting dan TBC. Tidak hanya tenaga kesehatan. Semua elemen dilibatkan dalam program GETTS. Seperti organisasi perempuan, TNI, Polri dan pemerintah desa. Dengan harapan, program GETTS berjalan lancar dan sukses guna mencegah dan menurunkan kasus TBC dan Stunting.
“Kami bergotong royong menyelesaikan kasus stunting dan TBC di Sumenep, berkolaborasi dengan berbagai pihak agar penanganannya lebih cepat," jelas Bupati Fauzi pada suatu kesempatan.
Bupati Fauzi bercerita, pembentukan program GETTS berdasar pengalaman saat penanganan pandemi Covid-19. Waktu itu, pandemi berlangsung semua orang panik. Namun berkat pola kerjasama dengan rasa bergotong royong. Melibatkan semua unsur-bukan hanya tenaga kesehata. Penyebaran virus Corona teratasi.
Kolaborasi berbagai elemen dalam penanganan Covid-19 yang efektif itu, Bupati Fauzi terinspirasi untuk meniru dalam menyukseskan program lain, termasuk menangani kasus TBC dan Stunting di Sumenep.
Langkah sukses penurunan stunting di Sumenep tergolong sangat fenomenal di Indonesia. Angka ini bisa menjadi salah satu indikator pelayanan kesehatan memuaskan dan kesejahteraan masyarakat Sumenep mulai membaik.
Para ibu hamil dan bayi sudah banyak terasupi makanan gizi yang baik. Penurunan stunting hanya satu bagian dari delapan indikator untuk menyebut masyarakat sejahtera.
Penderita TBC
Tuberkulosis (TBC) salah satu penyakit menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TBC menyerang paru-paru, namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya seperti kelenjar, otak, lambung, dll.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan dan KB Kabupaten Sumenep tahun 2018 hingga 2019, tren kasus TBC di Kabupaten Sumenep terus mengalami kenaikan, dari 1.712 menjadi 1.924 kasus. Sejak Fauzi menjabat Bupati Sumenep pada 2021, Pemkab Sumenep menemukan 1.528 orang yang terdateksi TBC.
Yang dilakukan Pemkab Sumenep untuk menurunkan penderita TBC, salah satunya menggandeng STPI (Stop TB Partnership Indonesia) sebagai salah satu lembaga kemitraan menuju Indonesia bebas TBC.
STPI dan Pemkab Sumenep (Dinkes &KB)Â membentuk Forum Percepatan Penanggulangan TBC. Kemudian menyusun Rencana Aksi Daerah serta Peraturan Bupati tentang penanggulangan TBC. Kemudian menyasar desa dan pesantren desa dan pesantren menjadi sasaran intervensi melalui scaning dan test warga untuk menekan penderita TBC.
Di kelompok masyarakat seperti pesantren, STPI dan Dinkes KB Sumenep membentuk dan melatih 20 kader di Pondok Pesantren. Para kader dilatih untuk melakukan edukasi dan penemuan kasus TBC secara mandiri.
Beberapa kegiatan yang dilakukan di pondok pesantren di antaranya Pelatihan kader TBC, Skrining dan penyuluhan oleh kader TBC Pesantren, pelatihan manajemen ponkestren (Pondok Kesehatan Pesantren) dan refresh materi TBC.
Intervensi di tingkat desa dengan pembentukan desa siaga TBC dan pembentukan kader TBC. Bentukan kader TBC itu aktif melakukan edukasi dan penemuan kasus TBC di desanya. Selain edukasi. Para kader TBC juga melatih kader psikososial terkait masalah psikologis dari pasien TBC. Sebab, pasienTBC tidak bisa diprediksi kondisi psikologisnya. Kehadiran kader itu membantu pasien agar rutin minum obat TBC.Â
Selain kader desa TBC. Pemerintah desa juga mendapatkan asistensi dalam menyusun dan menerbitkan Peraturan Desa tentang penanggulangan TBC yang menjadi dasar penyusunan perencanaan dan penganggaran dana desa untuk kegiatan TBC yang tertuang di RENSTRADES sebesar Rp 4 juta. Anggaran itu untuk memperlancar kegiatan kader desa terkait penanggulangan TBC di desa.
Setelah kader TBC terbentuk. STPI membuat alur kerja dalam proses kolaborasi puskesmas, kader, dan pemerintah desa dalam penanggulangan TBC yang tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang terbagi. Pertama, Pelibatan Kader Dalam Penemuan Kasus TBC Secara Aktif Melalui Kegiatan Sosialisasi Tuberkulosis (TBC). Kedua, Pelibatan Kader Dalam Investigasi Kontak Untuk Membantu Penemuan Kasus TBC. Ketiga, Pendampingan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Dengan Melibatkan Kader di Puskesmas setempat.
Pada tingkat puskesmas.
Langkah STPI bersama Dinkes & KB Sumenep membuka Layanan Dukungan Psikososial bagi penderita TBC di puskesman. Dukungan secara psikologis melalui keluarga penderita TBC agar tak mengalami tekanan psikis selama menjalani perawatan secara kontinyu di puskesmas dan rumah sakit. Karena masa perawatan membutuhkan waktu enam bulan.
Langkah pertama, ada enam puskesmas rintisan untuk menerapkan Program Layanan Dukungan Psikososial bagi penderita TBC. Enam puskesamas itu, dirancang menjadi dua bidang kelompok tugas dalam penanganan TBC.
Pertama, Puskesmas yang menangani bidang intervensi. Kedua, Puskesmas yang menangani bidang kontrol.
“Tiga puskesmas sebagai lokasi intervensi ada di Puskesmas Lenteng, Puskesmas Gapura dan Puskesmas Arjasa. Sedangkan lokasi bidang kontrol ada di Puskesmas Guluk-Guluk, Puskesmas Pragaan dan Puskesmas Saronggi,†tutur Kadinkes Agus Mulyono kepada media.
Agus mengatakan, penanganan penderita TBC di Kabupaten Sumenep perlu penanganan super ekstra. Melalui launching Layanan Dukungan Psikososial. Pola pengobatan penderita TBC yang tidak melulu obat. Yaitu, pelayanan dukungan psikososial yang tersedia di sejumlah Puskesmas di Kabupaten Sumenep.
“Model layanan dukungan psikososial bagi penderita TBC kali pertama diterapkan di Kabupaten Sumenep. Di Indonesia masih belum ada,†kata Kadinkes Agus menambahkan.
Melalui pola kemitraan STPI dengan Dinas Kesehatan Sumenep dengan program layanan dukungan psikososial bisa mengeliminasi kejadian TBC di Kabupaten Sumenep.
Program layanan dukungan psikososial bagi penderita TBC dilakukan di 6 puskesmas untuk mendukung percepatan penanganan TBC di Kabupaten Sumenep baik di daratan maupun kepulauan.
(hambalirasidi)
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.
Write your comment
Cancel Reply