matamaduranews.com-MADURA-Di Madura, nama Aria Wiraraja cukup populer. Meski yang bersangkutan adalah adipati di Sumenep. Namun dilihat dari usia tiga kabupaten lainnya, selaku sesama anak-anak Madura, Sumenep memang tertua. Itu jika dilihat dari hasil kajian penetapan hari jadi masing-masing kabupaten.
Aria Wiraraja yang dalam Pararaton halaman 18 (edisi Belanda) sebelumnya bernama Banak (baca: Banyak) Wedi. Seorang kepercayaan Raja Kertanegara, penguasa Singhasari. Banak berarti angsa. Berasal dari kata sansekerta: hamsa. Banak atau banyak atau angsa, seekor binatang yang dikenal bisa menyerap sari pati susu dari air yang disedotnya.
Banak Wide berarti angsa yang pandai. Hal itu merujuk pada jabatannya sebagai babatangan buyut di sebuah desa yang bernama Nangka.
Sebagai seorang cendekia, ia dipercaya Kertanegara dan diberi gelar Aria Wiraraja. Namun karena berselisih, dan Kertanegara meragukannya, Aria Wiraraja dinohaken (dijauhkan) dengan diangkat sebagai adipati di Sungenep, yakni Madura Wetan (Madura Timur).
Nah, pengangkatan Aria Wiraraja bertepatan dengan 31 Oktober 1269 Masehi. Penjauhan ini kelak membuahkan karya gemilang. Babak awal Nusantara dimulai. Ya, harus diakui keberadaan Nusantara dibidani langsung oleh Aria Wiraraja. Pembidanan yang diwarnai intrik, perjuangan berdarah, muslihat, dan kepercayaan.
Raja di Pulau Garam sebelum Wiraraja
Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan, merupakan tiga kabupaten yang jika diukur dari penetapan hari jadinya, jauh berada di bawah Sumenep. Meski penetapan hari jadi berdasar kajian dan seminar, yang mengacu pada kriteria pokok yang disepakati.
Lalu apakah sebelum Wiraraja, Madura pada umumnya, tidak memiliki sistem pemerintahan sekaligus raja atau pemimpin?
Di masa Aria Wiraraja, Madura berada di bawah kekuasaan Kerajaan Singhasari. Kerajaan yang didirikan oleh Ken Angrok (Shri Rangga Rajasa Sang Amurwabhumi) pada 1222 Masehi. Kerajaan ini berdiri setelah berhasil meruntuhkan Kediri.
Dalam beberapa sumber, pemerintahan di Sumenep khususnya, dan Madura pada umumnya sudah ada sejak sebelum Wiraraja.
Disebutkan dalam sebuah prasasti kuna di pintu Agung Keraton Sumenep, terdapat tulisan Arab dan Madura kuna, yaitu Brahmono Hasmoro Hung Putri Hayu—yang berarti Brahmono = 6; Hasmoro = 8; Hung = 9; Putri = 1; dan Ayu = 1. Maknanya, susunan struktur pemerintahan di Sumenep sudah ada sejak 1 Januari 986 Masehi. Masa itu tentu lebih awal lagi dari masa Wiraraja.
Di buku Sejarah Sumenep (2003), ada nama Pangeran Rato, sebagai penguasa Sumenep. Namun petunjuk detil mengenai tokoh ini tidak bisa terbaca, karena ada lempengan yang hilang.
Nah, ada satu bukti otentik lagi. Yakni prasasti lembaga (tamra prasasti ) Mula Manurung.
Prasasti ini ditemukan di Kediri pada 1975. Namun karena berbentuk lempengan, diyakini ada lempengan-lempengan yang hilang, alias belum diketemukan. Yang ditemukan ada sepuluh lempengan.
Setelah diteliti, ternyata sedikitnya ada tiga lempengan yang hilang. Lempengan berhuruf romawi II, IV, dan VI.
Fatalnya, lempengan VI merupakan data paling penting, karena menyebut tentang nama penguasa atau raja di pulau Madura.
Sedikit petunjuk bisa dihadirkan. Yaitu isi dari lempengan VII A dan VII B. Di lempengan itu dijelaskan tentang nama putra putri dan saudara sepupu Nararya Semining Rat alias Sri Jayawisnuwardhana. Semining Rat atau Jayawisnuwardana adalah ayahanda Kertanegara, raja yang menjauhkan Wiraraja hingga Madura Wetan.
Nah, di sana disebut bahwa salah satu anak Semining Rat dinobatkan sebagai raja di Madura. Jadi raja di Madura tersebut adalah saudara seayah atau seayah seibu dengan Kertanegara.
Sayangnya, nama mengenai raja di Madura itu berada di lempengan VI A (sisi depan) dan VI B (sisi belakang) yang belum ditemukan tersebut.
Namun ini menjadi bukti bahwa sebelum Aria Wiraraja diangkat sebagai Adipati di Sumenep, sudah ada Raja di Madura, yang kemungkinan besar semasa hidupnya dengan Aria Wiraraja sendiri.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply