Oleh: Lailur Rahman*
Menghadapi situasi yang sangat menekan kehidupan masyarakat memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berdamai dengan Covid-19. Beberapa macam intruksi dari Pemerintah untuk dapat mencegah penularan wabah Covid-19 seperti adanya social distancing atau physical distancing membuat masyarakat geram, karena sangat bertentangan dengan budaya komunal layaknya berkumpul, bersalaman, dan interaksi dalam sendi kehidupan lainnya harus diasingkan dengan cepat demi memprioritaskan protokol kesehatan.
Mencermati dalam konteks politik, Pemerintah Indonesia masih belum bisa melakukan intervensi baru terhadap kebijakan-kebijakan yang dinilai inkonsisten. Di dalam memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) misalnya, di beberapa daerah masih terlihat longgar dan tidak jelas dalam melakukan pengawasan. Hal ini dapat kita pantau dari aktivitas pokok ekonomi masyarakat, tak ayal jika masyarakat masih saling berinteraksi dan menjalani status sosial-ekonominya, karena ekonomi bagi mereka sama pentingnya dengan nyawa manusia.
Ketika masyarakat kurang mengindahkan peraturan PSBB, dapat dimaklumi karena pada realitanya bantuan Pemerintah pada kebutuhan ekonomi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini, sebut saja BLT Dana Desa salah satunya kurang maksimal dan tidak merata.
Adalah New Normal pada gertakan baru, jargon populer pasca pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini. Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan tersebut pada masyarakat perlu pemahaman secara kultural, karena dengan adanya terobosan baru mengenai ‘new normal’ bukan membebaskan atau mencabut PSBB pada masyarakat. Akan tetapi berdasarkan pada pertimbangan untuk memulihkan perekonomian masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat harus lebih ekstra hati-hati sesuai dengan protokol kesehatan karena peluang untuk terjangkit wabah Covid-19 semakin besar.
Di sinilah peran Pemerintah dapat diperhatikan kembali bagaimana penerapan dengan new normal ini masyarakat dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan virus Corona semasih belum ditemukan vaksinnya.
Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo juga menegaskan bahwa masyarakat harus berkompromi dan saling berdampingan untuk berdamai dengan Covid-19. Karena pada realitanya dramatisasi media-lah yang menyebabkan virus ini seram dan begitu menakutkan. Nyatanya virus ini begitu lekat dengan kehidupan kita dan Negara dipandang lalai dalam mempersiapkan virus yang sudah terlanjur merebak, sehingga kita merasa kesulitan dalam menghambat persebarannya.
Dalam mengimplementasikan new normal ini, beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah perlu untuk melakukan beberapa kajian dan pengujian secara bertahap untuk dapat mengetahui kondisi masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Keberadaan new normal di tengah aktivitas masyarakat membutuhkan pemantauan khusus terhadap pemberlakuan program new normal ini. Sebab, dengan adanya new normal ini masyarakat lebih mempercayai bahwa PSBB sudah tidak berlaku lagi dan aktivitas beranjak seperti sedia kala.
Memperhatikan pergerakan masyarakat di era new normal, sebagian masyarakat saat ini jarang lagi untuk menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah wabah Covid-19. Protokol dasar seperti pembiasaan memakai masker, aktivitas cuci tangan, kini kerap diabaikan, hal ini dapat digambarkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat akan implementasi protokol kesehatan di tengah pandemi ini sudah mulai menurun.
Sebenarnya, peran Pemerintah Daerah-lah yang berhadapan langsung dengan rakyat dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Jika rakyat kurang mengindahkan protokol kesehatan, tentu di dalam perberlakuan kebijakan Pemerintah kurang maksimal. Pemantauan pada pergerakan rakyat sangat minim dan imbasnya masyarakat kurang memahami bagaimana sebenaranya new normal itu diberlakukan.
Sudah menjadi keharusan bagi Pemerintah untuk memberikan arahan terhadap rakyatnya. Peran Pemerintah jangan hanya sampai pada kebijakan yang sinkron, namun juga sebisa mungkin membaur dan memberikan ruang berdasarkan topoksi masing-masing terhadap rakyat daerah agar mencapai relasi yang harmonis dan tidak menjadi demokrasi utopia semata.
Dalam tekanan situasi yang semakin berat pada saat memperhatikan pergerakan masyarakat dan kepatuhan masyarakat menurun terhadap kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan menjadi ujian tersendiri bagi Pemerintah untuk meningkatkan kualitas kedaulatan Negara. Sinergi dari semua bangsa juga dibutuhkan untuk kebangkitan Negara kita dari keterpurukan berbagai dampak pandemi ini. Dalam hal ini pemuda di masyarakat yang memegang peran penting dalam membantu, mengkaji data fakta di lapangan, sehingga dapat termobilisasi dengan baik relasi Pemerintah dengan masyarakat.
Semoga kepedulian Pemerintah tidak hanya berantusias pada saat pemberlakuan new normal. Akan tetapi, harapan pasca pandemi ini kepedulian terhadap pergerakan nasyarakat yang benar-benar membutuhkan arahan untuk bersama-sama menggeliatkan kehidupan yang sejahtera. Wallahu a’lam.
*Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Write your comment
Cancel Reply