Ikhtiar adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengupayakan seluruh pemikiran dan dzikir untuk dapat mengaktualisasikannya atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah SWT dan menempatkan dirinya bagian dari masyarakat yang terbaik (khaira ummah). Dengan kata lain, dengan berikhtiar manusia dapat memanusiakan dirinya.
Ikhtiar juga merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat. Ikhtiar dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya.
Tetapi bila usaha gagal, hendaknya tidak berputus asa. Sebab, Islam melarang umat muslim untuk berputus asa dan menganjurkan tetap berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidup untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagi seorang muslim, dalam berusaha haruslah mempunyai visi dan misi yang jelas, yakni tidak bekerja asal-asalan.
Pandangan tersebut seharusnya sangat jelas tertanam dengan sangat kokoh dalam diri setiap pribadi muslim, sehingga dia akan membuat suatu perencanaan bahwa setiap pekerjaan harus dilaksanakan dengan penuh semangat dan antusias. Sejalan dengan pandangan tersebut, Toha Tohara mengatakan bahwa “hidup mengukir rencana tanpa tujuan hanyalah membuang waktuâ€. Karena itu, untuk memulai suatu pekerjaan, hendaklah setiap muslim terlebih dahulu mempunyai rencana yang matang, sehingga pekerjaan kita tidak akan sia-sia.
Manusia terbaik adalah yang terus bergerak, memanfaatkan setiap potensi yang dia miliki untuk merebut sebuah kemenangan. Potensi yang termanfaatkan tidak hanya dari fisik, tetapi juga dari jalur ruhiyah, misal shalat, dzikir, dan doa. Ikhtiar tanpa doa adalah sebuah kesombongan sebagaimana doa tidak disertai dengan ikhtiar adalah kesia-siaan.
Dalam al-Qur'an banyak ayat yang mengisyaratkan agar manusia berusaha (ikhtiar) dalam kehidupannya. Salah satu isyarat tersebut sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah SWT dan ingatlah Allah SWT banyak-banyak supaya kamu beruntung.†(QS al-Jum'Äh: 10)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT menyuruh manusia untuk terampil berusaha (ikhtiar) sebagai pekerja dalam rangka menggapai keberuntungan hidup di dunia ini. Tetapi dengan tidak meninggalkan atau mengabaikan amalan untuk kesiapan hidup di akhirat nantinya, salah satunya dengan cara mendekatkan diri kepada Allah.
Walaupun demikian, seorang muslim juga tidak harus merendahkan harga dirinya sendiri. Misalkan usaha untuk membangun masjid atau tempat ibadah lainnya dengan cara mal-amal di pinggir jalan. Hal tersebut secara subtansi bagus sebab diniatkan untuk mengharap amal jariyah dari pengendara yang lawat. Hanya saja elokkah misalkan ada non muslim yang lewat dan melihat harga diri muslim yang digadaikan dipinggir jalan?
Tidak hanya itu, mayoritas mal-amal yang menjadikan garis putus jalan sebagai tempat bertengger, padahal sejatinya garis itu adalah tanda dibolehkannya mendahului, mengakibatkan pengendara sedikit risih. Selain penempatan yang tidak tepat, (di Bangkalan misalnya) karena jumlahnya yang lumayan banyak (dari mulai daerah Tanah Merah sampai sekitaran Blega). Sehingga, hal tersebut menimbulkan pertanyaan, tidak adakah teguran dari pihak berwajib?
Karena itu, bagi seorang muslim _yang memang menjadi sebuah keharusan untuk berkehidupan secara dinamis, alangkah lebih eloknya untuk mencari alternatif lain yang lebih bijaksana untuk segala bentuk ikhtiarnya, terlebih untuk dijadikan sebagai usaha mewujudkan tempat sakral, sebagai upaya menjaga harga diri dan muru'ah agama Islam. Sementara di sisi lain, cendikiawan dan orang-orang yang memiliki prinsip keagamaan yang mumpuni seharusnya bisa mempertimbangkan segenap perilaku masyarakat dan meluruskan yang dinilai melecehkan agama Islam, sehingga tidak ada kedok kebaikan dalam tubuh agama yang disiplin ini.
*) Mahmudi adalah mahasiswa STIU Darussalam Bangkalan
Write your comment
Cancel Reply