matamaduranews.com-SUMENEP-Lembung, Lenteng, Sumenep merupakan kawasan penting dalam lintasan sejarah Sumenep tempo doeloe. Kawasan ini merupakan salah satu akar asal usul (genealogi) para penguasa Madura Timur sejak abad 18.
Para penguasa Sumenep sejak abad tersebut dikenal sebagai dinasti terakhir yang mengendalikan roda pemerintahan (1750-1929).
Di beberapa edisi sebelumnya, Mata Madura sempat mengulas tentang tokoh-tokoh awal Lembung, seperti Kiai Pekke dan Nyai Ceddir.
Sekitar paruh kedua abad 17, Lembung menjadi salah satu pusat jujukan para penimba ilmu agama. Kiai Pekke dikenal sebagai salah satu peletak batu pertama pesantren di sana.
Kali Mata Madura mencoba mengulas beberapa tokoh penerus estafet peninggalan Kiai Pekke.
Kiai Bungso
Kiai Bungso merupakan salah satu ulama Lembung setelah Kiai Pekke.
Tidak ada keterangan mengenai nama asli beliau. Bungso bermakna bungsu (anak paling muda).
Dalam catatan kuna naskah Lembung, Kiai Bungso memang dikenal sebagai anak termuda Kiai Khatib Bangil, Prongpong (saat ini masuk kawasan Desa Kecer, Kecamatan Dasuk, Sumenep).
Kiai Bungso bersaudara dengan Kiai Pekke, Nyai Galuh (isteri Kiai Jalaluddin bin Nyai Ceddir), dan Nyai Narema (isteri Kiai Abdullah, Batuampar).
Bindara Saot
Lahir di Batuampar (saat ini menjadi salah satu desa di kecamatan Guluk-guluk, Sumenep).
Kisah masa kecilnya penuh dengan riwayat menakjubkan. Seperti saat dalam kandungan ibunya sudah bisa menyahut salam. Dan kejadian-kejadian di luar nalar saat masa kanak-kanaknya.
Bindara Saot lahir dari rahim Nyai Narema (saudara Kiai Pekke dan Kiai Bungso). Ayahnya adalah Kiai Abdullah (Entol Bungso) alias Kiai Agung Batuampar).
Setelah menanjak usianya, beliau diasuh pamannya, Kiai Pekke di Lembung). Karena dikenal cerdas, saat masih muda Bindara Saot sering menggantikan pamannya mengajar.
Bahkan saat Kiai Pekke sudah sepuh, Bindara Saot merupakan pengasuh pesantren Lembung.
Sekitar tahun 1749, beliau "dilamar" Ratu Rasmana yang saat itu menjanda. Kejadian unik seputar kisah pernikahannya dengan penguasa Sumenep itu hingga saat ini melegenda.
Tahun 1750, Bindara Saot resmi menduduki tahta keraton Sumenep dengan gelar Kangjeng Raden Tumenggung Tirtonegoro (1750-1762).
Kiai Baroya
Kiai Baroya merupakan salah satu ulama Lembung dan penerus estafet pesantren Lembung. Tidak ada keterangan pasti mengenai tahun hidupnya. Diperkirakan beliau hidup sejak paruh kedua abad 18.
Kiai Baroya sejatinya bukan dari Lembung. Salah satu catatan menyebut bahwa beliau adalah keturunan Kiai Ali Akbar, Pasongsongan.
Versi lain yang muncul belakangan menyebut Kiai Baroya merupakan keturunan Kiai Abdul Karim Balang, Rubaru.
Kiai Baroya menikah dengan Nyai Raimah Lembung.
Dalam dua catatan kuna Lembung Nyai Raimah tercatat sebagai cucu Kiai Bungso Lembung.
Salah satu catatan menyebut ibu dari Nyai Raimah adalah anak perempuan Kiai Bungso.
Catatan lain menyebut sebaliknya, ayah Nyai Raimah adalah Kiai Sholeh bin Kiai Bungso.
Catatan terakhir menyebut ibu Nyai Raimah adalah Nyai Talaga adik kandung Bindara Saot.
Kiai Baroya dan keturunannya selanjutnya meneruskan peninggalan Kiai Bungso, Bindara Saot dan Kiai Pekke.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply