matamaduranews.com-SUMENEP-Nama Raden Kromosure mungkin luput dari catatan babad Sumenep. Meski babad sendiri ditulis oleh salah satu keturunannya, Raden Werdisastro.
Dalam catatan keluarga Rumah Panggung Ronggodiboso, di Kepanjin, Sumenep, Kromosure merupakan salah satu anggota keluarga Ronggodiboso alias Raden Entol Anom.
Raden Entol Anom, salah satu tokoh awal Rumah Panggung di Sumenep. Ulama sekaligus petinggi keraton Sumenep di abad 17.
Kembali pada Kromosure, kali ini Mata Madura bermaksud mengulas peran para anggota keluarga Rumah Panggung, khususnya dalam dinamika politik pemerintahan dinasti Yudanegara.
Pendekar Pilih Tanding
Raden Kromosure, nama ini tercatat dalam naskah kuna silsilah keluarga keraton Sumenep. Khususnya di kalangan keluarga Rumah Panggung Ronggodiboso.
Dalam catatan Silsilah Kiai R. Wongsoleksono, yang ditulis ulang Wedana Kangayan, K. R. B. Moh Mahfudz Wongsoleksono, Raden Kromosure tercatat sebagai Menteri Sotabar.
Sotabar merupakan salah satu wilayah penting keraton Sumenep di abad 17. Pintu masuk wilayah. Perbatasan dengan wilayah kekuasaan Pamekasan.
Tokoh Sotabar yang paling terkenal ialah Raden Sutojoyo. Beliau dikenal sebagai penjaga pintu gerbang keraton di pesisir Utara.
Raden Sutojoyo adalah putra Raden Macan Alas, Waru, Pamekasan.
Nah, Raden Kromosure ini adalah cucu Raden Sutojoyo. Ayahnya, Raden Entol Anom adalah anak bungsu Sutojoyo.
Sementara di catatan K. R. Moh Ramli, juga Wedana Kangayan di masa sebelum Wedana Mahfudz, Raden Kromosure tercatat sebagai Jaksa keraton.
"Sebutan jaksa ini sebelum beliau menjadi Menteri Sotabar," kata R. Iik Guno Sasmito, cucu K. Ramli.
Kedua catatan di atas menyebut bahwa Raden Kromosure adalah adik dari Raden Demang Wongsonegoro, Patih Sumenep yang terkenal di abad 18, sekaligus cucu menantu Pangeran Pulangjiwo (raja Sumenep yang memerintah 1672-1678).
Dari kumpulan kisah tutur yang dikenal, kedua bersaudara ini dikenal sebagai pendekar pilih tanding di masanya. Namun sedikit perbedaan, yang menonjol ialah Raden Kromosure. “Kalau Raden Wongsonegoro lebih menonjol kealimannya di bidang agama,†cerita Iik.
Dikirim ke Besuki
Pangeran Jimat alias Pangeran Cakranegara III (1721-1744) merupakan salah satu penguasa Sumenep yang gemilang di antara penguasa kalangan dinasti Yudanegara.
Di masanya, Sumenep-Pamekasan berada di tangannya.
Di kala beliau pula perluasan kekuasaan Sumenep hingga wilayah tapal kuda.
Nah, penaklukan di sana bukan tanpa perjuangan. Salah satu tokoh Sumenep yang dikirim kala itu ialah Raden Kromosure.
"Beliau lantas dijadikan sebagai Patih di sana dengan gelar Raden Atmologo," kata Iik.
Konon, Raden Atmologo ini diangkat sebagai Patih di Besuki.
"Catatan sejarah umum memang tidak menulis hal itu. Tapi riwayat keluarga menyebut demikian," kata Iik.
Tak hanya Sumenep, di Pamekasan juga beberapa tokoh di sana ikut dalam membabat wilayah tapal kuda. Salah satunya yang kemudian menurunkan Patih Besuki yang dikenal dalam sejarah Tapal Kuda, yaitu Kiai Pate Alos.
"Raden Atmologo dikisahkan hanya sebentar di tapal kuda, karena kemudian ditarik kembali dan menjabat Patih di Sumenep," tambah Iik.
Riwayat Rumah Panggung menyatakan bahwa peran Atmologo lebih pada penaklukan, dan pembabatan awal.
"Jadi semacam pembuka pintu. Yang kemudian dilanjutkan oleh tokoh-tokoh Sumenep-Pamekasan lainnya," jelas Iik.
Menurunkan Keluarga Tameng
Ketika kembali ke Sumenep, Raden Atmologo mengganti kakaknya, Wongsonegoro sebagai Patih Sumenep.
Di masa selanjutnya, keluarga ini memainkan peranan penting dalam angin perubahan di Madura Timur. Khususnya dalam pergantian dinasti.
Dinasti terakhir, yang dimulai dari Bindara Saot (memerintah 1750-1762) memang sempat diwarnai peristiwa berdarah.
Dan keluarga Rumah Panggung, khususnya Wongsonegoro dan Kromosure memang dikenal sebagai keluarga disegani yang memihak Ratu Tirtonegoro dan suaminya, Bindara Saot.
Keluarga ini selanjutnya dikenal sebagai tameng dinasti. Beberapa tokohnya tercatat sebagai tokoh keraton pilihan.
Seperti Raden Tumenggung Ronggo Kertaboso Pratalikromo, Raden Demang Singowongso, Raden Wongsokusumo I dan lain-lain.
R.M. Farhan
Write your comment
Cancel Reply