Blog Details Page

Post Images
Siapa yang tak kenal Gus Dur, ia merupakan cucu kiai karismatik pendiri NU, Kiai Hasyim Asy’ari. Beliu lahir dari seorang ayah bernama Wahid Hasyim, Gus Dur tumbuh besar di lingkungan pesantren. Dan, semasa hidupanya beliau tercatat sebagai Ketua Umum PBNU dan Presiden keempat Indonesia. Secara keturunan dan kedudukan Gus Dur termasuk golongan darah biru. Meski begitu, Gus Dur tetap rendah hati, tidak sombong dan tidak pula jahat pada sesama. Saat menjabat Presiden, Gus Dur terbilang sebagai orang yang tak punya uang. Pasalnya, menurut Mahfud MD yang dikutip penulis dalam buku ini, gaji Gus Dur sebagai presiden sering diberikan kepada orang-orang yang memerlukan atau yang menurutnya membutuhkan meski tak diminta, termasuk pula kepada para menterinya. Alwi Shihab dan AS Hikam adalah menteri yang pernah disedakahi uang oleh Gus Dur, atas dasar Jas dan Sepatu mereka berdua sudah lawas dan tidak layak pakai sebagai seorang menteri. Tidak hanya kepada Alwi Shihab dan AS Hikam, Gus Dur juga sering menyedekahkan uangnya kepada pengurus NU, kiai kampung, dan ustaz; santri, nelayan; tukang kebun; pedagang kelontong dan para petani yang membutuhkan. Baik untuk kepentingan fasilitas organisasi atau untuk memenuhi kebutuhan pribadi keluarga mereka. Kebiasaannya memberi kepada yang membutuhkan beliau lakukan tanpa bertanya apakah yang beliau beri benar-benar membutuhkan atau tidak. Gus Dur tak peduli itu, bahkan beliau tak pernah menyuruh orang untuk menyelidiki orang-orang yang beliau beri. Dalam memberi beliau juga tak pernah melihat siapa yang beliau beri, tak pernah bertanya apa agama dan seterusnya, dalam segala keadaan beliau tak pernah bertanya mengenai identitas seseorang. Baginya semua orang sama, yaitu sama-sama makhluk Allah. Bahkan, beliau sering membagikan uangnya kepada orang yang pernah mengkritik dan masih terus mengkritik pemikirannya (hal. 197). Selain punya kebiasaan memberi, Gus Dur juga punya kebiasaan mendengar lantunan-lantunan ayat suci Al Qur’an yang merdu. Bila ada yang mengesankan hatinya, beliau akan memberi tafsir atasnya. Bukan hanya melalui kaset yang diputar, kadang Gus Dur juga mengundang huuffazah (para penghafal Al-Qur’an) dari Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) dan Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) untuk sema'an (mendengarkan) ayat-ayat suci Al-Qur’an di rumahnya. Terlepas dari semua itu, dalam menjalani hidup Gus Dur terbilang sederhana. Hari-harinya selalu beliau jalani dengan berpuasa sunah. Saat beliau buka puasa atau makan pada umumnya, lauk-pauknya pun tak terlalu mewah seperti orang-orang sekelasnya. Lauk-pauknya hanya terdiri dari tempe, tahu dan sambal lalap; sayur bening atau lodeh, telor dan daging kering; cumi-cumi dan kerupuk (hal. 145). Sedangkan dalam berpenampilan, menurut pengalaman penulis, di rumahnya ataupun di Istana Presiden pakaiannya sama saja, sama-sama sederhana. Buku ini menerangkan sepak terjang kehidupan Gus Dur dalam menjalani hidup sehari-hari. Karya K.H. Husein Muhammad ini punya nilai lebih dibanding dengan karya tematik Gus Dur lainnya. Selain sarat dengan air mata keteladanan Gus Dur, buku ini adalah buku pertama yang meneropong sosok Gus Dur dari kacamata sufisme. Semoga dengan membaca buku ini, kita diberi keinginan dan kesempatan untuk melakukan apa yang telah dilakukan Gus Dur. Wallahu ‘alam. *Ahmad Farisi, Esais, tinggal di Twitter @farisiaris dan Instagram @farisi_af.
Gus Dur Meng-Gus Dur Bersama Buya Husein Samudra Kezuhudan Gus Dur Buya Husein
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Featured Blogs

Newsletter

Sign up and receive recent blog and article in your inbox every week.

Recent Blogs

Most Commented Blogs