Blog Details Page

Post Images
Oleh: Ahmad Farisi* Pada hari Jum’at (24/04/2020), kita resmi memasuki bulan Ramadhan: berpuasa; menahan haus, lapar dan segala bentuk perbuatan keburukan lainnya. Itu secara sederhana. Sederhana banget pokoknya. Bahkan, dari saking sederhananya, boleh dibilang itu adalah pemahaman puasa tingkat anak-anak. Hehehe. Tetapi, secara lebih mendalam, tidak hanya demikian. Lebih dari itu, puasa adalah perjalanan rohani dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan di masa kini dan di masa selanjutnya dan seterusnya. Ya, seterusnya. Bukan di bulan puasa saja. Artinya, setelah bulan puasa, kita nggak  hijrah ke yang nggak-nggak lagi gitu.... Ustadz pun menjawab: “betul...” Oh iya, perlu diketahui, bahwa dalam tulisan ini ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan. Hal itu, yakni tentang kita di dunia maya dan kita di dunia nyata dan kaitannya dengan akitivitas berpuasa kita di tengah pandemi Corona. Jadi seperti ini, sebelum masuknya bulan puasa, tentu kita memahami keadaan dunia maya kita yang penuh dengan seabrek kabar dan berita tematik Covid-19. Namun, pasca tibanya bulan puasa, kabar dan berita tematik Covid-19 di media sosial kita mulai mengalami perubahan. Perubahan dimaksud, jika sebelum masuknya bulan puasa dunia maya kita sesak dengan Corona dan Corona. Maka pasca masuknya bulan penuh berkah ini ruang media sosial kita jadi tambah berwarna. Berwarna di maksud, artinya, selain menghadirkan fenomena Corona. Secara brutal dunia maya kita juga mulai menghadirkan banyak informasi yang berbau bulan suci Ramadhan. Mengapa demikian? Apakah kekhawatiran masyarakat akan pandemi Corona sudah menurun? Sehingga mulai bosan mengingatkan suasana genting Corona? Barang tentu tidak. Ini bukan soal khawatir tidaknya. Tetapi, ini adalah bagian dari cara dan kecerdasan  masyarakat untuk melakukan adaptasi di media sosial atau dunia mayanya. Ya, sekali lagi, ini adalah bagian dan cara masyarakat untuk beradaptasi di media sosial yang juga dialami dalam dunia nyata selain pandemi Corona. Bukan karena sudah tak khawatir akan serangan pandemi. Alasannya, ya, biar kayak orang-orang pada umumnya gitu: (yang kesa-sini posting kegiatan dan peristiwa berpuasanya). Agar tidak terkesan ketinggalan arus perkembangan kehidupan. Netizen pun menjawab: “betul”. Pokoknya, memasuki bulan puasa ini, saya kira, kita benar-benar mampu beradaptasi di dunia maya kita masing-masing. Titik. Oh iya. Adaptasi? jika kita sedikit mau ngobrol tentangnya. Maka saya biasa mengartikannya sebagai sebuah kecerdasan manusia untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan di mana dia hidup dalam suasana dan kenyataan yang berbeda, sehingga memungkinkannya untuk tetap bertahan dan eksis. Yang dalam bahasa Charles Darwin,      dikatakan dengan bahasa "fittest". Fittest, berarti keadaan mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan. Jadi, kunci survive, menurut Darwin, itu bukan yang paling kuat atau paling cerdas, tapi yang paling adaptif. Dan kemudian, nyambung pada pembahasan di atas, seharusnya, jika masyarakat mampu beradaptasi di media sosial yang “maya” secara brutal. Sejatinya masyarakat juga harus mampu beradaptasi di dunia “nyata”. Mengapa saya tawarkan untuk beradaptasi? Karena nampaknya kebanyakan masyarakat masih belum siap memulai hidup baru dengan cara baru di tengah pandemi. Bagi kita yang suka kumpul atau suka ngopi bareng di tempat-tempat umum masih saja terus melakukannya. Padahal, sudah berlaku physical distancing demi mencegah persebaran Corona untuk kebaikan kita bersama. Ah, tapi sudahlah kawan. Jika kita selama ini memang melakukan itu semua. Kita anggap semua itu sebagai kesalahan yang telah berlalu. Tidak usah saling menyalahkan lagi. Kurang baik di saat kita sedang beribadah puasa. Bukan begitu? Ustadz pun menjawab: “betul!”. Sekarang, terpenting hal ihwal yang mesti kita pikirkan adalah bagaimana kita bisa beradaptasi dengan suasana yang belum pernah kita lalui. Lebih-lebih di bulan suci Ramadhan ini. Soal Ramadhan, tentu beda kawan. Jika pada bulan puasa tahun lalu kita suka ngajak buka bersama (bukber-an) sama kawan-kawan kita. Di masa pandemi ini, kalian jangan coba-coba . Sebab, dengan hal itu kalian sama saja dengan ikan yang tak bisa beradaptasi di daratan. Bagaimana ikan? Berkuasa di lautan, mampus di daratan. Wkwkwk Oleh karena itu, sekali lagi, jika pada bulan puasa sebelumnya kalian suka bukberrran... Segeralah beradaptasi dengan kondisi saat ini untuk kemudian tidak bukberan. Ngerti kan...? Oh iya, pada akhirnya saya juga ingin mengatakan: “Ini bukan lagi soal protokol dan anjuran Pemerintah dalam memerangi Covid-19. Namun, lain daripada itu, ini adalah soal kecerdasan kita dalam merawat keberlangsungan hidup dan nyawa kita. Lebih-lebih juga orang lain”. Ngerti......? Sebagai manusia, “jika di dunia maya kita bisa beradaptasi, di dunia nyata, mengapa tidak?” Saya yakin kita bisa. Mari bekerja untuk kebaikan bersama. Wallahu A’lam. *Esais, tinggal di Batang-Batang
Covid-19 Covid-19 Ramadhan Mampu di Dunia Maya Beradaptasi di Dunia Nyata
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Featured Blogs

Newsletter

Sign up and receive recent blog and article in your inbox every week.

Recent Blogs

Most Commented Blogs