matamaduranews.com-BANGKALAN-Kerajaan Madura Barat dengan Pamekasan merupakan dua wilayah yang bersusur-galur pada sosok yang sama.
Para penguasanya, secara genealogi merupakan trah Pangeran Demang Plakaran, Keraton Anyar, Arosbaya.
Jika di Madura Barat melalui Raden Pragalba alias Pangeran Arosbaya, putra muda Pangeran Demang, sementara di Pamekasan berasal dari Raden Adipati Pramono, putra tertua Pangeran Demang yang berkuasa di Sampang.
Di beberapa hitungan generasi selanjutnya, antara trah Pramono dan Pragalba sering terjadi hubungan perkawinan.
Seperti putri Adipati Pramono yang dinikahi oleh Pangeran Suhra (Raden Pradata) Adipati Jambringen, putra Pragolbo.
Di masa-masa selanjutnya juga masih ada hubungan perkawinan. Seperti Raden Tumenggung Ario Adikoro II (1708-1737), yang isterinya adalah putri Pangeran Cakraningrat III (1707-1718).
Begitu juga Adikoro IV (wafat 1750) yang diambil mantu Panembahan Cakraadiningrat V Sido Mukti (1744-1770).
Pengganti Adikoro IV, yaitu Tumenggung Sepuh (Gung Seppo) juga diambil sebagai menantu oleh Sido Mukti.
Nah, hubungan perkawinan itu di suatu masa menimbulkan perselisihan yang berujung pada peperangan antara Madura Barat (sebelum bernama Bangkalan) dan Pamekasan.
Peristiwa itu terjadi pada sekitar 1717-1718.
Kala itu Madura Barat di bawah pemerintahan Cakraningrat III, dan Pamekasan di bawah pemerintahan Adikoro II (Raden Asral).
Seperti disebut di muka, Adikoro II adalah menantu Cakraningrat III.
Di suatu masa, Adikoro II dikisahkan bertengkar dengan isterinya. Sehingga sang isteri lantas pulang tanpa pamit kepada suaminya.
Isteri Adikoro II itu pulang ke Madura Barat. Oleh ayahnya, Cakraningrat III diterima.
Mengetahui sang isteri minggat, Adikoro II murka. Beliau langsung bertolak ke Bangkalan. Sesampainya di sana, Adikoro II dengan menjunjung tatakrama meminta kepada sang mertua untuk membawa pulang isterinya kembali ke Pamekasan.
Namun permintaan itu justru ditolak oleh Cakraningrat III. Hingga membuat Adikoro II marah. Namun ditahannya sambil langsung kembali ke Pamekasan.
Sesampainya di Pamekasan, Adikoro II langsung menyiapkan armada perang. Tujuannya satu, membawa paksa isterinya dan berperang dengan Cakraningrat III.
Perang Berbalut Pemberontakan
Armada perang yang disiapkan Adikoro II rupanya didengar oleh Cakraningrat III. Sehingga beliau langsung mengambil sikap dengan menunjuk adiknya, Raden Jurit alias Pangeran Suroadiningrat untuk menghambat pasukan Adikoro II sebelum masuk ibu kota Madura Barat.
Raden Jurit pun mematuhi. Beliau pun lantas berangkat dengan pasukan besar untuk menyambut perlawanan menantu saudaranya itu.
Sesampainya di perjalanan, atas masukan salah satu menterinya yang bernama Jangkewuh, Raden Jurit lantas berbalik arah. Setelah bertemu dengan Adikoro II, keduanya lantas bersepakat untuk memerangi Cakraningrat III.
Alasannya, Cakraningrat III memang salah dalam mengambil keputusan tidak memberikan kembali putrinya yang masih berstatus isteri Adikoro II.
Pasukan gabungan Raden Jurit dan Adikoro II itu menuju ibukota. Tujuannya untuk melawan dan sekaligus memberontak kepada Cakraningrat III.
Munculnya Keraton Sembilangan
Dalam buku-buku sejarah dan kisah-kisah terdahulu memang banyak disebutkan trik sekaligus intrik keji tentang pemberontakan Raden Jurit ini.
Apalagi saat itu, memang di tanah Jawa dan luar Jawa, Mataram sekaligus VOC disibukkan oleh perlawanan-perlawanan lokal. Sehingga fitnah dan adu domba yang dimainkan VOC berpengaruh dalam penulisan sejarah.
Kesempatan untuk menyingkirkan Cakraningrat III yang mungkin dipandang kurang potensial dalam menyuplai banyak bantuan bagi kepentingan Mataram yang dibayang-bayangi VOC, menimbulkan angin perubahan di Madura Barat.
Cakraningrat III yang sadar jika dirinya dilawan menantu sekaligus adik kandungnya itu ternyata memilih menyingkir dari keraton dan mencari dukungan ke Surabaya sekaligus VOC.
Kala itu di Surabaya, duduk wakil Mataram yang bernama Patih Cakrajaya. Namun Cakrajaya lebih condong kepada Raden Jurit sehingga laporan ke Mataram justru merugikan Cakraningrat III.
Puncaknya, tahta Madura Barat dialihkan ke Raden Jurit dengan harapan bisa lebih didapatkan tenaganya dalam menopang Mataram yang semakin rapuh.
Raden Jurit pun naik tahta dengan gelar Pangeran Cakraningrat IV. Beliau memindahkan pusat pemerintahan dari Tonjung Sekar ke Sembilangan.
Sementara Cakraningrat III akhirnya menyingkir ke Kamal. Berlindung di sebuah kapal VOC. Hingga terjadi peristiwa tragis di sana, yang menyebabkan Cakraningrat III gugur di atas kapal.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply