matamaduranews.com-SUMENEP-Bicara seni tradisional Sumenep, Saronen, maka hampir tidak bisa dilepaskan dari tokoh-tokoh awal, yang diyakini ikut mempopulerkan situs cagar budaya tak benda ini. Saronen kini merupakan satu dari tiga situs cagar budaya tak benda yang resmi diakui pusat sebagai seni asli Sumenep. Dua lainnya ialah Syi’ir dan Nyadar.
Di masa lampau, seni musik tradisional yang bercorak khas dan mencerminkan karakteristik serta identitas masyarakat Sumenep Madura yang tegas, polos, dan sangat terbuka ini tidak hanya menjadi alat hiburan masyarakat. namun lebih dari itu, Saronen juga menjadi media dakwah para ulama dan para wali di Madura Timur khususnya, dalam pembumian Islam di sana.
Setidaknya ada dua tokoh yang diyakini memiliki kaitan erat dengan seni yang pemain sekaligus alat musik berjumlah sembilan ini. Tokoh pertama ialah Kiai Khatib Sendang, dan tokoh kedua ialah Kiai Khalil Sendang.
Nah, kali ini Mata Madura akan mengulas sedikit tentang riwayat dan kisah dakwah Kiai Khalil Sendang. Berikut juga dengan kisah karomahnya yang hingga saat ini menjadi kisah tutur turun-temurun khususnya di daerah Sendang, Pragaan, Sumenep, Madura.
Kiai Nyentrik
Kiai Khalil Sendang merupakan gabungan dari gelar, nama, dan nisbat tempat. Maknanya secara bebas ialah seorang kiai atau ulama atau tokoh di bidang agama yang bernama lahir Khalil dan berdomisili di tempat bernama Sendang.
Menurut R. B. Ja’far Shadiq, salah satu pemerhati sejarah dan budaya di Sumenep, Kiai Khalil Sendang berasal dari keluarga kiai di Sendang. Keluarga Kiai Khalil dan leluhurnya selama beberapa generasi merupakah tokoh-tokoh yang menjadi jujukan keilmuan di bidang agama.
“Beliau dan keluarganya memiki keterkaitan darah atau nasab dengan kiai-kiai di Parongpong dan Batuampar Sumenep,†kata salah satu anggota Komunitas Ngopi Sejarah (Ngoser) ini.
Meski berasal dari kalangan ulama, namun keseharian Kiai Khalil berbeda dengan saudara-saudara dan anggota keluarga besarnya. Kiai Khalil bukannya dikisahkan senang mengaji, beribadah secara dhahir, dan menjalankan ajaran syari’ah secara kaffah.
Kiai Khalil justru dikenal suka pada musik dan kesehariannya tidak lepas dari kegiatan itu. Beliau juga dikenal suka bepergian dan kemana-mana sibuk dengan Saronen.
Berdakwah dengan Musik
Alhasil, Kiai Khalil menurut Ja’far Shadiq dikenal sebagai kiai saronen. Image yang melekat pada sosoknya tentu sedikit negatif. Karena bukan sibuk beribadah, justru asyik bersaronen.
Hal ini tentu saja menjadi bahan pergunjingan. Dan tentu saja pula mengusik para keluarga besar Kiai Khalil Sendang. Di mana di kalangan saudara-saudaranya merupakan tokoh-tokoh alim di bidang agama.
Namun karena setiap harinya Kiai Khalil jarang di rumah, maka kesempatan untuk menyidang kiai nyentrik itu selalu tertunda.
“Kiai Khalil jika bepergian tidak hanya di wilayah daratan, namun juga ke kepulauan,†kata Ja’far.
Karomah Menangkap Suara
Kisah ini merupakan kisah masyhur di kalangan warga Sendang. Khususnya di kalangan penggiat dan pelaku Saronen di sana. Kisah tentang karomah Kiai Khalil Sendang.
Kisah ini diceritakan kembali oleh Ja’far Shadiq narasumber di atas.
Suatu ketika, Kiai Khalil Sendang yang baru datang dari rihlahnya dipanggil oleh kakaknya. Beliau disidang, karena selama ini, pergunjingan tentang Kiai Khalil meresahkan keluarga besarnya.
“Jadi Kiai Khalil dipanggil saudara tuanya. Pergi ke mana saja selama ini, dan disuruh berhenti dari kegemarannya bermain musik atau saronen,†kata Ja’far.
Dengan tenang, Kiai Khalil menjawab bahwa dirinya baru datang dari pulau Gili. Namun riwayat ini tidak menjelaskan pulau gili yang mana. Karena di Sumenep ada beberapa pulau bernama awal gili. Seperti Gili Iyang, Gili Labak, Gili Genteng, dan lainnya.
Setelah itu Kiai Khalil mengatakan bahwa dirinya selama ini berdakwah ke segenap lapisan masyarakat. Jadi kegiatannya bersaronen hanya merupakan sarana dalam dakwahnya.
Tentu saja sang kakak dan saudara tua lainnya dari Kiai Khalil tidak percaya.
“Lantas Kiai Khalil mengeluarkan sebuah bungkusa, berupa sehelai kain sapu tangan. Perlahan bungkusan itu dibuka, dan terjadilah kejadian menakjubkan,†ujar Ja’far.
Kejadian itu berupa suara musik saronen dan suara Kiai Khalil yang berdakwah dengan fasih dan mendalam tentang ajaran agama.
Semua yang menyaksikan tercengang. Kiai Khalil berkata bahwa suara-suara itu sengaja ditangkapnya dan dimasukkan dalam sapu tangan, agar kakak-kakaknya, dan orang banyak bisa mendengar langsung aktifitasnya selama ini.
“Sejak saat itu, kakak-kakaknya dan keluarga besarnya tahu bahwa Kiai Khalil memiliki kelebihan tersembunyi dan maqom yang tinggi di hadapan Sang Kuasa,†ujar Ja’far.
Kiai Khalil wafat dan dimakamkan di Sendang. Makamnya selalu diziarahi orang dan keramat hingga saat ini, khususnya di kalangan masyarakat setempat.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply