Blog Details Page

Post Images
matamaduranews.com-Cakrawala pemikiran Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dalam melahirkan pola pikir Islam berwajah Ahlussunnah wal jamaah mulai dikupas lewat buku yang berjudul Biografi Syaikhona Muhammad Kholil: Guru Para Ulama dan Pahlawan Nasional. Lewat Tim Kajian Akademik dan Biografi yang dikoordinir Dr. Muhaimin, dkk ini sudah mulai beredar Maret 2021. Buku setebal 224 halaman ini, menegaskan bahwa Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan merupakan seorang ulama masyhur intelektual yang menjadi guru para ulama besar di Nusantara. Seperti Hadratusyaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah serta KH As’ad Syamsul Arifin dan beberapa ulama besar yang pernah menimba ilmu kepada beliau. Selama ini, banyak orang mengenal Syaikhona Kholil Bangkalan dari sisi kewalian dan karomah-nya. Lewat buku ini ditulis tentang pandangan Syaikhona Muhammad Kholil terhadap beragam peristiwa yang terjadi baik di dunia maupun di Nusantara yang melahirkan corak ulama Nusantara berpikir Ahlussunnah wal jamaah. Buku ini mengupas awal mula pertemuan beberapa ulama dari Jawa dan Madura di kediaman Kiai Muntaha, menantu Syaikhona Kholil. Pertemuan itu untuk membahas kondisi politik Timur Tengah yang ketika itu Syarif Husein sebagai penguasa wilayah Hijaz digulingkan oleh Ibnu Saud yang berkolaborasi dengan Muhammad bin Abdul Wahab. Cakrawala berpikir Syaikhona Kholill tentu berdampak pada perkembangan Islam Ahlussunnah wal jamaah. Seperti Kiai Abdul Wahab memiliki pandangan Islam yang berbeda dengan pandangan Islam Ahlussunnah wal jamaah yakni pandangan Islam yang belakangan dikenal sebagai Wahabi. "Syaikhona Muhammad Kholil segera mengutus santrinya yang bernama Nasib untuk memberikan pesan kepada para ulama yang sedang berkumpul agar tidak risau dan gelisah atas apa yang sedang terjadi. Hal ini karena Allah telah menjamin keberlangsungan Islam Ahlussunnah wal jamaah," (hal. 80-83). Syaikhona Kholil Bangkalan juga disebut salah satu sosok yang mendamaikan ketegangan antara laku fiqih dengan sufistik atau antara syariat dengan tasawwuf. Ketegangan tersebut dikarenakan adanya polarisasi dua kelompok ini. Yang pertama adalah kelompok yang terlalu mengagungkan syariat dan cenderung menganggap bid’ah bahkan haram ritual dan laku tasawwuf, dan kelompok kedua adalah kelompok yang hanya fokus terhadap tasawwuf serta meremehkan syariat. Syaikhona Kholil Bangkalan mamapu mendamaikan ketegangan kedua madzhab dengan menerapkan apa yang diistilahkan oleh Gus Dur dengan fiqih sufistik. “Fiqh sufistik mencerminkan sebuah model baru dalam menjelaskan permasalahan umat yang tidak hanya dipandang dari segi halal-haramnya, melainkan harus lebih memahami hikmah di balik terjadinya peristiwa yang menimpa kehidupan manusia” (hal. 167-168). Artinya seorang alim sebaiknya tidak mudah menghakimi persoalan keumatan dengan sekadar menjatuhkan hukum halal-haram. Namun lebih dari itu, dia seyogyanya bisa melampaui hal itu dengan cara memahami kompleksitas dan dinamika kehidupan manusia. Dengan demikian, seorang alim tidak hanya dituntut untuk memahami syariat atau hukum Islam, namun juga dituntut memahami kondisi sosial masyarakat yang terjadi, supaya fatwa atau pendapat yang disampaikan dapat dengan mudah diterima. Selain itu, dalam buku ini juga diperkenalkan karya-karya Syaikhona Muhammad Kholil. Beliau menulis beberapa kitab seperti : al-Matnu as-Syarif (1299 H), as-Silah fi Bayan al-Nikah (tahun tidak terlacak), Ratib Syaikhona Kholil (tahun tidak terlacak), Isti’dad al-Maut (1309 H), Taqrirat Nuzhah Thullab (1315 H), al-Bina’ Dhimma Tadrib wa Mumarasah (1309 H), dan masih banyak lagi karya tulis beliau. Hal ini menunjukkan bahwa Syaikhona Muhammad Kholil adalah sosok yang sangat peduli terhadap literasi khazanah keilmuan Islam. Beliau menyadari pentingnya karya tulis dalam menyampaikan gagasan dan pandangannya terhadap pokok-pokok persoalan keislaman. Bagaimanapun inilah warisan berharga dari beliau yang harus dilestarikan. Tidak saja dengan cara merawat karya-karya beliau, tapi juga dengan mengkaji kitab-kitab yang telah beliau tulis. Bukankah seseorang disebut ulama terutama karena ilmu yang dimilikinya?. Jadi cara terbaik menghormati para ulama adalah dengan mempelajari karya-karya mereka. Oleh karena itulah kehadiran buku ini menjadi penting, sebab tidak hanya merekam kehidupan Syaikhona Kholil dari sisi sepak terjang beliau dalam persoalan sosial-kemasyarakatan dan kebangsaan, namun juga menjelaskan kontribusi beliau terhadap khazanah keilmuan Islam. Dengan demikian, buku ini layak dibaca tidak hanya oleh para santri, tapi juga oleh mereka yang ingin lebih mengenal sosok Syaikhona Muhammad Kholil dari sisi keilmuannya. Wallahu A’lam. (nu.or.id) Tufail Muhammad, Alumnus Pesantren Tebuireng Jombang tinggal di Jakarta
Sosok & Tokoh Syaikhona Kholil Bangkalan Buku Biografi Syaikhona Kholil Bangkalan
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Featured Blogs

Newsletter

Sign up and receive recent blog and article in your inbox every week.

Recent Blogs

Most Commented Blogs