Perangkat lunak yang dibawa oleh produk modern membuat manusia kontemporer “candu†terhadap produk modern itu. Mereka lebih senang berselancar di dunia maya di samping mengerjakan tugas-tugas lainnya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Michael Harris pada tahun 2013 terhadap warga Amerika mengungkapkan bahwa dari total 7.500 pengguna telepon seluler, 80 persen mereka mengambil telepon seluler 15 menit setelah bangun tidur.
Di media sosial (medsos) yang serba canggih dewasa ini, semua orang dengan mudah dan gratis bisa meng-update apa saja sesuai seleranya. Video porno dan gambar-gambar telanjang yang tak pantas dilihat oleh orang Islam bisa terlintas di laman facebook tanpa pamit.
Tetapi ciri manusia modern memang senang pada yang instan. Produk modern yang serba cepat dan memakai biaya banyak, di satu sisi memang merupakan suatu kemajuan, namun tak bisa dipungkiri bahwa manusia kontemporer akan kehilangan makna diri. Artinya, ia akan galau dan kekeringan spiritual. Produk modern yang tak menjanjikan apa-apa bisa membuat manusia stres dan pesimis. Karena itu, ia memilih jalan spiritual untuk menemukan jati dirinya.
Kondisi memprihatinkan seperti ini membuat Dr. Abdul Wahid Hasan tergugah untuk membuat buku berjudul "Spiritualitas Sabar dan Syukur" ini. Wahid menegaskan bahwa pemuda mesti bersabar dan bersyukur atas apa yang diberikan Allah pada dirinya. Para pemuda semestinya tidak tergesa-gesa dalam memilih jalannya. Seringkali nikmat yang ada di depan mata ia ambil tanpa mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya, padahal nikmat itu hanya sesaat.
Wahid memberikan contoh semisal para pemuda ketika jomblo ingin segera kawin, setelah kawin ingin punya anak, setelah punya anak pertama ingin punya anak kedua yang tidak sama jenis kelaminnya begitu seterusnya.
Begitulah watak manusia, selalu rakus dan tamak. Seandainya ia tak mau bersyukur dan bersabar niscaya dunia ini tak cukup memenuhi kebutuhannya. Manusia yang diberi pikiran tentunya akan sedikit merenung dari mana oksigen yang kita hirup secara gratis, matahari yang terus muncul setiap hari, mata yang bisa melihat, telinga yang bisa mendengar, mulut yang bisa berbicara. Coba saja Allah mencabut kenikmatan satu saja dari tubuh kita, berapa aktivitas akan terganggu dan pekerjaan tak berjalan.
Begitupun masalah yang dihadapi oleh manusia. Ketika ekonomi menipis, istri ingin punya handpone baru, anak minta mainan, orang tua sakit dan berbagai masalah yang lain, tentu manusia membutuhkan usaha untuk segera mengatasinya.
Nah, dengan demikian buku terbaru Wahid ini bisa membantu meringankan beban hidup. Dengan bersabar dan bersyukur banyak hal yang akan diperoleh. Wahid mengutip Emmons dalam bukunya “Thank! How the New Science of Gratitude Can Make You Happiner†menengarai bahwa dampak syukur secara fisik memiliki daya tahan tubuh yang kuat, kurang terganggu oleh sakit nyeri dan dapat menurunkan tekanan darah dan bisa tidur lebih lama.
Manfaat secara psikologis yaitu hidup lebih waspada, lebih optimis dan lebih bahagia. Sedangkan dampak secara sosial adalah suka membantu, kasih sayang dan sedikit kurang memiliki rasa kesepian dan terisolasi (Hal. 224).
Buku ini merupakan seri ketiga dari buku seri Para Sufi Menjawab. Di edisi ini, buku "Spiritualitas Sabar dan Syukur" hadir dengan wajah baru, yakni lima tulisan merupakan gambaran autentik dari pemikiran Wahid. Buku sebelumnya yang juga ditulis oleh dosen INSTIKA itu adalah Terhubung dengan Tuhan; #QALBUNSALIM, Ya Allah, Mohon Selalu Jaga Hatiku diterbitkan oleh penerbit yang sama. Kedua buku itu membahas masalah tasawuf yang akar masalahnya berasal dari berbagai pertanyaan baik dari mahasiswa maupun dari orang yang konsultasi lewat akun WhatsApp-nya.
Buku "Spiritualitas Sabar dan Syukur" pada dasarnya memberikan gambaran bahwa Wahid adalah pemikir yang terus berkarya dan kreatif. Dengan gaya bahasa yang khas, ia paparkan masalah secara padat dan renyah. Kesalahan ketik di beberapa bagian buku ini merupakan agenda untuk edisi selanjutnya.
Buku ini juga mengutip berbagai kisah bijak-bestari dari para sufi disertai dengan hadis-hadis dari Nabi. Semisal Imam al-Ghazali menyebut cerita sufi yang ia juga tidak menyebut namanya. Suatu ketika sufi itu berjalan sendirian. Di tengah jalan ada seorang perampok yang mengambil uang dari sang sufi itu. Lalu sang sufi karena sabar dan syukurnya akhirnya ia berdo’a “ya Allah, hapuskan dosa orang yang mencuri itu ya Allah, mungkin ia sangat membutuhkan uang itu dari pada akuâ€.
Dengan demikian, di tengah masalah dan tantangan yang semakin karut-marut, buku ini hadir sebagai bentuk terapi di tengah masalah yang melilit. Terapi sabar dan syukur bisa menumbuhkan sikap optimis dan semangat pada orang yang mengamalkannya.
Buku ini ditulis oleh seorang yang pakar di bidang tasawuf. Dr. Abdul Wahid Hasan, selaku dosen di INSTIKA menyajikan fakta-fakta menarik tentang penyakit psikologis masyarakat Indonesia, cerita-cerita arif para sufi disertai berbagai ayat yang termaktub dalam Alquran. Selebihnya, selamat membaca.
* Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi (TP) Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk, Sumenep. Santri asal Pulau Giliyang mondok di Annuqayah daerah Lubangsa.
Write your comment
Cancel Reply