matamaduranews.com-Pergolakan warga Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Gapura, Sumenep kembali mencekam. Warga menolak kedatangan ratusan warga luar desa untuk mereklamasi pantai menjadi tambak garam. Akibatnya terjadi keributan dari dua kubu.
Meski tak ada bentrok fisik. Namun suasana mencekam setelah ratusan warga Dusun Tapakerbau mengusir pekerja luar desa.
Kontributor Mata Madura mengingormasikan, Selasa sore 4 Juli 2023. Ratusan warga Dusun Tapakerbau Gersik Putih berkumpul setelah mendengar ada pekerja luar desa untuk mereklamasi pantainya. "Lalu secara ramai-ramai mendatangi lokasi untuk mengusir pekerja," terang Anwar, kontributor Mata Madura dalam keterangannya ke redaksi.
Lanjut Anwar, suasana mencekam karena laki-laki dan perempuan ramai-ramai datang sambil berteriak mengusir pekerja luar desa dari daerahnya.
Sampai Selasa malam. Ratusan warga tetap bertahan di lokasi konflik. Mereka duduk-duduk beralas seadanya di pinggir pantai, lokasi titik konflik.
Sebagian warga, ada yang melantunkan shalawat untuk membakar semangat warga lain agar tetap kompak. Warga tetap bersikukuh. Tak memperkenankan warga luar untuk bangun pantai menjadi tambak.
Sampai Selasa Malam. Ratusan warga Dusun Tapakerbau Gersik Putih bertahan di lokasi konflik sebagai bentuk mempertahankan pantai sampai titik penghabisan.
Berdasar laporan kontributor, tak ada petugas keamanan di lokasi konflik. Menurut Informasi, petugas kepolisian sengaja tak mendatangi lokasi khawatir dinilai berpihak kepada salah satu kubu.
Meski demikian. Keributan berakhir setelah kubu dari pekerja luar memilih menghentikan aktivitas reklamasi pantai.
Sikap warga Dusun Tapakerbau Gersik Putih ini konsisten dalam pendiriannya untuk menolak adanya Sertifikat Hak Milik (SHM) Pantai dan reklamasi pantai menjadi tambak. Sikap warga disampaikan dengan cara penolakan di lokasi.
Setelah itu, warga secara ramai-ramai mendatangi kantor ATR/BPN Sumenep untuk membatalkan SHM pantai yang terlanjur diterbitkan.
Aksi ke BPN Sumenep dilakukan setelah warga berkirim surat ke BPN hingga tiga kali. Namun, tidak ada respons positif dari BPN.
Warga menilai, pantai seluas 21 hektare diterbitkan SHM pada tahun 2009. Warga menolak legalitas SHM di area laut tersebut.
Pemkab Sumenep terlihat belum melangkah mencari solusi dari perseteruan berlarut-larut ini. (*)
Write your comment
Cancel Reply