Post Images
matamaduranews.com-Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten yang berada di ujung Pulau Madura yang terdiri dari beberapa etnis, yaitu, etnis Madura, Jawa, Arab dan Tionghoa. Penelitian ini fokus kepada etnis Tionghoa karena berangkat dari kajian literatur bahwa di berbagai daerah seringkali terjadi disintegrasi sosial (konflik) antar etnis yang disebabkan persaingan perdagangan, ego etnis, perbedaan agama maupun faktor sosial lainnya. Sejak tahun 1270 etnis Tionghoa menetap di Sumenep terjadi harmonisasi relasi sosial antara  etnis Tionghoa dengan etnis Madura. Kuatnya interaksi sosial kedua etnis berdampak pada situasi sosial belum pernah terjadi konflik rasialis antara etnis Tionghoa dengan etnis Madura sebagaimana konflik gerakan anti Tionghoa Mei 1998 di Jakarta, kerusuhan di Ambon tahun 1999, dan di Kalimantan Tengah tahun 2001. Deskripsi di atas, terumuskan tiga rumusan masalah, Pertama, bagaimana proses terbentuknya interaksi sosial antara etnis Tionghoa dengn etnis Madura di Sumenep Madura. Kedua, apa simbol keharmonisan dalam membangun interaksi sosial antara etnis Tionghoa dengan etnis Madura di Sumenep Madura. Ketiga, apa modal sosial dalam membangun interaksi sosial antara etnis Tionghoa dengan etnis Madura di Sumenep. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme yang selaras dengan pandangan Weber yang memfokuskan pada tindakan sosial dalam hubungan sosial. Pendekatan penelitian ini kualitatif yang memfokuskan pada subjek penelitian secara subjektif dengan melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi. Jenis penelitian ini menggunakan studi kasus di Kabupaten Sumenep Madura. Temuan penelitian ini adalah, pertama bahwa proses terbentuknya interaksi sosial antara etnis Tionghoa dengan etnis Madura di Sumenep melalui tiga proses. Pertama, sejak awal kedatangan etnis Tionghoa ke Sumenep dibangun melalui perdagangan, sehingga terbangun mitra bisnis antar kedua etnis yang mempunyai kesamaan kebutuhan pasar. Kedua, melalui proses akulturasi budaya dan mixed bahasa, yaitu pencampuran dua budaya, seperti tradisi Pelet Kandung (selamatan 7 bulanan), acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan seni Canmacanan. Ketiga, melalui pernikahan campur. Dari tiga proses terbentuknya interaksi sosial ini, terbentuk suatu interaksi sosial yang asosiatif yang menekankan pada kerjasama, penyesuaian dan perpaduan. Simbol terbentuknya interaksi sosial yang asosiatif seperti simbol bangunan Masjid Jami’ Sumenep, Labeng Mesem dan Keraton Sumenep yang arsitekturnya terakulturasi dari beberapa budaya. Eksistensi daerah Pacenan (sebutan wilayah pemukiman etnis Tionghoa) di beberapa kecamatan di Sumenep. Selain itu juga Desa Pabian, Kota Sumenep dengan adanya bangunan Masjid, Klenteng dan Gereja yang lokasinya sangat berdekatan sebagai simbol kerukunan antar etnis dan agama. Modal sosial terbentuknya interaksi sosial yang asosiatif karena kesamaan filosofi hidup yang saling bertautan yaitu sama-sama menghargai sebagai manusia ciptaan Tuhan Sikap terbuka antara satu sama lainnya dan dukungan dari pemerintah, peran tokoh agama, dan FKUB sebagai lembaga kontrol. *Mohammad Ali Al Humaidy, M.Si adalah Mahasiswa S3 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Tulisan ini adalah rangkuman Disertasi penulis.
Sumenep Sumenep Sumenep Etnis Tionghoa Pulau Madura Etnis Tionghoa Di Madura Etnis Madura Mohammad Ali Al Humaidy

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru