matamaduranews.com-SUMENEP-Terancam gagal panen. Begitulah nasib puluhan hektar sawah yang terendam air akibat banjir di Kabupaten Sumenep pasca diguyur hujan selama kurang lebih 6 jam pada Senin (17/02/2020) kemarin.
Setidaknya ada sekitar 27 hektar lahan persawahan yang terendam banjir akibat intensitas hujan yang tinggi dan berlangsung lama. Hal ini berdasarkan data di Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (Dispertahortbun) Sumenep, Selasa (18/02/2020).
Parahnya, dari 27 hektar lahan yang terendam banjir tersebut, banyak di antaranya sedang ditanami padi oleh warga. Padahal, masyoritas tanaman padi itu masih berusia seumur jagung atau sekitar 27-30 hari.
"Data kami sampai saat ini sudah ada sekitar 27 hektar lahan yang terendam banjir," kata Kepala Dispertahortbun Sumenep, Arif Firmanto melalui Kasi Produksi Tanaman Pangan, Bambang Eko Wicaksono, Selasa (18/02/2020) kemarin.
Lahan Pertanian di Dua Desa Nyaris Terendam
Saking parahnya efek hujan deras pada Senin kemarin, terdapat dua desa yang lahan pertaniannya nyaris terendam banjir semua. Dua desa tersebut, kata Bambang Eko Wicaksoson, yaitu Desa Patean, Kecamatan Batuan dan Desa Muangan, Kecamatan Saronggi.
"Dua desa ini memang belakangan menjadi lahan banjir. Karena air dari Desa Sendir, Kecamatan Lenteng, dan juga dari Kecamatan Batuan kebanyakan mengalir ke dua desa ini," terangnya di sela memantau lokasi pertanian yang tergenang banjir di Desa Patean.
Pada Selasa kemarin, satu dusun di Desa Muangan memang terendam banjir. Selain sawah, setidaknya ada sebanyak 20 rumah warga di Dusun Muangan RT 05/ RW 02 terendam air bah luapan Kali Muangan.
“Air yang naik ke rumah penduduk tidak sampai ke dalam rumahnya, hanya di halaman. Tapi kalau sawah, sudah tergenang semua, Pak,†kata Suharto, Kepala Desa Muangan, Selasa (18/02/2020) dini hari.
Sebelum itu, banjir merendam dua dusun di Desa Sendir, Kecamatan Lenteng. Pasalnya, tanggul Sungai C 1 di desa tersebut jebol diduga akibat debit air meningkat disertai arus yang deras.
Baca Juga: Sumenep Dikepung Banjir
Menurut Kepala Desa Sendir, Akhmad Kifli, tanggul Sungai C1 jebol sejak pukul 22.00 WIB, Senin (17/02) malam. Sedangkan ketinggian air mencapai sekitar 30 sampai 40 Centimeter (Cm).
“Kalau jebolnya sudah dari tadi malam. Kalau untuk aliran air masuk ke pekarangan warga sudah sejak tadi malam juga, dan mulai surut pada pukul 04.00 WIB dini hari tadi,†jelas Akhmad Kifli, Selasa (18/02/2020) pagi.
Selain di Desa Patean dan Muangan, air juga merendam lahan pertanian, jalan, dan perumahan di dua desa lainnya yang masih satu kecamatan. Yaitu di Desa Torbang, Kecamatan Batuan, dan di Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi.
Tanaman Padi Terancam Rusak
Akibat air yang merendam lahan pertanian, Kasi Produksi Tanaman Pangan Dispertahotbun Sumenep, Bambang Eko Wicaksono memprediksi kemungkinan besar tanaman padi warga bakal rusak. Hal ini bisa terjadi jika dalam kurun waktu tiga hari kondisi air masih belum menyusut.
"Kalau dalam tiga hari ke depan air ini bisa menyusut, maka kemungkinan tanaman padi masih selamat. Tapi kalau sampai satu minggu belum juga terserap, padi bisa rusak sampai kering," jelas Bambang.
Namun, Dispertahortbun Sumenep tidak akan tinggal diam. Kata Bambang, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait banjir yang melanda persawahan itu. Termasuk akan mempelajari apakah para petani perlu mendapatkan asuransi atau tidak atas kerugian akibat banjir.
"Semua data yang kami terima ini, termasuk hasil survei ke lokasi terdampak banjir, akan kami evaluasi. Nanti akan kita adukan ke Jasindo Agri, apakah perlu mendapatkan asuransi atau tidak. Tapi biasanya lokasi-lokasi seperti ini sudah terdaftar," terangnya.
Debit Vs Resapan
Menurut Bambang, Desa Patean dan Desa Muangan sebelumnya memang sudah jadi langganan banjir. Untuk yang Desa Muangan, Suharto selaku kepala desa juga mengakui hal ini.
“Setiap tahun di sini memang jadi langganan banjir. Tetapi banjir yang terbesar baru kali ini. Jalan yang menuju Muangan itu meluap sampai tutup. Masyarakat nyangkanya (tanggul) jebol,†terang Suharto, Selasa (18/02/2020).
Baca Juga: Masih Akibat Hujan Lebat di Sumenep, Rumah Warga Sendir Terendam Banjir
Ternyata, penyebab dua desa tersebut jadi langganan banjir karena debit air tidak sebanding dengan resapan atau irigasi yang ada. Selain itu, daerah tersebut merupakan tempat pertemuan air dari dua tempat, yakni lautan dan daratan.
“Air yang berasal dari laut ke darat, maupun dari daratan ke laut bertemu, sehingga mengakibatkan genangan air sulit dibuang atau dialirkan menuju laut,†terang Bambang.
Sebagai solusi, Dispertahortbun Sumenep akan membuat lubang resapan atau biopori di sekitar persawahan. Pembuatan biopori itu, kata Bambang, akan diprioritaskan di wilayah pertanian yang rawan tergenang banjir seperti di Desa Patean dan Muangan.
Dispertahortbun Sumenep juga akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk perbaikan irigasi. Karena banjir yang hingga hari ini masih tergenang itu, rupanya juga diakibatkan sejumlah saluran irigasi yang mampet.
“Kami akan upayakan pembuatan biopori. Tapi, biopori itu akan kita upayakan di sekitar perumahan atau pinggiran lahan. Kalau di tengah lahan kan eman, biar bisa ditanami,†pungkas Bambang.
Intensitas Hujan Tinggi Diperkirakan Masih Lama
Banjir dan genangan air akibat hujan lebat kali ini cakupan daerahnya cukup parah dibanding musim penghujan sebelumnya. Hal ini berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep.
“Penyebabnya ya intensitas hujan yang turun kemarin memang cukup tinggi dan waktunya juga tidak sebentar kan,†kata Kepala BPBD Sumenep, R. Abd. Rahman Riadi, Selasa (18/02/2020) kemarin.
Namun yang perlu diwaspadai, akibat hujan ini belum akan berlalu. Karena berdasarkan rilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), intensitas hujan tinggai diperkirakan masih akan berlangsung hingga bulan Maret.
“Untuk itu, kami mengimbau kepada masyarakat untuk terus waspada dan siaga akan akibat yang ditimbulkan dari musim penghujan ini,†tegas Rahman.
Rafiqi, Mata Madura
Write your comment
Cancel Reply