Oleh: Jamalul Muttaqin*
Mencari popularitas itu sangat penting jika ingin mencalonkan diri sebagai pemimpin, untuk menarik perhatian dan simpati masyarakat secara umum.
Gerakan ini dilakukan mulai dari kontestasi Pilpres, Pilgub, dan Pilkada. Sebentar lagi Sumenep akan menggelar Pilbup pada 9 Desember 2020 nanti. Para calon terus memasang kuda-kuda, menyusun kekuatan, strategi dan jurus-jurus yang bisa memikat perhatian publik.
Dua kandidat yang sama-sama kuat kini mulai terlihat tampil yaitu: Kia Muhammad Ali Fikri Warist dan Nyai Dewi Khalifah, keduanya sama-sama tampil sebagai Calon Wakil Bupati yang akan maju berkompetisi di Pilbup Sumenep 2020.
Penting untuk menganalisis kedua calon ini, apalagi sama-sama berangkat dari kaum sarungan atau pesantren. Saya akan melakukan pembacaan sederhana, dari aspek popularitas dan elektabilitas kedua calon ini.
Kia Muhammad Ali Fikri meski sebelumnya tidak pernah terjun dalam kontestasi Pilkada Sumenep, beliau aktif di partai berlambang Ka’bah.
Partai PPP bisa menjadi saksi kekuatan yang bisa menopang popularitas dan elektabilitas Kia Muhammad Ali Fikri. Sebagai partai Islam, PPP dan PKB terus menghantakan para kadernya menempati posisi kursi terbanyak di DPRD Sumenep tahun ini. Itu karena partai ini didukung oleh mayoritas warga Nahdhiyin dan Sumenep adalah lumbungnya.
Tidak hanya itu, sebagai pengasuh pesantren tertua di Sumenep, Ponpes Annuqayah memiliki tempat khusus di hati masyarakat Sumenep. Mayoritas masyarakat Sumenep adalah alumni dan santri Annuqayah.
Kekuatan alumni jelas akan mempertaruhkan elektabiltas Kiai Muhammad Ali Fikri, selain ini adalah kesempatan Annuqayah maju memimpin Sumenep juga kesempatan besar untuk para alumni mendukung kiainya sendiri.
Perlahan beberapa kiai sepuh telah terpikat dengan Kiai Muhammad Ali Fikri. Bahkan puluhan santri dari 27 kecamatan yang tergabung dalam barisan “Santre Ngereng Kiaiâ€, yang dipelopori oleh Nur Faizin sudah sepenuhnya mendukung langkah Kiai Muhammad Ali Fikri untuk mendampingi Fattah Jasin di Pilbup Sumenep 2020.
Sampai di sini, Kiai Muhammad Ali Fikri setidaknya, telah berhasil memainkan politik kaum santri dan politik para kiai untuk meraup suara di Pilkada nanti.
Lalu, bagaimana dengan nasib Nyai Dewi Khalifah? Beliau termasuk perempuan yang tangguh. Sudah berapa kali jatuh bangun di dunia politik, baik mulai sejak Pilkada Sumenep 2010 dan 2015.
Hari ini, politikus partai Hanura itu kembali maju mendampingi Achmad Fauzi. Petualangannya di dunia politik tidak diragukan. Beliau selalu ikut-andil di setiap kontestasi Pilkada Sumenep, sehingga nama Nyai Dewi Khalifah yang dikenal sebagai Nyai Eva sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Sumenep saat ini.
Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Terate, Pandian Sumenep, posisinya sama dengan Kiai Muhammad Ali Fikri. Perbedaannya mayoritas Nyai Eva lebih banyak mendapatkan dukungan dari kepulauan Sumenep, karena rata-rata santri Nyai Eva berdatangan dari kepulauan.
Sementara Kiai Muhammad Ali Fikri mendapatkan dukungan dari Sumenep kota dan sekitarnya.
Kesempatan yang paling besar untuk digunakan Nyai Eva adalah posisinya sebagai Ketua Muslimat NU Sumenep. Beliau bisa menggiring simpatisan kaum perempuan sekaligus kaum Nahdhiyin.
Sebagian besar, Nyai Eva dipandang sebagai sosok Kartini Sumenep yang tidak pernah putus asa berjuang membawa harapan perubahan atas kaum perempuan untuk ikut andil dalam memimpin Sumenep.
Di pundak beliau kaum perempuan menaruh harapan besar dari belenggu patriarkis. Sebagai perempuan yang tangguh, Nyai Eva berhak mendapatkan dukungan dari kaum perempuan yang mengimpikan perubahan.
Kini upaya-upaya gerakan taktis terus dilakukan oleh kedua tokoh untuk mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat Sumenep.
Dua tokoh ini sama-sama kader terbaik partai dan sama-sama putra terbaik Sumenep. Tidak ada salahnya, masyarakat menentukan pilihannya untuk mendukung salah satu Bacabub dan Bacawabub Sumenep untuk menentukan pilihanya pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang.
Wallahua’lam...
*Mantan Sekretaris PMII Guluk-Guluk Sumenep, sedang menempuh Magister di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Write your comment
Cancel Reply