matamaduranews.com- Pendukung Anies di akar rumput banyak yang belum yakin duet Anies-Cak Imin
bisa berlangsung hingga Pilpres 2024.
Seperti ditulis Dhimam Abror Djuraid dalam situs kempalan, yang menyebut faktor keraguan pendukung Anies itu berdasar pengalaman Pilpres 2019 bahwa calon wakil presiden bisa berubah pada detik terakhir.
"Saat itu, Mahfud MD sudah memakai seragam putih untuk dideklarasikan sebagai wapres Jokowi. Tetapi Imin menolak pencalonan Mahfud MD, dan pada detik terakhir Imin menyodorkan Ma’ruf Amin sebagai cawapres Jokowi," tulis Dhimam yang juga Ketua Relawan Anies Baswedan di Jawa Timur.
Bahkan, Dhimam sercara verbal menyebut pendukung Anies deg-degan khawatir ada sesuatu di last minute akibat manuver Cak Imin.
"Kali ini pendukung Anies jadi lebih deg-degan, jangan-jangan akan ada lagi last minute maneuver dari Imin," tulisnya.
Berikut tulisan lengkap Dhimam Abror Djuraid:
Deg-degan Anies-Imin
Rabu malam (30/8) Sudirman Said, orang kepercayaan Anies Baswedan yang sekaligus menjadi juru bicara, sedang berada pada acara launching ‘’Anies Apps’’ aplikasi pemantau pemilu yang akan dipakai para relawan Anies Baswedan. Mendadak SS—begitu Sudirman biasa disapa—pamit membatalkan acara karena harus menghadiri rapat yang sangat penting. SS menyebutnya sebagai rapat membahas ‘’good news’’.
Belakangan diketahui bahwa ‘’good news’’ itu adalah keputusan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) untuk bergabung dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung Anies Baswedan sebagai presiden. Good news versi SS ini semakin lengkap, karena Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, bersedia menjadi calon wakil presiden Anies Baswedan.
Good news itu disampaikan Anies kepada SS sekaligus mengutusnya untuk menyampaikannya kepada dua anggota koalisi, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dan Partai Demokrat. Kesediaan Muhaimin menjadi cawapres Anies itu sudah diputuskan oleh Surya Paloh, supremo Partai Nasdem. SS kebagian tugas menyampaikannya kepada dua partai koalisi yang lain.
Good news versi SS dan Anies itu ternyata menjadi bad news, berita buruk, bagi Demokrat. Bahkan, bisa jadi menjadi horrible news, berita yang mengerikan. Bagai disambar petir di malam bolong, petinggi Partai Demokrat tidak bisa mempercayai apa yang didengar dari SS. Baru beberapa hari sebelumnya Anies menulis surat pribadi kepada Partai Demokrat dengan tulisan tangan dan menyampaikan permintaannya agar ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, AHY, bersedia menjadi calon wakil presiden.
Kejadiannya berlangsung begitu cepat. PKS juga kaget karena merasa difait accompli. Sempat goyah sebentar, tapi PKS kembali tenang dan menegaskan komitmennya untuk tetap mendukung Anies siapapun wakil yang dipilih. Meskipun menyatakan ikhlas, tetapi PKS tetap kaget oleh pilihan itu.
Pada saat bersamaan Anies sudah menjadwalkan kunjungan ke beberapa pesantren besar di Jombang seperti Tebuireng dan Tambak Beras. Kunjungan ini sangat simbolis karena Anies berziarah ke makam K.H Bisri Sansuri, kemudian ke makam K.H Iskandar, ayahanda Muhaimin, dan kemudian sowan ke ibunda Muhaimin untuk meminta doa restu.
Saat kunjungan ini terjadi Anies sudah tahu bahwa deal dengan Imin sudah didapat. Surya Paloh sudah membuat keputusan, dan Anies menugaskan SS untuk menyampaikan kepada anggota koalisi. Demokrat dan PKS bertanya-tanya mengapa keputusan sepenting ini tidak disampaikan langsung oleh Anies.
Demokrat heboh. Sekjen Rifky Harsya mengeluarkan surat tiga halaman yang sangat keras, mengungkap semua kronologi pencarian calon wapres untuk Anies Baswedan, sampai dengan munculnya surat pribadi Anies yang meminta AHY menjadi cawapres. Biasanya tone kalimat semacam ini hanya diungkapkan oleh Andi Arief. Tetapi, kali ini Demokrat memakai gaya Andi Arief itu. Di alenia terakhir surat terbuka itu muncul kata ‘’pengkhianatan’’ yang kelihatannya ditujukan kepada Anies dan Partai Nasdem.
Bagi Anies, mendapatkan Muhaimin sebagai calon wapres seperti mendapatkan ikan kakap raksasa setelah berburu di laut lepas selama hampir satu tahun. Lapar, dahaga, capai, dan frustrasi menjadi satu. Tidak terhitung berapa puluh kali pertemuan dan rapat. Tim 8 dibentuk untuk memberi masukan kepada Anies, tetapi nama-nama yang diajukan tidak memuaskan Anies.
Anies punya skenario dan perhitungan sendiri. Anies dihinggap ketakutan dan kekhawatiran akut bahwa ia tidak akan bisa menang di Jawa Timur tanpa dukungan Nahdliyyin. Jawa Timur selalu menjadi ‘’battle ground’’ yang menjadi penentu kemenangan pilpres.
Anies menyadari bahwa elektabilitasnya sangat lemah di Jawa Timur dan dia sudah sangat yakin bahwa kuncinya ada di kalangan nahdliyyin. Karena itu Anies sangat ngotot mengejar Khofifah. Ketika jalan menuju Khofifah buntu, perburuan diarahkan kepada Yenny Wahid. Ketika buntu juga, pilihan paling realistis adalah Muhaimin Iskandar.
Kebetulan Muhaimin sedang galau berat. Persekutuan PKB dengan Partai Gerindra yang mengusung Prabowo sebagai capres goyah akibat masuknya dua kongsi baru, yaitu PAN (Partai Amanat Nasional) dan Partai Golkar. Prabowo sangat excited oleh masuknya dua kongsi baru itu. Ia juga merasa mendapatkan tangkapan dua kakap besar.
Prabowo mengubah nama koalisi dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju. Prabowo senang bukan kepalang, tapi Muhaimin menjadi kalang kabut. Koalisinya dengan Prabowo sudah berlangsung selama hampir setahun tapi tidak ada hasil kongkret. Prabowo masih tidak yakin untuk menjadikan Imin sebagai calon wakil presiden.
Prabowo terbuai oleh endorsement Jokowi yang disebut-sebut sebagai mastermind berlabuhnya Golkar dan PAN ke KKIR. Prabowo juga menunggu Gibran Rakabuming Raka, putra mahkota Jokowi untuk menjadi calon presiden. Aturan batasan umur sedang digugat ke MK, dan kelihatannya bakal dikabulkan. Prabowo bakal menggandeng Gibran, dan harapan Imin pun pupus.
Digantung selama setahun tanpa kejelasan PKB jengkel. Wakil ketua Jazilul Fawaid memberi ultimatum ‘’sebelas dua belas, loe gak jelas gua lepas’’. Pucuk dicinta ulam tiba. Tawaran dari Anies datang untuk Imin. Tidak butuh pikiran panjang bagi Imin untuk menerima tawaran itu. Apalagi Surya Paloh sudah menghadap Jokowi di Istana dan mengabarkan keputusan itu. Imin merasa aman, karena selama ini ia merasa tersandera sehingga tidak bebas bermanuver.
Rupanya Surya Paloh bisa meyakinkan Imin bahwa dirinya aman. Surya Paloh pun excited oleh kesediaan Imin. Saking gembiranya sampai lupa ada Partai Demokrat dan PKS. Para pendukung Anies heboh. Reaksi keras bermunculan. Banyak yang tidak bisa menerima kehadiran Imin di kubu Anies. Masuknya Imin dianggap sebagai penyusupan dan menjadi bagian dari skenario Jokowi untuk menciptakan pilpres yang diikuti oleh ‘’All The President’s Men’’.
Ketika mengikuti pengumuman pembentukan Koalisi Indonesia Maju pada acara ulang tahun PAN, Imin mengatakan dia deg-degan ketika mendapat tambahan koalisi dengan PAN dan Golkar. Ternyata hal itu menjadi isyarat Imin lari dari Koalisi Indonesia Maju.
Sekarang Imin berpindah ke Koalisi Perubahan untuk Persatuan, dan giliran yang deg-degan adalah Partai Demokrat. Para pendukung Anies di akar rumput juga tidak kalah deg-degan. Banyak yang belum yakin Imin akan benar-benar mendampingi Anies.
Pengalaman pilpres 2019 menunjukkan bahwa calon wakil presiden bisa berubah pada detik terakhir. Saat itu, Mahfud MD sudah memakai seragam putih untuk dideklarasikan sebagai wapres Jokowi. Tetapi Imin menolak pencalonan Mahfud MD, dan pada detik terakhir Imin menyodorkan Ma’ruf Amin sebagai cawapres Jokowi.
Kali ini pendukung Anies jadi lebih deg-degan, jangan-jangan akan ada lagi last minute maneuver dari Imin. ()
Write your comment
Cancel Reply