matamaduranews.com-Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang menyetujui investasi Miras (Minuman Keras) di Indonesia menjadi perbincangan hangat di dunia media sosial (medsos).
Termasuk sosok Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin yang dituntut oleh netizen agar bersuara terkait izin investasi miras ini.
Di twitter, tagar ‘Tolak Investasi Miras’ masih menjadi trending nomor satu dengan jumlah cuitan sebanyak 10,8 ribu.
Sedangkan cuitan dengan topik ‘Pak Wapres’ mencapai 3.468 cuitan, topik ‘Pak Kyai’ sebanyak 1.687 cuitan, serta ‘ulama’ sebanyak 8.804 cuitan.
Cuitan ketiga topik tersebut mayoritas berhubungan dengan Wapres KH Ma’ruf Amin yang masih terus diminta bersuara terkait miras.
“Saat negara mau izinkan investasi miras, apa Pak Wapres akan diam saja? Tidak meronta iman Islammu? Tidak tergerak lagi untuk mencegah kemungkaran dengan tanganmu? Atau setidaknya dengan lisanmu? Atau kau cukup membencinya dalam hati? Kalau begitu kami paham kekuatan imanmu,†tulis pemilik akun @nung_306.
Selain warganet, tokoh publik juga turut mempertanyakan posisi Wapres KH Ma’ruf Amin.
Salah satu netizen yang bertanya peran KH Ma'ruf Amin soal investasi Miras adalah Muhammad Said Didu.
Said Didu menyinggung bahwa semoga saat ini KH Ma’ruf Amin tidak sedang ditugaskan untuk mencari dalil pembenaran atas izin investasi miras tersebut.
“Semoga tidak sedang ditugaskan mencari dalil pembenaran,†tulis Said Didu di akun twitter @msaid_didu pada Sabtu, 27 Februari 2021.
Sedangkan, Ady Amar dalam tulisan opini di situsi hidaytullah.com, menyebut "Lebih dari setahun setelah Kyai Ma’ruf dilantik menjadi Wapres, belum tampak sikap kebijakannya berdiri sebagai representasi wakil dari umat Islam. Banyak kasus persekusi terhadap umat Islam terjadi, dan ia tidak tampil bersuara, apalagi melakukan pembelaan konstruktif," tulis Ady Amar yang memberi judul dalam tulisan opininya-Seperti Bukan Kyai Ma’ruf Saja Wapresnya.
PP Muhammadiyah dan PBNU Tolak Investasi Miras
Perpres 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani Presiden Jokowi dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021 mengatur klasifikasi miras yang dimasukkan ke dalam daftar bidang usaha beserta ketentuan-ketentuannya.
Keberadaan Perpres 10/2021 mendapat penolakan dari PP Muhammadiyah dan PBNU.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengaku kecewa dengan kebijakan Pemerintah terkait penetapan industri minuman keras (miras) dalam kategori usaha terbuka. Anwar Abbas menilai bahwa kebijakan di atas tidak lagi melihat aspek menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat luas, tetapi hanya memperhitungkan aspek investasi semata.
“Saya melihat dengan adanya kebijakan ini, tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha,†keluhnya, dikutip laman resmi muhammadiyah.or.id, hari Kamis (25/2/2021).
Sedangkan Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), KH Mahbub Maafi Ramdhan, menegaskan, PBNU sudah lama menolak investasi minuman keras (Miras). Menurut dia, Ketua Umum PBNU Prof KH Said Aqil sudah menolak investasi miras tersebut sejak 2013 lalu, karena lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
"PBNU, Kiai Said sudah pernah bilang itu tahun 2013 bahwa nggak boleh itu miras-miras itu, termasuk soal produksinya. Itu sudah ngomong 2013 sejak lama, makanya kok baru sekarang yang geger, wong kita sudah ngomong lama itu,†ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Minggu (28/2).
Karena itu, Kiai Mahbub pun heran kepada pemerintah pusat yang tiba-tiba menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah tempat miras alias minuman beralkohol boleh diproduksi secara terbuka.
Menurut dia, beberapa pengurus LBM PBNU juga ada yang menawarkan untuk membahas Perpres tersebut berdasarkan kajian fikih Islam. Namun, kata dia, pihaknya sementara itu belum mengetahui seperti apa isi dari perpres yang baru tersebut. (redaksi)
Write your comment
Cancel Reply