matamaduranews.com-Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu dini hari (28/2/2021) menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus gratifikasi proyek di Sulawesi Selatan.
Mereka adalah Gubernur Sulsel (Sulawesi Selatan) Nurdin Abdullah (NA) dan Sekretaris Dinas PUPR Sulsel inisial Edy Rahmat (ER) sebagai tersangka penerima gratifikasi dan Agung Sucipto (AS) sebagai kontraktor tersangka pemberi gratifikasi.
Bagaimana bisa Gubernur Nurdin terjerat KPK dalam dugaan kasus korupsi di Sulsel?
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Â Bambang Widjojanto membeberkan Mega Proyek di Sulsel yang berpotensi dikorupsi hingga berujung penangkapan Gubernur Nurdin Abdullah, seperti yang dikutip situs tempo.co.
Pertama, kata Bambang, adanya megaproyek Makassar New Port (MNP) yang nilainya mencapai Rp 2,8 triliun yang dia duga menjadi pintu masuk kejahatan korupsi.
Kedua, Bambang menyebut pihak yang ditangkap dalam penangkapan itu selalu hampir sama. Yakni pihak kontraktor dan Aparatur Sipil Negara yang menjadi pejabat struktural pemerintah provinsi.
Ketiga, Bambang pun menyebut kontraktor yang turut dicokok KPK adalah AS, yang diduga pemilik PT Agung Perdana Bulukumba.
Ia menyebut perusahaan ini sudah menjadi langganan Nurdin Abdullah di beberapa tender proyek dalam belasan tahun terakhir sejak Nurdin jadi Bupati Bantaeng.
"Ada pihak kontraktor itu selalu punya relasi yang bersifat 'istimewa' dengan kepala daerah," kata Bambang.
Keempat, Bambang juga mengatakan ada korporasi yang diduga terafiliasi dengan PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur, milik dari pihak yang diduga menjadi bagian dari Tim Sukses Nurdin di Pilkada Sulawesi Selatan 2018.
Kelima, Bambang melanjutkan, sumber daya alam selalu menjadi sasaran empuk untuk dikorupsi melalui transaksi perizinan. Menurut dia, hal ini menegaskan bahwa jual beli kewenangan ini harus diawasi dan diberantas.
Keenam, Bambang menyebut bahwa PT Agung Perdana Bulukumba diduga memiliki rekam jejak bermasalah, tetapi ditengarai terus dipelihara.
Ia menyebut perusahaan ini menjadi pemenang dalam paket lelang yang menjadi obyek perkara di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Ketujuh, Bambang menyinggung kaitan latar belakang Nurdin Abdullah yang sebelumnya diusung partai berkuasa. Nurdin sebelumnya maju Pilkada Sulawesi Selatan 2018 dengan diusung oleh PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional.
Bambang mengapresiasi tim penyelidik dan penyidik KPK atas penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dan sejumlah orang pada Jumat malam, 26 Februari 2021.
Bambang menilai tim KPK masih bertaji melakukan penangkapan di tengah pelemahan tehadap lembaga antirasuah itu.
Kronologi Penangkapan Gubernur Nurdin
Ketua KPK, Firli menjelaskan kronologi pemantauan untuk menangkap Gubernur Nurdin. Katanya sejak awal Februari 2021 KPK telah mengetahui Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat bertemu dengan Agung Sucipto terkait proyek Wisata Bira.
"Sekitar awal Februari 2021, Ketika NA sedang berada di Bulukumba bertemu dengan ER dan juga AS yang telah mendapatkan proyek pekerjaan Wisata Bira," ujar Firli, seperti dikutip detik.
Nurdin Abdullah, kata Firli, kemudian menyampaikan kepada Agung Sucipto selaku kontraktor melalui Sekdis PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat bahwa proyek tetap dilanjutkan.
Nurdin memerintahkan kepada Edy segara mempercepat dokumen.
"NA menyampaikan pada ER bahwa kelanjutan proyek Wisata Bira akan kembali dikerjakan oleh AS yang kemudian NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022," ujar Firli.
"Disamping itu pada akhir Februari 2021, ketika ER bertemu dengan NA disampaikan bahwa fee proyek yang dikerjakan AS di Bulukumba sudah diberikan kepada pihak lain. Saat itu NA mengatakan yang penting operasional kegiatan NA tetap bisa dibantu oleh AS," sambungnya.
Dari bukti-bukti itu, Gubernur Nurdin Abdullah dan ER serta AS resmi ditetapkan tersangka oleh KPK.
Uang Rp 5,4 Miliar Diterima Gubernur Nurdin
Gubernur Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021.
Nurdin Abdullah diduga menerima uang sejumlah Rp 5,4 miliar dari beberapa kontraktor proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel.
Pertama, dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto (AS) terkait proyek infrastruktur di Sulsel tahun 2021. Salah satu proyek yang dikerjakan AS di tahun 2021 adalah Wisata Bira.
"AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sebesar Rp 2 Miliar kepada NA melalui saudara ER," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers daring, Minggu dini hari.
Kemudian, menurut Firli, Nurdin juga diduga menerima uang dari kontraktor lain sebesar Rp 200 juta pada akhir tahun 2020.
Firli mengungkapkan, Nurdin selanjutnya diduga menerima uang pada Februari 2021 dari kontraktor lainnya. Pertengahan Februari 2021, NA melalui SB (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar.
Selanjutnya, pada awal Februari 2021, NA melalui SB menerima uang Rp 2,2 miliar.
Meski sudah ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi, Nurdin Abdullah membantah terlibat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
"Ternyata Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya. Sama sekali tidak tahu, demi Allah, demi Allah," ucap Nurdin di Gedung KPK, Jakarta, Minggu dini hari (28/2/2021) sebelum memasuki mobil tahanan KPK, seperti dikutip liputan6.com.
Meski begitu, Nurdin mengaku ikhlas menjalani proses hukum yang menjeratnya saat ini dan memohon maaf kepada masyarakat Sulsel.
"Saya ikhlas menjalani proses hukum karena memang kemarin itu tidak tahu apa-apa kita, saya mohon maaf," tutup Nurdin yang dikutip dari Antara.
Seperti diketahui, Agung Sucipto lebih akrab disapa Angguh, kontraktor yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) bersama Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Sabtu 27 Februari 2021.
KPK juga menangkap sopir Angguh bernama Nuryadi, ADC Gubernur Sulsel Syamsul, Sekretaris Dinass PUTR Edy Rahmat dan sopirnya di Rumah Makan Nelayan, Jalan Ali Malaka, Kota Makassar.
Situsi suara.com mengulas sepak terjang Angguh di dunia proyek yang sudah puluhan tahun.
Angguh disebut banyak menangani proyek pembangunan dan revitalisasi jalan dengan nilai miliaran rupiah.
Pemilik PT Agung Perdana Bulukumba itu juga dikabarkan menjadi sponsor Nurdin Abdullah saat maju di Pilkada. Sejak Pilkada Bantaeng hingga menjadi Gubernur Sulsel.
Dari hasil penelusuran di LPSE, beberapa proyek besar telah ditangani perusahaan Angguh.
Ada pembangunan jalan ruas Tanete - Tanaberu Bulukumba dengan anggaran Rp 3,4 miliar. Pemeliharaan jalan ruas batas Gowa - Tondong pada tahun 2013, perbaikan jalan Sinjai-Bulukumba tahun 2013 dan jalan Jeneponto di tahun 2014.
Selanjutnya, pemeliharaan berkala jalan ruas Jeneponto pada tahun 2014-2015, peningkatan jalan ruas Boro-Jeneponto 2015, dan peningkatan jalan ruas Palampang-Munte-Bontolempangan Sinjai Bulukumba dengan nilai Rp 34 miliar.
Rekam jejak Angguh di dunia tender diketahui kurang baik. Ia dituding pernah terlibat persengkokolan tender pengerjaan pemeliharaan jalan di Bateballa-Jatia, Kabupaten Bantaeng.
Nama Angguh kembali viral setelah disebut-sebut dalam proses Hak Angket DPRD Sulsel tahun 2019. Terkait permintaan komisi 7,5 persen pada proyek di Kabupaten Sinjai dan Bulukumba senilai Rp 34 miliar.
Saat itu, mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, Jumras menyebut nama Angguh dalam sidang. Angguh diduga meminta proyek dengan komisi 7,5 persen.
Alasannya, Angguh sudah membantu Nurdin Abdullah Rp 10 miliar saat Pilgub Sulsel. Karena kasus ini, Jumras dicopot dari jabatannya oleh Nurdin Abdullah.
redaksi
Write your comment
Cancel Reply