Ketika bicara sosok Kiai Busyro. Penilaian orang pasti dua kutub. Dibenci dan dicintai.
Maklum, Kiai Busyro bukan orang biasa-biasa.
Dalam konteks politik Sumenep. Sosok Kiai Busyro selama 20 tahun terakhir selalu menjadi perlawanan dalam perebutan puncak kekuasaan.
Entah di tingkat legislatif maupun di eksekutif.
KH A. Busyro Karim-nama lengkapnya-bisa disebut tokoh kiai dan politisi di Sumenep yang belum ada tandingnya.
Jika dalam jabatan politik lokal selama 20 tahun, masih belum ada di Indonesia. Bisa jadi di dunia. 10 tahun berturut menjabat Ketua DPRD dan 10 tahun bersambung menjabat bupati.
Kebertahanan di jabatan politik tinggi Sumenep ini, ternyata memiliki jurus politik-yang tak dimiliki oleh para kiai saat terjun dalam kancah politik.
Atribut kiai memang mudah bergumul dalam kultur masyarakat Sumenep yang mayoritas santri.
Tapi dalam konteks politik. Kiai Busyro melengkapi dengan pola komunikasi egaliter dan smart.
Egaliter dan smart di sini, akrab dengan siapa saja. Menemui siapa saja. Tanpa mencipta jarak. Meski menjabat bupati dengan atribut kiai.
Yang smart-kata bisikan anak gaul. Ngerti apa yang menjadi kebutuhan.
Kiai Busyro ngerti siapa lawan bicaranya. Dan apa yang dibutuhkan.
Meski tak cukup merengguh. Setidaknya-mengalir oase senyuman dan kata-kata. Tanpa perlu menutup pintu rapat-rapat.
Komunikasi Kiai Busyro menyentuh emosi. Mengedepankan kasih. Bukan mengedepankan tf.
Pola komunikasi Kiai Busyro itu, dua sosok dalam satu tubuh. Kiai dan Politisi.
Memutus jarak antar elite dan akar bawah.
Membuang egoisme patronase. Tak alergi bertemu banyak orang. Telaten mendengar apa yang menjadi aspirasinya. Sehingga terasa nyaman berkomunikasi bila bertemu.
Banyak pesan yang diwariskan Kiai Busyro dalam komunikasi politik.
Salah satunya menjaga nilai kearifan lokal. Kata orang Sumenep, tengka. Ajaga tengka.
Komunikasi politik yang dibangun Kiai Busyro bukan sekedar formalitas lima tahunan. Setiap event hajatan, misalnya.
Meski volume dan kualitas berbeda. Setidaknya, mereka masih terasa nyaman walau sekedar tutur sapa.
Membaca sosok Kiai Busyro ibarat isi novel. Sebuah kehidupan yang diwarnai banyak warna. Ada cerita yang menangis, bisu dan tertawa.
Misalnya, pada Pilkada 2010, siapa yang menduga Kiai Busyro akan tampil jadi pemenang sebagai Bupati Sumenep. Kiai Busyro tak punya kapital. Tak lagi berkuasa.
Banyak kisah perjalanan politik Kiai Busyro yang di luar nalar.
Hal ini yang membuka munculnya multitafsir atas berbagai gaya politik yang ditampilkan Kiai Busyro.
Karena multitafsir.
Publik pun menilai dua kutub.
Ada yang membenci. Juga ada yang mencintai.
Selamat Ulang Tahun Kiai Busyro yang ke 60
10 Januari 1961-10 Januari 2021
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.
Write your comment
Cancel Reply