matamaduranews.com-Berawal dari AHY-Agus Harimurty Yudhoyono, mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo.
Usai surat dikirimkan, Senin 1 Februari, Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu menginformasikannya kepada wartawan dalam konferensi pers.
Secara singkat, AHY menjelaskan isi surat itu, yaitu mengkonfirmasi dan mengklarifikasi laporan yang menyebut adanya gerakan politik yang bertujuan mengambil alih kekuasaan pimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional.
"Ada sekelompok orang sedang berupaya mengudetanya sebagai pimpinan partai, termasuk orang luar yang berstatus orang dalam Istana," sebuat AHY membawa kabar mengejutkan.
Informasi itu, kata AHY, diketahui dari laporan dan aduan dari pimpinan dan kader Partai Demokrat baik pusat, daerah maupun cabang,.
Menurut putra sulung Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, informasi adanya gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan yang dekat dengan istana.
Katanya, mereka mencoba membeli dukungan para pimpinan dan kader PD dengan harga tinggi sebagai syarat melancarkan upaya lanjutan, yaitu Kongres Luar Biasa (KLB).
“Pengambilalihan posisi Ketum PD akan dijadikan jalan atau kendaraan bagi yang bersangkutan sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang,†ujar AHY, lalu mengatakan siap memperjuangkan kekuasaannya dengan cara-cara konstitusional dan berpedoman pada undang-undang.
Isu Kudeta Partai Demokrat pun heboh.
Apa yang diungkapkan AHY kepada pers itu segera saja membuat heboh di tengah terus meningkatnya jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia.
Ini kejutan politik yang termasuk baru, sebab sebelumnya jika ada langkah politik dari lingkaran istana untuk menguasai dan kemudian merangkul partai politik, untuk tidak menyebutnya sebagai kudeta, selalu dilakukan dengan diam-diam.
Langkah AHY membeberkan kondisi partainya dengan terlebih dahulu menulis surat kepada Presiden Jokowi untuk klarifikasi, dapat dianggap sebagai langkah yang tidak disangka-sangka.
Pak Jokowi belum membalas surat itu, tiba-tiba Kepala Staf Kepresiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko hari Senin malam dengan nada marah dan keras menanggapi tudingan AHY tentang adanya upaya menggulingkan  kepemimpinannya di Partai Demokrat.
Menurut Moeldoko, AHY harusnya menjadi pemimpin yang kuat, dan tidak mudah terombang-ambing dalam isu yang tidak jelas kebenarannya.
"Saran saya, jadilah seorang pemimpin yang kuat,  jangan mudah baper dan terombang ambing,†kata Moeldoko dalam siaran telekonference, Senin 1 Februari 2021.
Moeldoko berang. Tetapi dia mengakui memang sering kongkow dengan orang orang Partai Demokrat. "Saya selalu terbuka, tidak pernah menutup diri pada teman teman yang ingin ketemu saya.
Tapi kalau saya dituding menjadi bagian dari orang yang akan mengkudeta Partai Demokrat, saya tegaskan, tudingan itu tidak benar," kata Moeldoko dengan nada tinggi.
Mantan Panglima TNI itu tidak terima terima kalau setiap ada persoalan, Â Istana selalu diseret seret.
"Sebagai pemimpin itu jangan baperan. Dan saya ingatkan,  jangan mengganggu dan membawa bawa nama Presiden Jokowi.  Pak Jokowi tidak pernah ngurusin begituan," kata  Moeldoko.
Menurut orang yang dekat dengan AHY, Andi Mallarangeng, sebenarnya surat AHY kepada Presiden Jokowi itu hanya berisi permintaan klarifikasi tentang keterlibatan orang Istana yang akan mengambil alih secara paksa PD. Surat itu ditujukan kepada Presiden Jokowi, bukan kepada Moeldoko.
"Tapi pernyataan Pak Moeldoko kepada media merupakan pengakuan atau pembenaran kalau ada orang istana yang dekat dengan Prediden,  berada di antara orang-orang yang akan mengambil alih secara paksa Partai Demokrat," kata Andi Mallarangeng kepada Ngopibareng, Senin malam.
“Kemasannya bantahan, tapi isinya adalah pengakuan, “ kata Andi sambil ketawa  khas. Menurutnya, dalam surat Partai Demokrat yang ditujukan kepada Presiden, tidak ada istilah kudeta, dan sifatnya hanya meminta klarifikasi Presiden. "Tapi dengan adanya pernyataan Pak Moeldoko itu seakan mengisyaratkan bahwa beliau  menjadi bagian dari gerakan orang orang yang ingin merebut kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat secara paksa," katanya.
Sementara pakar hukum tata negara Reffly Harun, dihubungi secara terpisah, berpandangan ulah orang Istana yang mengobok-obok rumah tangga Partai Demokrat baik secara langsung maupun tidak langsung menunjukkan adanya kekhawatiran dari pihak Istana bahwa Partai Demokrat akan menjadi batu sandungan bagi Jokowi, yang sedang menghadapi persoalan besar, atas kegagalannya menanggulangi pandemi Covid-19. Menghabiskan energi, waktu dan anggaran ratusan triliun rupiah, tapi kasus Covid semakin tinggi.
"Kan hanya Partai Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan, sehingga dua partai yang berteman baik ini, punya ruang terbuka untuk mengkritisi pemerintahan Jokowi yang sedang bingung," ujar Reffly Harun, Selasa pagi.
“Settingan orang Istana untuk mengkudeta Partai Demokrat, merupakan kesalahan besar, meskipun keterlibatan orang istana itu dibantah oleh KSP Moeldoko," kata Reffly.
Reffli sependapat dengan Andi Mallarangeng, pernyataan Moeldoko bukan bantahan tapi pengakuan. "Benar  itu, kemasannya bantahan, tapi isinya pengakuan," kata Reffly Harun.
Asmanu; Ngopibareng.id
Write your comment
Cancel Reply