matamaduranews.com-Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akhirnya memvonis Muhammad Romahurmuziy alias Romi selama 2 tahun penjara.
Romi terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam pengangkatan jabatan Kepala Kemenag Jawa Timur dan Kepala Kemenag Gresik.
“Menyatakan terdakwa Muhammad Rohamurmuziy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,†kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri saat membacakan amar putusan di PN Jakpus, Senin (20/1).
Atas kesalahan tersebut, Hakim Fahzal menerangkan, Romi harus dipidana penjara sesuai dengan asas yang seadil-adilnya. Yaitu, dengan “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muhammad Rohamurmuziy, dengan pidana penjara selama 2 tahun,†sambung Hakim Fahzal.
Hukuman untuk Ketua Umum PPP ini, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang meminta Majelis Hakim memenjarakan Romy selama 4 tahun.
Putusan terhadap Romi yang tanpa ada perbedaan pendapat hakim (dissenting opinion), pun mengharuskan Romy membayar pidana denda sebesar Rp 100 juta. “Dengan ketentuan andaikan terdakwa tidak membayar denda tersebut, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,†ujar Hakim Fahzal.
Hakim Fahzal menerangkan, putusan bersalah dengan pidana penjara terhadap Romi, sudah memenuhi dakwaan JPU KPK.
Kasus Romi berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Surabaya, 15 Maret 2019. Sejak itu, Romi langsung ditahan, sampai putusan Majelis Hakim.
Masa tahanan Romi selama ini, pun memotong lamanya pidana pokok 2 tahun seperti dalam putusan Majelis Hakim. Artinya hukuman penjara Romi, hanya menyisakan 13 bulan, atau setahun satu bulan.
“Menetapkan masa penahanan yang sudah dijalani oleh terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,†sambung Hakim Fahzal.
JPU KPK menuding Rommy menerima suap dan gratifikasi. Pemberian uang haram tersebut menyangkut jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).
Romi, waktu itu sebagai anggota Komisi III DPR RI. Menengok jabatannya di Komisi Hukum DPR, memang tak ada terkait dengan Kemenag. Namun Romi, juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemenag saat itu, dipimpin oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PPP.
KPK menuding Romi menerima suap dan gratifikasi untuk memengaruhi dan mengintervensi proses seleksi Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag di Jawa Timur (Jatim) dan Kabupaten Gresik 2019. Sumber suap senilai Rp 5 juta dan Rp 250 juta berasal dari Plt Kakawanwil Kemenag Haris Hasanudin.
Suap lainnya Rp 41 juta dan Rp 50 juta berasal dari Kakanwil Gresik Muafaq Wirahadi. Majelis Hakim dalam penjelasan praputusan menerangkan, pemberian dari Haris menyangkut tentang proses seleksi Kakanwil Kemenag Jatim.
Haris peserta seleksi yang cacat adminstrasi karena pernah mendapatkan sanksi pada 2017. Namun, ia memilih jalan culas agar dapat lolos adminstrasi dengan menemui Romi.
Dalam pertemuan tersebut, Haris meminta Romi memengaruhi dan mengintervensi Menag Lukman agar meloloskan dirinya dalam proses seleksi Kakanwil Kemenag Jatim. Sebagai komitmen, pada 6 Januari Haris memberikan uang senilai Rp 5 juta. Pemberian kedua, pada 5 Februari senilai Rp 250 juta.
Adapun menyangkut Muafaq, uang pun diberikan dalam dua tahap. Pada Februari dan Maret 2019. Pemberian terakhir tersebut yang membuat Romi masuk dalam radar OTT KPK. Majelis Hakim menerangkan, uang dari Muafaq, pun sama sama sebagai hadiah haram agar Romi memengaruhi dan mengintervensi Menag Lukman, untuk mengangkat Muafaq sebagai Kakanwil Gresik.
Peran Romi dalam memengaruhi dan mengintervensi Menag Lukman, pun terbukti. Yaitu dengan meloloskan Haris dalam proses seleksi Kakanwil Jatim 2019.
Pun pengangkatan Muafaq sebagai Kakanwil Gresik. Meskipun, KPK setelah itu melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Haris dan Muafaq. Penjelasan Majelis Hakim dalam praputusan, menguatkan sangkaan JPU KPK yang menjerat Romi dengan Pasal 12 huruf b, UU 20/2001 sebagai dakwaan pertama, dan Pasal 11 UU 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
sumber: republika.co.id
Write your comment
Cancel Reply