matamaduranews.com-YOGYAKARTA-Adanya usulan penundaan Pemilu 2024 dari sejumlah kalangan terus menuai penolakan, termasuk mahasiswa yang tergabung dalam Forum Senat Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum se-Indonesia (FORSEMASHI).
Dengan tegas, FORSEMASHI menolak penundaan Pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan presiden yang sering digaungkan oleh pimpinan partai politik.
Koordinator Pusat FORSEMASHI Muhammad Zuhud menyatakan, wacana penundaan Pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan presiden oleh elit politik sangat jelas melanggar konstitusi dan mencederai nilai-nilai demokrasi Indonesia.
“Penundaan Pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan presiden jelas melanggar konstitusi dan tidak bisa dipaksakan. Jika tetap dipaksakan baik ditempuh jalur formal atau tidak merupakan bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan mencederai nilai-nilai demokrasi yang ada di negara kita," kata Muhammad Zuhud, dalam sebuah acara di Convention Hal (CH) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahad, 10 April 2022.
Korpus FORSEMASHI itu juga meminta Presiden Jokowi untuk lebih tegas menanggapi hal ini. Sebab, yang menyampaikan wacana penundaan Pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan presiden adalah menteri dan beberapa ketua partai yang masuk parlemen, bahkan koalisi.
“Konstitusi kita ini kan komitmen bersama dalam bernegara, tidak bisa diubah semena-mena hanya karena kepentingan kaum elit. Presiden Jokowi harus tegas menanggapi hal ini apalagi yang menyampaikan adalah menteri dan beberapa ketua partai yang masuk dalam parlemen," tegas Muhammad Zuhud.
Menambahkan, Ibrahim Ardyga selaku Komisi I Bidang Legislasi dan Hukum FORSEMASHI mengamini bahwasanya wacana menundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden sangat berpotensi mencederai nilai-nilai demokrasi Indonesia.
“Isu penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden ini berpotensi mencederai nilai demokrasi Indonesia. Jika sampai pemilu ditunda ataupun masa jabatan presiden diperpanjang walaupun melalui amandemen, apakah ke depannya Indonesia masih bisa disebut sebagai Negara demokrasi," tanya Ibrahim Ardyga.
“Pak Jokowi selaku Presiden Indonesia tentunya harus bersikap tegas menyikapi ini agar isu tak semakin berkembang, tak hanya presiden tentunya yang berkepentingan lembaga legislatif selaku pihak yang dapat melakukan amandemen terhadap UUD 1945 juga dapat menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan hal tersebut," tandasnya. (*)
Write your comment
Cancel Reply