Nasional
BPK Sentil Borok Pemerintah Kucurkan Bansos, AQ: Data Pakai 2014
matamadurabews.com-Data amburadul para penerima Bantuan Sosial (Bansos), seperti Paket Sembako dan BLT Covid-19 di sejumlah kabupaten/kota di Indonesia yang menjadi perbincangan akhirnya terjawab.
Achsanul Qosasi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam twit-nya, menulis penyaluran Bansos yang tak tepat sasaran di sejumlah daerah akibat daerah tak update melakukan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Bahkan, putra asal Sumenep ini menyebut, DTKS yang diserahkan menggunakan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2014.
“1. Bansos tidak tepat sasaran. Data kita sangat lemah. Data kemiskinan yg dipakai adalah data TNP2K, 2014. Pemutakhiran DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), ini diserahkan kpd masing2 Pemda yg memiliki kepentingan melayani rakyatnya. Seharusnya dilakukan setiap 6 bulan,† tulisnya dalam akun twitter-nya, 7 Mei 2020 jam 11.11 WIB.
https://twitter.com/AchsanulQosasi/status/1258247956752289792
Kata AQ-panggilan akrab Achsanul Qosasi, pemutakhiran DTKS sejatinya dilakukan tiap 6 bulan diserahkan untuk melayani rakyatnya.
Tapi, faktanya, tambah AQ, BPK sudah memeriksa DTKS tahun 2018. Hasilnya dari 514 Kabupaten/Kota hanya ada 29 Kabupaten yang tertib melakukan updating (pembaharuan data) setiap 6 bulan.
"Sisanya hanya mengesahkan yang ada, dan dominan unsur politik di daerah," tambah twit-nya.
Dari temuan BPK, AQ menyebut banyak data penerima Bansos yang tidak sepadan. Seperti, tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang menjadi syarat bantuan sosial.
"Ada 20 juta lebih tanpa NIK, tapi menjadi KPM. Disinilah letak masalahnya," jelas dia.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, BPK memeriksa kinerja pengelolaan DTKS dalam penyaluran bantuan sosial tahun 2018-triwulan III tahun 2019 dilaksanakan pada Kementerian Sosial dan DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, serta Nusa Tenggara Timur.
Alhasil, BPK menemukan sejumlah permasalahan dalam penyaluran bantuan sosial di antaranya pelaksanaan verifikasi dan validasi belum memadai dalam menghasilkan data input yang berkualitas untuk penyaluran bantuan sosial.
BPK menilai Kementerian Sosial mempunyai keterbatasan dalam melakukan koordinasi pelaksanaan verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Termasuk belum mempunyai mekanisme untuk memastikan pelaksanaan verifikasi dan validasi sesuai dengan standar yang ditetapan.
"Akibatnya, DTKS yang ditetapkan oleh Kemensos sebagai dasar penyaluran program bantuan sosial menjadi kurang andal dan akurat," tulis Laporan IHPS II 2019 BPK RI. (redaksi)
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.
Write your comment
Cancel Reply