Post Images
matamaduranews.com-SAMPANG-Berdasarkan penetapan hari jadinya, sejarah Sampang mengacu Candra Sengkala pada situs Rato Ebu atau Ratu Ibu Madegan, Sampang. Candra Sengkala merupakan tradisi penanggalan Jawa. Yaitu suatu representasi visual yang berbunyi hukum empat kata yang masing-masing menghasilkan angka. Hal ini lantas memberikan makna tanggal secara penanggalan Saka. Kembali pada Ratu Ibu di muka, sebutan Ratu pada sosok yang pasareannya ada di kawasan Asta Madegan Sampang ini bermakna permaisuri. Beliau ini memang isteri utama dari Raden Koro alias Pangeran Tengah, penguasa Madura Barat yang berkedudukan di Sampang. Sedangkan sebutan Ibu, karena beliau ini adalah ibu suri atau ibunda dari putra mahkota, yakni Raden Prasena di atas. Setelah peristiwa invasi Mataram di Madura (1624), yang ujungnya banyak merenggut nyawa penguasa Madura, wilayah Madura Barat menjadi bawahan Mataram. Putra Mahkota dibawa ke Mataram, tak jadi dibunuh. Bahkan penguasa Mataram (Sultan Agung) tertarik, dan mengambilnya sebagai anak, serta di kemudian hari dinikahkan dengan salah satu saudarinya. Jadi Cakraningrat I adalah anak angkat sekaligus saudara ipar Sultan Agung. Dari pernikahan itu, dalam sebuah versi lahirlah Raden Demang Mlayakusuma, ayahanda Pangeran Trunojoyo. Nah, setelah itu Madura Barat dikembalikan pada Cakraningrat I. Pangeran ini lantas dibesarkan oleh Ratu Ibu Madegan, ibunya. Karena Cakraningrat I masih di bawah umur, maka diangkatlah walinya, yaitu Pangeran Santomerto, adik Ratu Ibu Madegan. Pengangkatan Prasena inilah yang lantas diabadikan sebagai hari jadi Kota Bahari. Lantas, bagaimana Sampang sebelum pelantikan Prasena? Raden Adipati Pramono Meski tidak ditemukan Candra Sengkala terkait Raden Adipati Pramono, namun dalam sejarah genealogi raja-raja Madura, nama Sang Adipati banyak sekali disebut. Di masanya lah Sampang dan Pamekasan lantas menjadi satu. Kala itu Pamekasan masih bernama Pamelingan. Raden Adipati Pramono adalah salah satu putra utama dari Pangeran Demang Plakaran. Dalam catatan lain ditulis Kiai Demang Plakaran. Adipati Pramono bersaudara dengan Kiai Pragalba alias Pangeran Arosbaya. Pragalba adalah buyut Praseno. Jika diurut nasabnya Praseno ialah Raden Praseno bin Raden Koro bin Panembahan Lemah Duwur (Pratanu) bin Kiai Pragolbo bin Pangeran Demang Plakaran. Pangeran Demang dikenal sebagai pendiri Keraton Anyar di Arosbaya. Sang Pangeran disebut sebagai titisan Giri Kedaton dan Majapahit. Buyutnya, Ario Lembu Petteng merupakan pembabat wilayah Sampang. Begitu juga buyut lainnya, Ario Menak Senoyo yang membabat Pamelingan (Pamekasan). Sehingga kedudukan Pangeran Demang dan anak-anaknya di kalangan masyarakat Madura awal begitu penting. Terutama dalam pembentukan peradaban di abad-abad awal. Tidak ada keterangan sejak kapan Adipati Pramono menjadi penguasa Sampang. Sejarahwan Madura, Kangjeng Zainalfattah hanya menyebut Adipati Pramono bertahta di Madegan, Sampang. Adipati Pramono menikah dengan Ratu Banu, satu-satunya putri Kiai Wonorono, raja Pamelingan. Kiai Wonorono merupakan anak Lembu Petteng. Nama kecilnya Ario Mengo. Dari pernikahan Pramono dengan Ratu Banu lahirlah Pangeran Bonorogo, Pangeran Adipati Pamadekan dan lain-lain. Saat itu Sampang dan Pamelingan menjadi satu kesatuan. Karena para penguasanya merupakan suami isteri. Pamelingan pun tahtanya diserahterimakan pada Adipati Pramono. Sampang Setelah Pramono Sepeninggal Adipati Pramono, Sampang dan Pamekasan (Pamelingan) tetap menjadi satu di bawah kekuasaan Pangeran Bonorogo Baru setelah Bonorogo wafat,  Sampang dan Pamekasan (Pamelingan) dibagi lagi. Pamekasan diperintah oleh Panembahan Ronggosukowati, sedangkan Sampang diberikan pada Pangeran Adipati Pamadekan. Di masa Ronggosukowati, ada kerajaan-kerajaan kecil yang berada di bawah kekuasaannya. Seperti keraton di Blumbungan yang diperintah oleh Pangeran Nurogo, adik Ronggosukowati. Nurogo. Selain itu juga ada Pangeran Suhra di keraton Jambringen. Pangeran  Suhra adalah anak Kiai Pragalbo. Kembali pada Sampang, tidak disebutkan secara detil tentang Adipati Pamadekan pengganti Adipati Pramono. Adipati Pamadekan ini hanya disebut sebagai salah satu putra Pangeran Bonorogo. Dalam catatan Sumenep, salah satu adik Panembahan Ronggosukowati adalah Pangeran Sosrodipuro alias Pangeran Saba Pele, Sampang. Menurut R I Bagus Salam, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep, Pangeran Saba Pele adalah satu orang yang sama dengan Pangeran Adipati Pamadekan. Jika benar, maka setelah Adipati Pamadekan, Sampang tidak lagi dipimpin keturunan Pramono. Karena anak-anak Adipati Pamadekan atau Pangeran Saba Pele banyak yang menjauh dari pemerintahan. Seperti Raden Macan Alas di Waru, Pamekasan. Raden Macan Alas Waru dikenal sebagai pembabat Waru, juga dikenal sebagai tokoh ulama dan diyakini berpangkat Waliyullah. Beliau menurunkan Raden Sutojoyo dan putra-putranya, seperti Raden Entol Anom (Patih Sumenep) beserta Raden Entol Janingrat. Keduanya merupakan leluhur keluarga bangsawan di Sumenep dan tokoh-tokoh ulama di Pamekasan. Setelah Adipati Pamadekan, Sampang masuk kekuasaan raja-raja Arosbaya, yakni keturunan Kiai Pragalbo alias adik Adipati Pramono. Yaitu dimulai dari Raden Praseno alias Pangeran Cakraningrat I yang dilantik oleh Mataram dan berkedudukan di Sampang. RM Farhan
Sampang Sampang Sosok & Tokoh Sampang Sejarah Raden Adipati Pramono Kala Sampang dan Pamekasan Menjadi Satu Sampang

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru