matamaduranews.com-SAMPANG-Struktur pemerintahan di Kota Sampang diperkirakan sudah ada sejak abad 15.
KRT Zainalfattah Notoadikusumo, dalam bukunya yang berjudul “Sedjarah Tjaranja Pemerintahan DaerahDaerah di Kepulauan Madura dengan Hubungannja (Pamekasan, 1951)â€, menyebut nama Ario Lembu Petteng sebagai wakil kuasa Majapahit di Sampang.
Lembu Petteng sendiri diistilahkan sebagai Kuasa Sampang.
Istilah lainnya ialah Kamituwo atau Ronggo atau Patih yang berkuasa penuh di suatu wilayah (zelfstandig).
Kamituwo selanjutnya ialah Ario Menger, anak laki-laki Lembu Petteng. Keratonnya di Madekan.
Ario Menger lalu digantikan anaknya yang bernama Ario Pratikel. Pratikel menetap di Gili Mandangin atau Pulau Kambing, sebuah pulau kecil di sebelah Selatan Sampang.
Ario Pratikel tidak punya anak laki-laki hingga digantikan oleh Ario Pojok, menantunya.
Ario Pojok masih kerabat dekat Pratikel. Leluhur Pojok, yaitu Ario Damar masih bersaudara dengan Ario Lembu Petteng.
Penguasa Sampang selanjutnya ialah Raden Adipati Pramono, yaitu cucu Ario Pojok.
Pramono juga meneruskan leluhurnya dengan menempati Madekan sebagai pusat pemerintahannya.
Selama beberapa generasi, Sampang masih dikendalikan oleh keturunan Pramono. Hingga pecah invasi Mataram pada 1620-an, dan Sampang dikendalikan oleh keturunan Pragalba, saudara Pramono.
Dikendalikan Para Ronggo
Sekitar paruh kedua abad 17, Sampang tidak lagi menjadi pusat pemerintahan Madura Barat. Cakraningrat II memindahkan ibukota kerajaan ke Tonjung Sekar (Bangkalan).
Selanjutnya Sampang tidak lagi berstatus kadipaten. Namun ada wakil Cakraningrat II di sana. Istilahnya Kuasa. Dahulu disebut Kamituwo. Lalu diistilahkan Ronggo. Yaitu setingkat Patih yang berkuasa penuh.
Sebagai Kuasa Sampang pertama diangkatlah Raden Ario Purbonagoro, putra Cakraningrat II yang lahir dari Raden Ayu Giri.
Hingga beberapa generasi, para Ronggo ini berasal dari trah Purbonagoro. Kuasa terakhir trah ini jatuh pada Raden Minggu.
Beliau menggantikan sebagai Kuasa Sampang dengan gelar Raden Tumenggung Purbonagoro. Masyarakat menyebut beliau Gung Porba.
Gung Porba dikenal dengan karomah-karomahnya, dan diyakini sebagai seorang waliyullah. Makam beliau hingga saat ini dikeramatkan.
Sebelum kemudian Sampang dikuasakan pada Raden Ario Mloyokusumo, putra Raden Adipati Kusumodiningrat, Patih Bangkalan. Mloyokusumo merupakan kuasa terakhir Sampang hingga Madura mengalami penghapusan sistem keraton, pada 1880-an.
Sampang Pasca Keratonisasi di Madura
Setelah tanah Madura jatuh menjadi rechts streeks berstuurd gebied (area yang dikontrol langsung) kolonial, pemimpin-pemimpin setiap daerah atau kabupaten disebut Regent (Bupati). Istilahnya 1e Regent (bupati pertama), 2e Regent (bupati kedua), 3e Regent (bupati ketiga), dan seterusnya.
Istilah Regent ini menunjukkan statusnya sebagai bupati biasa. Bukan yang berstatus zelfstandig (berkuasa sendiri) lagi.
Sehingga setelah itu ada istilah afdeeling, yang bermakna kabupaten. Sehingga sebutannya menjadi afdeeling Bangkalan, afdeeling Sampang, afdeeling Pamekasan, dan afdeeling Sumenep.
Nah, sepeninggal Raden Ario Mloyokusumo, diangkatlah Raden Tumenggung Kusumodiningrat. Kusumodiningrat ini masih merupakan adik dari Mloyokusumo.
Kusumodiningrat diberi gelar Ronggo. Masyarakat menyebut beliau Kangjeng Ronggo.
Peristiwa pengangkatan Kusumodiningrat ini tercatat terjadi pada tanggal 1 November 1885.
Sepeninggal Kusumodiningrat, diangkat sebagai 2e Regent ialah Raden Tumenggung Condronegoro, salah satu putra Panembahan Mangkuadiningrat Pamekasan. Lalu diganti Raden Ario Secoadiningrat dari Bangkalan hingga 1913.
Sebagai gantinya, Raden Tumenggung Ario Suryowinoto (1913-1918), menantu Secoadiningrat. Lalu diganti Raden Tumenggung Kartoamiprojo (1918-1923).
Setelah Kartoamiprojo berhenti dengan hormat, Sampang tidak lagi diisi bupati hingga 1931.
Baru kemudian di tahun itu hingga 1949 Sampang hanya berstatus kawedanan, dengan satu Wedana Kota yang membawahi 4 distrik di bawah pemerintahan Bupati Pamekasan.
Pada pada RIS (Republik Indonesia Serikat), Sampang berstatus kabupaten lagi, dengan bupati pertamanya Raden Tumenggung Mohammad Iksan.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply