Post Images
Post image
matamaduranews.com-Zaman Kemajuan: Inilah zaman kemajuan, ada sirup rasa jeruk dan durian, ada keripik rasa keju dan ikan, ada republik rasa kerajaan. Itu adalah baris puisi pendek berjudul Zaman Kemajuan oleh K.H Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus, kiai cum budayawan pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin, Rembang. Puisi itu dikutip pada acara pekan budaya di Taman Budaya Jawa Tengah (31/10), dan menjadi viral dimana-mana. Sebenarnya puisi itu puisi lama. Diciptakan Gus Mus semasa kekuasaan Orde Baru dan tidak didaur ulang oleh Gus Mus. Gaya kritik Gus Mus yang tajam tapi halus plus lucu membuat hadirin tertawa. Gus Mus bercerita bahwa ada puisi yang dibuatnya semasa Orde Baru. Puisi itu dibaca pada sebuah acara dan mengakibatkan ketua panitia acara diciduk aparat. Gus Mus pun membaca puisi itu lengkap dari catatan di gajetnya, tapi kemudian menutup gajet dan mengatakan bahwa dia tidak akan membacakan puisi itu lagi di kesempatan ini. Gus Mus tidak ingin ketua panitia mengalami nasib yang sama dengan era Orde Baru. Hadirin tertawa karena Gus Mus sudah membaca puisi itu secara lengkap. Netizen riuh rendah mengomentari puisi itu. Banyak yang mengira puisi itu ditujukan kepada Jokowi. Banyak yang mengira puisi itu sindiran terhadap Jokowi, yang beberapa hari terakhir ii menjadi sasaran kritik karena manuver politik dinasti. Banyak kalangan yang gerah oleh manuver Jokowi, yang dianggap jelas-jelas mendorong anak mbarep Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi penerus dinastinya. Banyak seniman dan budayawan yang marah oleh manuver Jokowi, dan menumpahkan kemarahannya secara terbuka. Goenawan Mohamad alias GM, jurnalis cum budayawan, secara terbuka mengritik Jokowi dan secara terang-terangan bersumpah akan menghentikan Jokowi dengan segala cara. Butet Kertaradjasa, budayawan dan seniman, juga mengekspresikan kemarahannya terhadap manuver Jokowi. Ia juga menulis surat kepada Jokowi, yang kemudian menjadi surat terbuka karena bocor ke publik. GM dan Butet mungkin bisa mewakili barisan budayawan dan seniman Indonesia yang kecewa terhadap Jokowi. Keduanya mewakili genre seniman dari generasi yang berbeda, dan menjadi salah satu yang terdepan pada masing-masing generasinya. Keduanya bisa disebut sebagai representasi kekecewaan seniman dan budayawan sezamannya terhadap manuver politik Jokowi. Gus Mus datang dari genre yang lain. Beda dengan GM dan Butet yang sekular, Gus Mus punya latar belakang religius yang sangat kuat. Ia keturunan kiai dan menghabiskan masa belajarnya di Kairo, Mesir, bersama sahabat dekatnya Abdurrahman Wahid, presiden ke-4 Indonesia. Beda juga dengan GM dan Butet, Gus Mus bisa mempertahankan independensinya terhadap kekuasaan rezim, tapi masih tetap menunjukkan sikap kritis. GM dan Butet dikenal luas sebagai pendukung Jokowi. GM juga terkenal sebagai pendukung kuat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Butet mempunyai hubungan personal yang dekat dengan Jokowi. Gus Mus menjaga jarak aman dengan kekuasaan, tidak terlalu dekat tapi tidak terlalu jauh. Gus Mus tidak pernah konfrontatif terhadap kekuasaan, meskipun puisi-puisinya sangat tajam dan menusuk. GM mempunyai sejarah perlawanan yang keras terhadap Orde Baru Soeharto. Ia mempimpin perlawanan setelah Majalah Tempo yang didirikannya dibreidel oleh Orde Baru pada 1994. Gerakan terbuka GM itu menjadi bagian dari arus besar yang kemudian bisa mengakhiri kekuasaan Orde Baru. Gus Mus melawan Orde Baru dengan gayanya yang khas, halus tapi tajam. Tidak konfrontatif, tapi menusuk. Jurus yang lembut ini membuat Gus Mus tetap aman dan sulit dijinakkan atau dijaring oleh kekuasaan. Sebagai ulama NU (Nahdlatul Ulama) terkemuka, Gus Mus sangat layak menjadi ketua PBNU. Ia pernah berkontestasi dalam Munas NU di Jombang beberapa waktu yang lalu. Tetapi, Gus Mus bukan politisi dan tidak punya bohir yang mendukung, sehingga dia kalah dalam kontestasi. Ketika banyak ulama yang kemudian dekat dengan kekuasaan, dan merasa bangga dengan kedekatan itu, Gus Mus tetap berada di maqomnya. Tidak pernah ada berita Gus Mus mengunjungi Istana atau bertemu dengan elite-elite politik dan pemerintahan. Gus Mus tetap berada pada posisi yang aman dari jangkauan kekuasaan. Republik rasa kerajaan menjadi kritik kesekian yang diungkapkan oleh Gus Mus terhadap kekuasaan. Banyak puisinya yang tajam menyerang, tapi membuat orang yang mendengar tertawa terkekeh-kekeh. ‘’Amplop-amplop menguasai penguasa, dan mengendalikan orang-orang biasa, amplop-amplop membeberkan dan menyembunyikan, mencairkan dan membekukan, mengganjal dan melicinkan Orang bicara bisa bisu, Orang mendengar bisa tuli, Orang alim bisa nafsu, Orang sakti bisa mati. Di negeri amplop, amplop-amplop mengamplopi apa saja dan siapa saja’’. Itu penggalan puisi ‘’Di Negeri Amplop’’, yang mengritik budaya suap dan korupsi yang sudah merasuk ke seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Aparat hukum yang seharusnya menegakkan hukum, justru menghancurkan hukum. Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang seharusnya menjadi ujung tombak memberantas korupsi, justru sekarang tengah diburu polisi karena pemerasan. Runtuh sudah pilar hukum di negeri amplop. Penegak keadilan jalannya miring Penuntut keadilan kepalanya pusing Hakim main mata dengan maling Wakil rakyat baunya pesing. Hi hi … Kalian jual janji – janji untuk menebus kepentingan sendiri Kalian hafal pepatah-petitih untuk mengelabui mereka yang tertindih Pepatah petitih, ha ha … Penggalan puisi ‘’Negeri Hahahihi’’ itu tidak ditujukan kepada para hakim MK (Mahkamah Konstitusi) dan Anwar Usman sebagai ketua. Tetapi, harusnya para hakim itu malu karena menjadi bahan tertawaan dalam puisi itu. Politik Indonesia semakin brutal menjelang pilpres 2024. Manuver politik yang muncul sudah tidak lagi mengindahkan tatakrama dan aturan. Pimpinan nasional yang harusnya netral malah cawe-cawe menjadi bagian dari permainan. Ketika politik menjadi bengkok, maka puisi akan meluruskannya. Itu adalah ungkapan John F. Kennedy, Presiden ke-35 Amerika Serikat. Ungkapan itu terlalu halus untuk Indonesia. Politik Indonesia tidak sekadar bengkok tapi sudah remuk tak berbentuk. Akankah puisi (Gus Mus) bisa memperbaikinya? (kempalan)
Gus Mus Dhimam Abror Djuraid Republik Rasa Kerajaan Kritik Puisi

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru