Pangantan Jaran. Pengantin atau mempelai menunggangi kuda diiringi musik saronen. Diarak oleh sanak family kedua mempelai dan disaksikan oleh ratusan tetangga dan warga.
Para pegiat Budaya Sumenep masih belum menemukan akar sejarah tradisi Pangantan Jaran. Keterangan masih berkutat pada ungkapan lisan dari tokoh mayarakat atau sesepuh desa.
Setidaknya, seperti pengakuan sejumlah warga yang setia melestarikan tradisi Pangantan Jaran. Di balik ritual sakral pernikahan, masyarakat beranggapan acara pernikahan tak bernilai bila rentetan acara tidak semeriah sebagaimana arak-arakan seperti Pangantan Jaran.
Tapi, tradisi ini sudah tereduksi. Kata lain, Pengantan Jaran tak harus dilakukan pengantin yang hendak merayakan resepsi pernikahan.
Tak harus laki dan perempuan (berpasangan) menunggangi kuda. Pada usia belia sudah melakukan tradisi Pangantan Jaran. Bentuknya seperti PARADE PANGANTEN KUDA:
Sisi yang tereduksi ini, Pangantan Jaran tetap eksis lantaran gengsi. Tereduksi ke dalam tanggapan grup-grupan, istilah bagi kelompok-kelompok arisan penanggap acara pernikahan.
"Pangantan Jaran sudah menjadi semacam arisan dalam bentuk kelompok (grup). Waktu melaksanakan sesuai dengan giliran. Makanya, yang jadi Pangantan Jaran bukan harus menjadi mempelai," cerita seorang pemuda dari Kecamatan Batang-Batang yang enggan disebutkan namanya.
Seperti foto di atas terjadi di Desa Legung, Batang-Batang, Sumenep, Madura, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Meski foto lama. Tradisi PARADE PANGANTEN KUDA atau Pangantan Jaran kerap ditemui di desa-desa Sumenep, Madura.
Foto di atas salah satu contoh.
Foto itu hasil jepretan fotografer nasional asal Sumenep, mendiang Edhi Setiawan.
Karya-karya foto Edhi Setiawan sudah diakui ASIA. Bukan hanya nasional.
Edhi suatu waktu bercerita kalau dirinya kerap datang ke pelosok desa hanya untuk mengambil gambar acara tradisi di desa.
Maklum. Edhi hoby fotografi juga tertanam jiwa seni.
Meski keturunan etnis tionghoa. Kecintaan terhadap nilai-nilai dan tradisi Madura sudah tak diragukan.
Tak sedikit para peneliti dari Belanda dan wartawan dari media nasional ketika akan mencari refrensi lapangan tentang nilai-nilai Budaya Madura. Edhi Setiawan yang menjadi jujukannya.
Meski tereduksi. Parade Panganten Kuda atau Pangantan Jaran masih lestari di desa-desa Bumi Sumenep. Salah satunya di Kecamatan Batang-Batang, Sumenep. (*)
Write your comment
Cancel Reply