Post Images
matamaduranews.com-PAMEKASAN-Setelah hampir satu abad lamanya dikuasai oleh beberapa tokoh yang bergelar Adikoro, Pamekasan berada di bawah kekuasaan Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat. Adipati yang baru ini dikenal dengan sebutan Tumenggung Adiningrat. Adiningrat merupakan anak Adikoro IV, namun beliau hanya sebentar menjabat. Terhitung 1750-1752. Faktor politik kompeni kala itu membuat Tumenggung Adiningrat turun dari tahta. Sebagai gantinya, Pamekasan yang waktu itu berada di bawah campur tangan Kompeni Belanda (VOC), dan berada di bawah pengaruh Madura Barat (Bangkalan), ditunjuklah Raden Alsari salah satu putra dari Adikoro III. Ibu Alsari ialah saudari dari Adikoro IV, alias sama-sama anak Adikoro II. Raden Alsari dinaikkan menjadi adipati Pamekasan dengan gelar yang sama yaitu Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat. Namun dalam sejarah ditulis Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat I. Cokroadiningrat I dikenal dengan nama Tumenggung Sepuh atau Gung Seppo. Beliau memerintah sejak 1752-1800. Sepeninggal Gung Seppo pada 1800, kedudukan adipati Pamekasan dijalankan oleh Raden Alsana (adik Gung Seppo). Alsana bergelar Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat II. Pelebaran Sayap Bangkalan Di abad 18-19, di pulau Madura terdapat dua kutub pemerintahan utama. Yaitu Madura Barat dan Madura Timur. Kalau melihat pada sejarahnya, semenjak peristiwa invasi Mataram, Madura berada di bawah bayang-bayang Mataram. Meski dalam perjalanannya, hubungan-hubungan antara para penguasanya juga dipererat sekaligus diikat dengan perkawinan antar penguasa itu. Kondisi Mataram yang selanjutnya tergadai akibat ketidakcakapan para penguasanya pasca Sultan Agung, sebagai efek dari beberapa perang atau pemberontakan, membuat Madura pun seakan mengalami tarikan dari kedua arah. Apalagi sejak abad 18, VOC resmi menancapkan pengaruhnya di pulau Garam. Meski dalam prakteknya, Madura masih berdiri sistem keratonisasi, dan penguasanya masih berdasarkan trah. Namun dalam beberapa kasuistik, politik adu domba (devide et empera) bangsa negeri Kincir Angin itu memang menciptakan beberapa angin perubahan di kawasan Madura. Para penguasa Madura juga sedikit diuntungkan secara prestice dari efek semakin rapuhnya Mataram. Yang mana para penguasa Madura diposisikan oleh VOC sebagai “teman”. Maknanya bukan jajahan VOC atau Mataram. Kembali pada Madura Barat, kekuasannya meliputi wilayah Bangkalan dan Sampang. Penguasanya berkedudukan di Bangkalan, yakni Panembahan Cakraadiningrat V alias Sido Mukti. Beliau juga mengendalikan beberapa kabupaten di Jawa Timur. Seperti Surabaya, Sedayu, dan Madiun. Jadi adipati yang membawahi beberapa adipati. Istilah kala itu iala Adipati Wadono. Dalam bahasa VOC hingga Kolonial dikenal dengan Hoofd Regent. Kadipatennya dikenal dengan kadipaten Wadono. Sementara di Madura Timur, atau Sumenep, membawahi beberapa kadipaten di wilayah Tapal Kuda (sebelumnya juga termasuk Pamekasan). Namun hingga masa Panembahan Sumolo (1762-1811), beberapa wilayah Tapal Kuda yang meliputi Besuki, Panarukan, Lumajang dan lainnya ditukar dengan kawasan kepulauan. Yaitu gugusan pulau yang hingga kini masuk wilayah Kabupaten Sumenep. Itulah sebabnya di beberapa pulau di Sumenep, seperti Kangayan, Sepudi, dan Gili memiliki beberapa bupati kecil. Seperti di Kangayan, bupatinya ialah Raden Tumenggung Suriyingrono. Di Gili ada Raden Ardikusumo, dan lainnya. Nah, kembali pada Madura Barat, pasca Gung Tengnga, atas campur tangan Kolonial, maka dinobatkanlah adik Sultan Bangkalan II (Sultan Abdul Kadir atau Kadirun), yaitu Raden Abdul Latif Palguna dengan gelar Pangeran Adipati Mangkuadiningrat pada 1804. Dan di tahun 1829 ditetapkan sebagai Panembahan Pamekasan. Meski di masa itu Pamekasan memiliki penguasa penuh, namun sejatinya, wilayah ini jatuh pada trah Bangkalan. Karena sang panembahan sendiri masih saudara Sultan Bangkalan II. Keduanya sama-sama putra Sultan Bangkalan I (Sultan Cakraadiningrat I). Panembahan Mangkuadingrat wafat pada Maret 1842. Putra mahkota yang dipersiapkan sebagai pengganti, wafat saat ayahnya masih hidup. Sehingga yang diangkat sebagai pengganti Mangkuadiningrat ialah cucunya yang masih belia. Yaitu Raden Banjir alias Pangeran Adipati Suryokusumo. RM Farhan
Pamekasan Sosok & Tokoh Pamekasan Panembahan Mangkuadiningrat Kala Pamekasan Jatuh ke Pelukan Bangkalan

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru