matamaduranews.com-PAMEKASAN-Seperti disebut dalam tulisan sebelumnya, Pamekasan hampir satu abad lamanya dikuasai oleh beberapa tokoh yang bergelar Adikoro.
Di kawasan Kolpajung, masih bisa ditemukan situs Adikoro. Yaitu kompleks pemakaman raja-raja Pamekasan yang bergelar Adikoro tersebut.
Yang pertama bergelar Adikoro ialah Raden Gatutkaca atau Pangeran Gatutkaca. Satu-satunya trah Ronggosukowati yang selamat dalam puputan.
Adikoro I dikenal sebagai penguasa Pamekasan yang bijaksana. Beliau tercatat memiliki isteri permaisuri dari Sumenep. Yaitu putri Raden Tumenggung Yudonegoro, adipati Sumenep. Dari perkawinan tersebut lahir di antaranya Pangeran Rama alias Cokronegoro II (adipati Sumenep) dan Raden Tumenggung Joyonegoro (adipati Pamekasan).
Dari seorang selir, Adikoro I memiliki bernama Raden Asral, yang dikenal dengan nama Raden Gatutkoco II. Sebutan itu karena Asral dikenal mirip wajahnya dengan Adikoro I.
Sepeninggal Joyonegoro, Asral naik tahta dengan gelar Raden Tumenggung Ario Adikoro II (1708-1737). Namun karena posisinya sebagai putra selir, mendapat tentangan dari Pangeran Jimat (Cokronegoro III, memerintah Sumenep pada 1721-1744), putra Pangeran Rama sekaligus keponakannya.
Adikoro II kalah dalam perang tanding dengan Pangeran Jimat dan meletakkan jabatannya. Oleh Pangeran Jimat ditunjuklah keponakannya yaitu Raden Baskara alias Raden Tumenggung Adikoro III (memerintah 1737-1743).
Adikoro III adalah anak Pangeran Wiromenggolo, adipati Sumenep. Ibu Adikoro III adalah saudari Pangeran Jimat Sumenep, alias putri dari Pangeran Rama.
Sepeninggal Adikoro III, tahta Pamekasan jatuh ke Raden Ismail, putra Adikoro II. Raden Ismail lantas bergelar Raden Tumenggung Adikoro IV (memerintah 1743-1750). Adikoro IV dikenal dengan gelar anumertanya, yaitu Tumenggung Sedo Bulangan. Beliau gugur bersama Raden Wongsodirejo (saudara Adikoro III), dalam peristiwa pemberontakan Ke’ Lesap pada 1750.
Gung Seppo
Sepeninggal Adikoro IV, diangkatlah putranya yang bergelar Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat. Adipati yang baru ini dikenal dengan sebutan Tumenggung Adiningrat. Namun Adiningrat hanya sebentar menjabat.
Faktor politik kompeni kala itu membuat Tumenggung Adiningrat turun dari tahta. Sebagai gantinya, Pamekasan yang waktu itu berada di bawah campur tangan Kompeni Belanda (VOC), dan berada di bawah pengaruh Madura Barat (Bangkalan), ditunjuklah Raden Alsari salah satu putra dari Adikoro III. Ibu Alsari ialah saudari dari Adikoro IV, alias sama-sama anak Adikoro II.
Jadi hubungan Alsari dengan Adiningrat masih saudara sepupu.
Raden Alsari dinaikkan menjadi adipati Pamekasan dengan gelar yang sama yaitu Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat. Namun dalam sejarah ditulis Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat I.
Cokroadiningrat I dikenal dengan nama Tumenggung Sepuh atau Gung Seppo.
Di awal pemerintahannya, suasana Pamekasan masih memanas. Berhubung “dipecatnya†Adiningrat putra Adikoro IV sebagai “raja†yang berhak.
Sementara Gung Seppo hanya dari garis ibunya yang merupakan anak perempuan Adikoro II. Meski ayah Gung Seppo juga adipati Pamekasan (Adikoro III), namun secara nasab bukan garis turunan laki-laki ke Pangeran Gatotkaca alias Adikoro I.
Seperti yang diketahui, Adikoro III adalah pengganti yang ditunjuk Pangeran Jimat Sumenep, pasca kekalahan Adikoro II.
Dari sisi genealogi, Adikoro III adalah anak Pangeran Wiromenggolo yang bukan turunan laki-laki Gatutkaca. Persambungan nasab Adikoro III ke Adikoro I melalui ibunya, atau isteri Wiromenggolo. Seperti yang bisa dibaca di tulisan sebelumnya, ibu Adikoro III adalah anak Pangeran Rama. Dan Pangeran Rama adalah anak sulung Adikoro I.
Nah, kembali pada memanasnya suasana Pamekasan, keluarga besar Adikoro IV jelas menunjukkan sikap antipati. Sehingga Gung Seppo merasa khawatir akan posisinya.
Terkait itu, akhirnya Gung Seppo mengajukan syarat kepada VOC, bahwa dirinya bersedia tetap menjabat sebagai adipati Pamekasan, asalkan Raden Bilat dijadikan sebagai patih di Pamekasan.
Bilat merupakan sosok keras, pendekar pilih tanding, dan linuih. Beliau masih saudara sepupu Gung Seppo. Ayah Bilat, Pangeran Cakranegara IV alias Pangeran Lolos (adipati Sumenep 1744-1749) masih bersaudara dengan Adikoro III (ayah Gung Seppo).
Masalahnya kala itu Bilat tersandung masalah dengan VOC karena disangka menyiapkan pemberontakan, dan dibawa ke Batavia untuk diadili.
Mengingat kepentingan yang lebih besar VOC akhirnya menyanggupi permintaan Gung Seppo. Bilat dibebaskan dan diangkat sebagai Patih Pamekasan bergelar Raden Tumenggung Wironegoro.
Langkah awal, Wironegoro mengusir seluruh keluarga Adikoro IV (anak-cucunya) dari Pamekasan. Karena sadar tak mungkin mampu berperang tanding dengan Wironegoro, seluruh anak cucu Adikoro IV hijrah ke Jawa (Tapal Kuda). Meski di masa selanjutnya ada yang kembali dan menjadi pembesar Pamekasan lagi.
Gung Seppo didampingi Bilat alias Wironegoro menjalankan tampuk pemerintahan hingga akhir hayatnya. Sepeninggal Gung Seppo pada 1804, kedudukan adipati Pamekasan dijalankan oleh Raden Alsana (adik Gung Seppo). Alsana bergelar Raden Tumenggung Ario Cokroadiningrat II.
Berkuasanya Alsana rupanya tanpa perembukan dengan VOC maupun Bangkalan. Hingga dengan politik adu dombanya, VOC menurunkan Alsana dari kursi Adipati. Lalu ditunjuklah adik Sultan Bangkalan II (Sultan Kadirun) menjadi adipati Pamekasan, yang di kemudian hari bergelar Panembahan Mangkuadiningrat (Panembahan Mangko, memerintah 1804-1842).
Alsana lantas meninggalkan Pamekasan dan tinggal di Sumenep. Alsana oleh warga Pamekasan dikenal dengan sebutan Tumenggung Tengah atau Gung Tengnga. Yaitu Tumenggung di antara Gung Seppo dan Panembahan Mangko.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply