matamaduranews.com-Kalau kita mendengar kata Madura tentunya yang ada di benak kita adalah masyarakat yang keras, kasar serta mempunyai tradisi atau budaya yang tanpa kompromi dan selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Dan hal ini didukung dengan simbol clurit yang dianggap sebagai bagian dari kekerasan.
Tak bisa dipungkiri bahwa clurit merupakan bagian dari orang Madura. Clurit dianggap oleh Sebagian besar masyarakat Madura adalah sekep. Sekep itu sendiri dapat diartikan sebagai benda atau senjata yang dibawa untuk menjaga kemungkinan terjadi perkelahian. Dan dikatakan sombong orang tersebut apabila tidak membawa sekep, itu artinya orang tersebut bisa mengandalkan tangan hampa tanpa bantuan dari sekep itu sendiri.
Dari beberapa stigma negatif orang luar terhadap clurit itu sendiri, sebenarnya banyak orang luar yang kurang paham filosofi sekep clurit tersebut. Padahal filosofi clurit itu adalah kebengkokannya yang dilambangkan barisan tulang rusuk laki-laki yang berkurang karena diciptakan oleh Allah Swt menjadi perempuan. Untuk mengganti bagian yang hilang itu, orang Madura menggantinya dengan clurit yang dibuat “sekepâ€.
Sebagian besar masyarakat Madura itu mempercayai budaya “nyekep†atau menggunakan “sekepâ€. Apalagi orang Madura terkenal dengan masyarakat perantau. Maka tak heran jika orang Madura ada dimana-mana dan hanya membawa bekal “sekepâ€. Sehingga ketika bekal “sekep†tersebut dibawa dan dilaksanakan secara istiqomah, maka akan selamat di dunia maupun di akhirat.
Dari pernyataan bekal sekep yang selalu dibawa oleh orang Madura tersebut, saya tertarik juga untuk membekali murid saya dengan sekep, karena setelah dicerna berulang kali, kata sekep ini mempunyai akronim yang memang sesuai dengan salah satu dimensi profil pelajar Pancasila. Dan ketika “sekep†itu dibawa dan dilaksanakan dimanapun, kapanpun akan membawa kedamaian serta selamat di dunia dan akhirat.
Pemberian bekal “sekep†ini dilatar belakangi oleh keresahan saya terhadap fenomena murid sekarang yang sangat sibuk dengan gawainya tanpa memperdulikan orang lain (individualis), sibuk menonton gawainya tanpa berpikir kritis dan juga sibuk dengan gawainya sampai lupa pada Tuhan serta akhlaknya.
Hal ini disebabkan para murid tidak dibekali benda “sekep†yang bisa menfiliterisasi arus informasi yang pesat dari gawai. Sehingga pesan apapun baik positif dan negatif langsung di telan mentah-mentah oleh murid.
Minimnya akhlak, lebih bersifat individualis dan kurang kreatif ini merupakan tantangan bagi saya sebagai guru. Dan Alhamdulillah dengan adanya penekanan Profil Pelajar Pancasila di setiap mata pelajaran pada kurikulum merdeka, saya bisa memasukkan pesan-pesan “sekep†sebagai bekal kepada murid untuk menghadapi tantangan zamannya. Karena tugas guru adalah menuntun sesuai dengan kodrat murid, baik kodrat alam maupun zaman. Dan bekal “sekep†ini yang saya jadikan strategi untuk memasukkan pesan-pesan moral yang ada di dalam dimensi profil pelajar Pancasila.
Apa itu bekal “Sekep�
Bekal sekep merupakan akronim dari Sekobasa, Kecca’ tor Panolong. Sekobasa itu artinya Tuhan Yang Maha Kuasa, dalam hal ini merupakan dimensi Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlakul karimah.
Kecca’ artinya kreatif dan Panolong artinya gotong royong. Ketiga dimensi profil pelajar Pancasila inilah yang nantinya dijadikan “sekep†kepada murid untuk melakukan hal apapun termasuk didalam proses pembelajaran.
Bagaimana penerapannya?
Di awal pembelajaran biasanya saya selalu mengaitkan kepada salah satu akronim Sekep yaitu Se (Sekobasa) artinya dimensi Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia.
Saya memberikan kesadaran dan mengaitkan setiap materi apapun kedalam dimensi Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan YME dan berakhlakul karimah, baik melalui metode ceramah sampai pada metode diskusi, metode diskusi disini murid berdiskusi mencari keagungan dan kebesaran Allah melalui materi yang akan dipelajarinya serta mengimbaskan hasil diskusi tersebut melalui akhlak mulia, baik akhlak kepada diri sendiri, akhlak kepada orang lain serta akhlak kepada lingkungan.
Di pertengahan pembelajaran saya mengaitkan akronim “Ke†yaitu kecca’. Kecca’ di sini adalah berpikir kritis. Di sini saya memantik materi ke dalam bentuk keterampilan berliterasi yang dipadukan dengan keterampilan abad 21 yaitu berpikir kreatif, berpikir kritis, berkomunikasi dan berkolaborasi. Sehingga akan tercipta sebuah karya pikir yang bisa diaplikasikan ke dunia nyata sesuai dengan kodratnya masing-masing. Dan peran saya sebagai guru disini hanyalah sebagai penuntun atau fasilitator saja atas solutif dari buah kecca’ tersebut.
Di akhir pembelajaran saya memberikan penekanan implementasi akronim sekep yang terakhir yaitu “Pâ€. P disini adalah Penolong atau dimensi gotong royong. Semua murid bergotong royong membantu teman-teman yang kurang bisa memahami masalah, atau pun kesulitan dalam memahami materi.
Dari gotong royong tersebut tercipta sebuah rasa persaudaraan, sehingga kegiatan proses belajar mengajar berjalan lancar, mudah dan ringan. Sesuai dengan apa yang diharapkan salah satu dimensi profil pelajar Pancasila yaitu gotong royong.
Maddha arensareng nyikep “sekep†(Sekobasa, Kecca’ tor Panolong)
****
*Profil Singkat Penulis
Nama                              : Akhmad Said Hidayat
Tanggal Lahir                      : 17 Pebruari 1986
Unit Kerja                         : SDN Pangarangan III
Terhitung Mulai Tanggal Jadi Guru   : 01 April 2009
Alamat                            : Daramista – Lenteng
Riwayat Organisasi
Pegiat Adab Mored
Pembina Matematika Sumenep
Tim Pembuat Soal US/UN 2017-2019
Write your comment
Cancel Reply