Post Images
matamaduranewscom-TAPALKUDA-Pasca dilepas oleh Sumenep, kawasan Besuki dan sekitarnya tumbuh menjadi kadipaten mandiri. Abad 19 dimulai dengan berdirinya kadipaten Besuki, yang sebelumnya dipimpin oleh patih atau ronggo. Pertumbuhan status menjadi kadipaten itu tidak bisa lepas dari nama Raden Bambang Sutiknya, tokoh berdarah Madura-Cina, yang menduduki wilayah bekas gadai tersebut sebagai adipati pertama Besuki. Kepak sayap Sutiknya semakin melebar dengan fakta di masa-masa berikutnya, keturunan dari cucu Panembahan Sumenep itu menduduki kursi bupati, mulai dari Panarukan, Situbondo, dan wilayah lainnya. Beribukan Marga Han Bambang Sutiknya lahir dari pasangan Raden Tumenggung Kolonel (Kornel) Prawiroadiningrat dari seorang garwa selir dari keluarga Cina muslim di tanah Besuki. Prawiroadiningrat merupakan salah satu putra Panembahan Natakusuma alias Sumolo, Panembahan Sumenep sejak 1762-1811. Prawiroadiningrat lahir dari ibu putri Adipati Sedayu. Nama kecilnya Ali (dalam catatan lain bernama Urip). Ali Prawiroadiningrat adalah adik Sultan Sumenep, Abdurrahman Pakunataningrat (1811-1854) dari lain ibu. Sultan Sumenep lahir dari ibu putri Adipati Semarang (trah Suroadimenggolo). Prawiroadiningrat memiliki beberapa isteri. Salah satunya putri Han Su Ki, tokoh kaya raya Besuki berdarah Cina, dan dikenal sebagai muslim yang taat. Dalam sebuah catatan, Han Su Ki pernah memberikan bantuan dana bagi VOC, dengan jaminan tanah Besuki. Dengan kata lain, Besuki bernah digadaikan serikat dagang Belanda kepada Han Su Ki. Menurut kisah tutur keluarga keraton Sumenep, Han Su Ki dikenal juga sebagai pendekar pilih tanding. Konon, keahliannya dalam seni bela diri Cina itu diturunkan pada cucunya, Bambang Sutiknya. Sejak kecil, Bambang Sutiknya lebih banyak bersama kakek dari pihak ibunya. Sesekali, ia turut serta ayahnya dalam sejumlah ekspedisi bersenjata. Prawiroadiningrat dikenal juga sebagai panglima perang di Sumenep. Pangkatnya Kolonel atau Kornel. Itulah sebabnya, beliau lebih dikenal dengan Tumenggung Kornel. Makam Tumenggung Kornel berada di Asta Tinggi bersama salah satu isterinya. Sementara ibu Sutiknya dimakamkan di Besuki. Menuju Kursi Adipati Abad 19 merupakan awal pergantian masa VOC ke Kolonial. Wilayah tapal kuda yang kala itu merupakan bagian dari Madura, sekaligus di bawah bayang-bayang Mataram dan Kolonial, tentu mengalami imbas dalam setiap pergantian zaman. Pengangkatan kuasa atas wilayah-wilayah di Jawa dan Madura selalu mendapatkan turut campur dari bangsa penjajah. Tak terkecuali Besuki. Sekitar dekade kedua di kurun 1800-an, kolonial melakukan reformasi birokrasi dengan mengganti pejabat-pejabat di wilayah tapal kuda yang sebelumnya dipegang beberapa tokoh peranakan Cina. Dukungan politik lantas mengerucut pada sosok muda bernama Raden Bambang Sutiknya di atas. Sutiknya pun lantas dilantik sebagai adipati pertama bergelar Pangeran Adipati Ario Prawiroadiningrat (ia memakai nama ayahnya di Sumenep). Peristiwa itu terjadi pada 1818. Sutiknya yang cerdas lantas melakukan pembenahan-pembenahan penting. Pembenahan pertama ialah di bidang administrasi. Meski belum ada penelitian utuh tentang peran Sutiknya dalam reformasi pemerintahan di Besuki, ia diakui berperan penting dalam sisi birokrasi politik di sana. Langkah penting selanjutnya, Sutiknya berhasil membangun Kota Besuki hingga menjadi kota yang paling maju dan ramai di wilayah ujung timur Jawa. Dalam sebuah catatan, beliau berupaya menaikkan taraf hidup rakyat dengan membangun Dam Sluice dan memperluas sawah. Sutiknya juga tercatat melakukan pembuatan dan perbaikan jalan yang menghubungkan Kabupaten Besuki dengan daerah Besuki pedalaman. Tak hanya itu, Sutiknya juga membuka kelas sekolah untuk anak bangsawan, orang Eropa dan bumiputera. Sekolah tiga kelas dibangun dengan mendatangkan guru orang Belanda. Para Pengganti: Wongso dan Pandu Sekitar 1844, Sutiknya mangkat. Beliau diganti oleh Raden Wongso putranya, dengan gelar Raden Adipati Ario Prawiroadiningrat (dikenal dengan Prawiroadiningrat II). Diangkat pula putra Sutiknya lainnya, yaitu Raden Pandu sebagai penguasa Panarukan kemudian pindah ke Situbondo. Wongso Prawiroadiningrat dan Pandu dikenal progressif. Di masa Wongso dan Pandu, banyak karya yang cukup menonjol, seperti berdirinya Pabrik Gula (PG) di Kabupaten Situbondo, dimulai dari PG Demas, PG Wringinanom, PG Panji, dan PG Olean. Lambat laun, kemajuan Besuki menurun, dan Situbondo menonjol. Hingga pasca Wongso, pusat pemerintahan dipindah ke Situbondo, dan Pandu diangkat sebagai bupati pertama Situbondo dengan gelar Kangjeng Raden Tumenggung Ario Pandu Suryoatmojo. Pandu begitu dikenal dan dihormati oleh masyarakat Situbondo hingga kini. Beliau dikenal rakyat dengan sebutan Kangjeng Pandu. Hingga saat ini makam Pandu dan Sutiknya ramai diziarahi banyak orang, di Kompleks Asta Keluarga Adipati Besuki, Asta Tegal Mas, Bloro, Besuki. RM Farhan
Sosok & Tokoh Panembahan Sumolo Tapal Kuda Tapal Kuda Mengenal Ketokohan Sutiknya dan Pandu Besuki-Panarukan-Situbondo Pangeran Sutiknya Kangjeng Pandu Tumenggung Kornel

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru