matamaduranews.com-MADURA-Madura sebuah pulau kecil yang bernama besar. Sejak sebelum berdirinya nusantara, pulau ini dengan kota kecilnya yang bernama Sumenep sudah menjadi buah bibir.
Nusantara, sebuah bangunan yang ditopang oleh kerajaan besar bernama Majapahit, memang lahir dari rahim Madura. Bagaimana kisah orang-orang Sumenep, dan strategi Banyak Wide alias Wiraraja, berhasil mendudukkan Dyah Sanggrama Wijaya putra Lembu Tal; trah Ken Angrok, sebagai Shri Kertarajasa Jayawardhana di atas tahta Majapahit.
Sejauh ini, kebudayaan Madura cukup dinamis. Untuk mengenalnya terlebih dahulu harus melalui empat tahap, sebagai pintu masuknya.
Masa Feodalisme
Tidak ada keterangan pasti sejak kapan Madura menjadi sebuah peradaban. Namun struktur pemerintahan di pulau yang sering diungkapkan sebagai “Madunya Negara†ini sudah dipastikan ada sejak sebelum Aria Wiraraja dinobatkan sebagai adipati yang berpusat di kota Sumenep pada 31 Oktober 1269 silam.
Di masa Aria Wiraraja, Madura berada di bawah kekuasaan Kerajaan Singhasari. Kerajaan yang didirikan oleh Ken Angrok (Shri Rangga Rajasa Sang Amurwabhumi) pada 1222 Masehi. Kerajaan ini berdiri setelah berhasil meruntuhkan Kediri.
Dalam beberapa sumber, pemerintahan di Sumenep khususnya, dan Madura pada umumnya sudah ada sejak sebelum Wiraraja.
Disebutkan dalam sebuah prasasti kuna di pintu Agung Keraton Sumenep, terdapat tulisan Arab dan Madura kuna, yaitu Brahmono Hasmoro Hung Putri Hayu—yang berarti Brahmono = 6; Hasmoro = 8; Hung = 9; Putri = 1; dan Ayu = 1. Maknanya, susunan struktur pemerintahan di Sumenep sudah ada sejak 1 Januari 986 Masehi. Masa itu tentu lebih awal lagi dari masa Wiraraja.
Di buku Sejarah Sumenep (2003), ada nama Pangeran Rato, sebagai penguasa Sumenep. Namun tidak ada keterangan lebih lanjut yang cukup jelas.
Nah, ada satu bukti otentik lagi. Yakni prasasti lembaga (tamra prasasti ) Mula Manurung.
Prasasti ini ditemukan di Kediri pada 1975. Namun karena berbentuk lempengan, diyakini ada lempengan-lempengan yang hilang, alias belum diketemukan. Yang ditemukan ada sepuluh lempengan.
Setelah diteliti, ternyata sedikitnya ada tiga lempengan yang hilang. Lempengan berhuruf romawi II, IV, dan VI.
Fatalnya, lempengan VI merupakan data paling penting, karena menyebut tentang nama penguasa atau raja di pulau Madura.
Sedikit petunjuk bisa dihadirkan. Yaitu isi dari lempengan VII A dan VII B. Di lempengan itu dijelaskan tentang nama putra putri dan saudara sepupu Nararya Semining Rat alias Sri Jayawisnuwardhana. Semining Rat atau Jayawisnuwardana adalah ayahanda Kertanegara, raja yang menjauhkan Wiraraja hingga Madura Wetan.
Nah, di sana disebut bahwa salah satu anak Semining Rat dinobatkan sebagai raja di Madura. Jadi raja di Madura tersebut adalah saudara seayah atau seayah seibu dengan Kertanegara.
Sayangnya, nama mengenai raja di Madura itu berada di lempengan VI A (sisi depan) dan VI B (sisi belakang) yang belum ditemukan tersebut.
Namun ini menjadi bukti bahwa sebelum Aria Wiraraja diangkat sebagai Adipati di Sumenep, sudah ada Raja di Madura, yang kemungkinan besar semasa hidupnya dengan Aria Wiraraja sendiri.
Di masa ini, kendati sebagai bagian dari Jawa, Madura hampir bisa dipastikan cukup merdeka. Pasalnya, letaknya yang jauh dari pusat kerajaan di Jawa (Singhasari sekaligus Majapahit), sehingga penguasa Madura dianggap sebagai penguasa penuh atas rakyatnya.
Titah penguasa Madura adalah aturan yang berdiri sendiri. Kebudayaan Madura juga terpelihara dengan baik. Muncul juga aturan berkomunikasi antara raja dan bawahannya.
Masa Transisional
Setelah masa feodalisme, Madura masuk pada masa transisional. Yaitu zaman masuknya pengaruh asing bangsa yang dikenal dengan serikat dagangnya (VOC).
Di masa ini, Madura mulai lebih terbuka. Terlihat dari bagaimana proses “membaurnya†kalangan bawah dengan para bangsawan utama.
Bisa dilihat bagaimana, seorang pangeran Madura yang selanjutnya menduduki kerajaan Mataram dengan melibatkan rakyat kecil.
Trunojoyo, sang pahlawan itu sempat memporak-porandakan Mataram sekaligus VOC. Meski kepahlawanannya hingga kini masih menjadi perdebatan.
Trunojoyo dihormati rakyat Madura sebagai tokoh yang berani mengangkat senjata terhadap VOC yang dikonotasikan sebagai serikat bangsa kafir kala itu. Membuka kran perjuangan membela hak dan tanah air, dengan seruan jihad fi sabilillah.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply