matamaduranews.com-TAPALKUDA-Keluarga keraton Pasuruan ternyata sangat erat hubungannya dengan keraton Sumenep. Dalam catatan sejarah Sumenep, salah satu putri Sultan Sumenep, Abdurrahman Pakunataningrat, adalah Ratu Pasuruan.
Istilah Ratu sejatinya lebih merujuk pada sosok perempuan. Secara tradisi, ratu merupakan gelar pemimpin kerajaan, yang tokohnya tersebut berjenis kelamin perempuan. Namun ada juga ratu yang disematkan sebagai gelar seorang garwa parameswari atau permaisuri raja, yakni isteri utama seorang raja.
Makna lainnya, ratu bisa dipakai dua jenis kelamin sekaligus, yang maknanya seperti di muka, yaitu gelar pemimpin kerajaan. Alasannya, karena ada istilah keraton yang berakar dari panggilan ratu atau rato, dalam bahasa Madura. Sebagaimana istilah kerajaan yang berakar pada panggilan raja, dan kedatun atau kedaton yang berakar pada datu.
Nah, Ratu Pasuruan yang merupakan putri Sultan Sumenep ini mengacu pada sosok parameswari. Raden Ajeng Bone namanya. Beliau merupakan permaisuri Raden Adipati Ario Nitiadiningrat IV, adipati Pasuruan.
Cucu Raja Bone
Lahir dengan nama Raden Ajeng Bone. Menurut kisah sesepuh Sumenep, Raden Ajeng Bone lahir di atas kapal dalam perjalanan Bone-Sumenep.
Raden Ajeng Bone memang memiliki darah Bone dari ibunya. Sang Ibu merupakan salah satu putri Raja Bone yang dinikahi oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, Sultan Sumenep di 1811-1854 Masehi.
Sultan Abdurrahman tercatat memiliki beberapa isteri. Jumlah seluruh anaknya, 33 orang. Raden Ajeng Bone tidak memiliki saudara syaqiq (seayah seibu). Beliau satu-satunya anak Sultan Sumenep dari Putri Bone.
Kembali ke kisah kelahirannya, di suatu masa, Sumenep dan Bone terjadi perselisihan. Sehingga Sultan Sumenep pun menyiapkan ekspedisi perang ke Bone. Namun sesampainya di sana, penguasa Bone dikisahkan takluk kepada Sultan. Bahkan, Sultan Sumenep diambil sebagai menantunya.
Sekian lama Sultan di Bone, beliau pun membawa sang isteri yang tengah hamil tua. Berlayar dengan kapal perang. Di tengah perjalanan, sang isteri menunjukkan gejala akan melahirkan.
"Namun tidak kunjung lahir. Hingga hampir berlabuh," kata R. Fahrurrazi salah satu keluarga Sumenep.
Nah, kala itu Sultan Sumenep yang dikenal waskita mengatakan pada sang isteri, bahwa bayi dalam kandungannya tidak akan lahir sebelum dirinya bersin.
"Tak lama kemudian, Sultan Sumenep bersin, bersamaan dengan itu, sang bayi pun lahir dengan selamat," cerita Fahrurrazi.
Bayi perempuan itu lantas diberi nama Raden Ajeng Bone, untuk menghormati keluarga kerajaan Bone.
Menurut kisah sesepuh Sultan Sumenep, Raden Ajeng Bone merupakan satu-satunya putri Sultan Abdurrahman yang wajahnya mirip dengan ayahnya itu.
Ratu Pasuruan
Raden Ajeng Bone dipersunting oleh Raden Adipati Ario Nitiadiningrat IV. Dari pernikahan tersebut lahir berapa orang anak yang kesemuanya laki-laki. Sejak saat itu beliau dikenal dengan sebutan Ratu Nitiadiningrat.
Raden Ajeng Bone dikenal sebagai sosok yang cerdas, dan ahli diplomasi. Sosoknya juga dihormati oleh bangsa Kolonial. Mengingat pribadinya sebagai salah satu putri Sultan Sumenep yang dikenal disegani kawan maupun lawan.
Raden Ajeng Bone wafat di Pasuruan. Jenazahnya dimakamkan di sebelah barat Masjid Agung Pasuruan. Makamnya hingga kini ramai diziarahi banyak orang dari beberapa penjuru.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply