matamaduranews.com-PAMEKASAN-Panggilan Kiai Rabah II pada Bindara Adil sebagai simbol atau sebutan sebagai pengganti dan penerus Kiai Agung Rabah di Pademawu, Pamekasan, Madura.
Dan angka romawi 2 merupakan penanda bahwa beliau merupakan orang ke-2 yang meneruskan Kiai Agung Rabah.
Sebutan atau panggilan Kiai Rabah ini pun disematkan kepada seluruh pengganti Rabah hingga turun temurun hingga sekarang. Dan angka di belakang nama menunjukkan fase atau masa para pengganti Pesantren Rabah.
Karomah
Bindara Adil merupakan saudara Kiai Agung Abdullah Batuampar alias Bindara Bungso. Keduanya sama-sama putra dari Kiai Abdul Qidam. Semenjak beranjak dewasa, beliau telah dijadikan anak angkat oleh paman beliau yaitu Kiai Agung Rabah dan sekaligus belajar ilmu agama di Pesantren Rabah. Selain Bindara Adil dan Kiai Abdullah ini juga diasuh oleh Kiai Agung Rabah, saudara keduanya, Nyai Maisyaroh.
Di Pesantren Rabah, beliau bersama saudara dan santri lainnya mengaji, beliau dikenal sosok yang baik, memiliki tata krama yang baik dan terkenal cepat memahami ilmu-ilmu yang diajarkan oleh Kiai Agung Rabah. Beliau bersama saudaranya sangat takzim dan sangat menghormati dan memuliakan guru yang sekaligus pamannya.
Setelah Kiai Agung Rabah wafat, maka Bindara Adil yang kemudian menerima mandat sebagai pengganti dan mengasuh Pesantren Rabah, hingga kemudian beliau di kenal sebagai Kiai Rabah ke-2. Bersama saudarinya, beliau merawat Nyai Agung Rabah yang sudah sepuh hingga wafat. Beliau tetap dibantu oleh ayahnya yaitu Kiai Abdul Qidam mengajar ilmu-ilmu agama di Rabah.
Kiai Adil juga dikenal sebagai sosok yang alim, wara’ dan banyak memiliki karomah. Menurut Kiai Zaidi pengasuh Pesantren Berkongan, berdasar pitutur para sesepuh mengatakan bahwa seringkali Kiai Bindara Adil menunjukkan karomahnya, salah satunya adalah dalam satu waktu beliau morok (mengajar mengaji) di tiga tempat secara bersamaan. Yaitu di Pesantren Rabah, di Pesantren Berkongan, dan di Pesantren Gunung Tinggi.
Beliau memiliki dua istri, dari istri pertamanya beliau memiliki anak yaitu Bindara Abdullah dan Bindara Arham. Dari istri keduanya beliau tidak dianugerahi keturunan. Hingga akhirnya beliau wafat pada tahun 1161 H / 1748 M, dan dimakamkan di komplek pemakaman Utara Asta Rabah. Dan sebagai pengganti dan penerus beliau adalah putranya yang paling muda yaitu Bindara Arham.
Pembangunan Maqbarah
Selain membangun Maqbarah Kiai Agung Rabah, Raja Sumenep, yaitu Panembahan Sumala alias Pangeran Notokusumo juga membangun Maqbarah Bindara Adil atau Kiai Rabah ke-2. Ini terbukti sampai sekarang sisa pembangunan yang ada masih bisa dilihat di Maqbarah Bindara Adil di komplek utara Asta Rabah.
Waktu pelaksanaan pembangunan itu dilakukan pada tanggal 10 Jumadits Tsani 1213 H atau sekitar 18 November 1798 M. Dibangun dan disaksikan langsung oleh Pangeran Notokusumo sebagai Raja Sumenep. Hal ini tertera di tulisan pada batu nisan Bindara Adil.
Tahapan pembangunan Maqbarah Bindara Adil dimulai dengan penggantian batu nisan beliau dan Nyai. Lalu dilanjutkan pembangunan pagar yang mengitari maqbarah beliau.
Tahap Pertama, Pangeran Notokusumo alias Panembahan Somala, mengganti batu nisan Bindara Adil alias Kiai Rabah dan Nyai, dilakukan pada tahun yang sama, yaitu tahun 1213 H, pada bulan yang berbeda.
Walau tidak sama bahannya dengan batu nisan Kiai Agung Rabah, namun corak dan ornamennya kental dengan nuansa batu nisan Sumenep.
Pada batu nisan Bindara Adil tertera prasasti yang menjelaskan tentang siapa beliau, tahun wafat dan tahun berapa maqbarah beliau dibangun.
Pada batu nisan di bagian kepala, ada prasasti yang menjelaskan tentang siapa beliau dan tahun berapa beliau wafat.
Prasasti itu tertulis dengan huruf arab, yang jika dimaknai sebagai berikut: â€Ini adalah kuburnya Kiai Rabah putranya Kiai Air Suci (Arsojih) kembali ke Rahmatullahi Ta’ala (wafat) pada tahun 1161 Hâ€.
Kiai Rabah yang dimaksud pada prasasti tersebut adalah Bindara Adil. Disebut Kiai Rabah karena beliau yang mengganti dan meneruskan posisi Kiai Agung Rabah. Dan semua pengganti di pesantren Rabah setelah beliau tetap dipanggil dengan nama Kiai Rabah, menggunakan nama laqob daerah, bukan nama aslinya.
Sedangkan Kiai Air Suci yang dimaksud adalah Kiai Abdul Qidam. Beliau disebut juga Kiai Air Suci yang sekarang menjadi Arsoji, sebuah nama Dusun di Desa Larangan Kecamatan Larangan Pamekasan.
Kiai Abdul Qidam menempati Arsoji setelah kawin dengan Dewi Asri, adik Kiai Agung Rabah. Beliau juga kadang disebut Kiai Pandian, karena menurut pitutur sesepuh; beliau suka membuat alat-alat seperti sabit, pisau, dan senjata untuk keperluan sehari-hari.
RM Farhan
Write your comment
Cancel Reply