Post Images
matamaduranews.com-Sultan Abadurrahman (w. 1855 M), sebagai Raja Sumenep, meraih gelar Letterkundige, DHC (Doctor Honoris Causa) di bidang kebudayaan dari Pemerintah Inggris, waktu itu. Nama Sultan Abdurrahman mendadak ramai diperbincangkan para peneliti dan pengamat budaya tanah air setelah beredar buku The History of Java, karya Sir Thomas Stamford Raffles. Sultan Abdurrahman sebagai Raja Sumenep dikenal ‘alim ‘ulama, ‘arif yang menguasai 40 bahasa. Pada lempeng 21 di buku itu, Raffles menyebut di Sumenep ada seorang Sultan yang piawai dalam membuat dan membaca bahasa sandi kuno. Sultan Abdurrahman. tulis Raffles diakui sebagai pribadi yang ahli strategi perang, ahli botani, dan menguasai bahasa Belanda, Inggris, Jawi Kuno, dan Sansekerta. Sang Sultan juga disebut otak seni arsitektur Sumenep, khusus pada ukiran motif kembang yang menjadi penghias banyak bangunan kuno di Sumenep. Gubenur Jenderal Batavia ini mengakui pribadi intelektual dan pluralisme Sultan Abdurrahman karena bisa bersahabat dengan dirinya dan menerima Law Phia Ngo (perantau Cina) menjadi arsitektur keraton, Masjid Agung dan Asta Tinggi. Dari sini, sikap kosmopolitan masyarakat Sumenep terpancar dari para Raja Sumenep dulu yang melekat hingga saat ini. Kesalehan spiritual, intelektualisme dan pluralisme Sultan Natakusuma menjadi icon pemimpin Sumenep. Sebagaimana tertuang dalam sejarah dan cerita rakyat Sumenep, sosok Raja Sumenep, sejak awal berdiri memiliki kelebihan ilmu dhahir (intelektual) dan ilmu bathiniyah (‘alim). Sehingga, banyak orang yang mengakui jika Asta Tinggi bukan saja tempat makam para Raja Sumenep tapi tempat istrihat Raja Sumenep yang meraih gelar kekasih Allah (waliyullah). Di era demokrasi dan otonomi, Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim memiliki dua sisi; figur kiai dan figur kepala daerah. Sosok kiai, Bupati Busyro sebagai individu yang mendapat penghargaan dari masyarakat karena memiliki kelebihan ilmu agama. Kiai Busyro menjadi pengasu Ponpes Alkarimiyyah, Beraji, Gapura. Figur bupati (kepala daerah), Kiai Busyro mengalir ghairah intelektual di tengah kesibukan menjalankan roda pemerintahan. Dunia pesantren, politik dan intelektual sudah menyatu dalam pribadi KH A. Busyro Karim. Sejak menjabat Ketua DPRD Sumenep dua periode, 1999-2009 ada beberapa buku yang pernah ditulis, antara lain Indonesia, Globalisasi dan Otonomi Daerah; Beberapa Pikiran untuk Sumenep (2005).Tafsir Tradisionalis; Membumikan Teks dalam Konteks Kehidupan Sosial (2009). Saat menjabat Bupati Sumenep 2010-2020, buku yang berhasil di terbitkan di antaranya: Tafsir al-Asas;Kandungan dan Rahasia di Balik Firman-Nya (2011). Fiqh Jalan Tengah Imam Syafi’I (2012). Migrasi tanpa Kata; Catatan dari Ruang Pojok (2012). Bukalah Selimutmu (2012). Menuju Sumenep Cerdas;Pengelolaan Pendidikan Secara Profesional (2014). Terakhir Fiqh Covid yang ditulis dalam bahas arab sebagaimana kitab klasik yang menjadi refrensi dunia pesantren. Dalam pribadi Kiai Busyro, dunia akademik dan spiritual sudah menjelma menjadi pribadi yang selalu menggeliat di tengah kepenatan menjalankan roda pemerintah dan mengajar kitab kepada para santrinya di pondok. Sehingga, kesukaan membaca dan menulis Kiai Busyro tetap terpantul lewat banyak karya buku dan kolom atau opini di sejumlah media cetak, meski menduduki jabatan politik sebagai Ketua DPRD Sumenep dan Bupati Sumenep. Buah dari ghairah intelektualnya, Kiai Busyro berhasil meraih gelar doktor Ilmu Administrasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, 27 Februari 2015, lalu. Kiai Busyro bisa meaktualisasikan diri kuliah tiap akhir pekan ke Untag Surabaya untuk meraih gelar doktoral. Judul disertasi Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) dan Peningkatan Kesejahteraan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Sapeken, Sumenep), dengan predikat Cum Laude (prestasi akademik yang sangat memuaskan). Menarik saat mempresentasikan hasil penelitian di depan guru besar sebagai tim penguji disertasinya, Kiai Busyro tampil layaknya mahasiswa yang memiliki pisau analisa kritis terhadap objek penelitian.  Kiai Busyro tidak menunjukkan dirinya sebagai Bupati Sumenep. Kiai Busyro mampu mengurai sejumlah kejanggalan program realisasi CSR dari perusahaan Migas di Kecamatan Sapeken. Hasil disertasi Bupati Sumenep ini selaras dengan desakan Kaukus Mahasiswa Sumenep (KMS) agar Pemkab Sumenep membuat Perda CSR. Hasil penelitian disertasi Bupati Kiai Busyro menjadi salah satu pembanding anggota Komisi B DPRD Sumenep dalam merumuskan Perda CSR. sumber: matasumenep
KH A. Busyro Karim Bupati Sumenep Raja Sumenep Sultan Abdurrahman Bupati yang Intelektual Bupati Sumenep

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru