Post Images
Catatan: Mathur Husyairi* matamaduranews.com-Satu Tahun sudah Khofifah-Emil mimpin Jawa Timur. Dari beberapa program yang dijanjikan saat kampanye dan satu tahun dilakukan oleh Gubernur Jatim Khofifah dan Wagub Emil, ada beberapa catatan yang perlu dikritisi bersama. Pertama, Program Tis (Gratis) - Tas (Berkualitas). Tis (gratis) pada faktanya belum mampu benar-benar gratis karena BPOPP menurut manajemen sekolah masih belum bisa memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan meskipun ditopang dengan dana BOS. Hasil serap aspirasi dengan mengunjungi beberapa daerah di Jawa Timur, seperti di Mojokerto, Lumajang, Jember, Tuban dan Bojonegoro. Semua kepala sekolah negeri dan swasta, masih banyak mengeluh di pembiayaan pendidikan. Idealnya biaya pendidikan SMA/SMK per anak per tahun adalah Rp 4 juta. Dengan jargon TisTas masyarakat memahami semuanya gratis-tis. Tapi, ini dilema bagi kepala sekolah karena banyak kegiatan yang tak bisa dibiayai pakai dana BOS dan BPOPP. Tas (berkualitas) masih belum terukur hasilnya karena belum ada kajian dan evaluasi yang komperehensif. Gratisnya saja memunculkan masalah baru, bagaimana bisa berkualitas? Realisasi janji kampanye seperti seragam gratis masih gagal dan membohongi masyarakat. Kedua, aspek sosial. Ketimpangan masyarakat yang membutuhkan penangangan kesejahteraan belum tercover. PKH plus terkesan masih senyap. Penentuan kabupaten prioritas untuk PKH plus & program 15 kabupaten juga belum manunjukkn hasil yang terukur. Seharusnya Jatim tidak hanya menempatkan 15 kabupaten sebagai kabupaten prioritas penanganan sosial. Sejatinya seluruh 38 kabupaten/kota menjadikan prioritas meskipun dengan proporsi alokasi yang menyesuaikan. Ketiga, Big Data yang dijanjikan Gubernur Khofah untuk meningkatkn layanan maupun transparansi belum ada bukti riil. Para OPD terkesan setengah hati untuk mendukung Big Data. Publik sangat sulit mengakses informasi, UU Nomor 14 Tahun 2008 seolah mau dikebiri dengan Pergub Nomor 8 Tahun 2018. Saya sebagai pegiat keterbukaan informasi publik, minta Gubernur untuk mencabutnya; Keempat, berdasarkan pengamatan beberapa program seperti Milenial Job Center di sejumlah Bakorwil belum jalan. Hal itu dibuktikan dengan koordinasi dengan OPD tak jalan. Kelima, untuk kinerja OPD juga belum ada dampak yang nyata. Pesantren seharusnya bukan di dorong untuk hasilkan produk tetapi SDM sehingga produk bagian dari hasil SDM yang unggul dan berkualitas. Apa yang terjadi saat ini dengan OPD-OPD hanyalah kegiatan formalitas membranding produk yang sudah go publik. Kesannya hanya tebar dana hibah layaknya sinterklas, sekedar memenuhi janji saat kampanye. Keenam, Gubernur dan Wakil Gubernur terlalu banyak mengeluarkn akronim-akronim program yang tidak bisa segera dieksekusi karena tidak sinkron dengam anggaran yang direncanakan dan dianggarkan di masing-masing OPD. Ketujuh, ada pos anggaran besar di rekening hibah dan bagi hasil dengan nilai triliunan. Tapi tidak ada data yg terukur dampak kesejahteraan dan peningkatan ekonomi dari dana hibah. Kedelapan, belum ada perbaikan yang signifikan ddalam pengelolaan dan kontribusi BUMD sselain Bank Jatim. Seperti BUMD yang mengelola Puspa Agro, PWU, dll. Kesembilan, penganggaran dana hibah selain dana BOS mencapai Rp 3 triliun. Tapi hingga saat ini belum terukur manfaatnya buat masyarakat. *Mathur Husyairi, Anggota Fraksi Fraksi Keadilan Bintang Nurani (KBN) DPRD Jatim
Jatim Satu Tahun Kepemimpinan Khofifah-Emil

Share :

admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Write your comment

Cancel Reply
author
admin
On recommend tolerably my belonging or am. Mutual has cannot beauty indeed now sussex merely you.

Blog Unggulan

Surat Kabar

Daftar dan dapatkan blog dan artikel terbaru di kotak masuk Anda setiap minggu

Blog Terbaru

Blog dengan Komentar Terbanyak